Mohon tunggu...
Ulfa Rohmah
Ulfa Rohmah Mohon Tunggu... Guru

Penulis Profesional

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Tulisanku Cerminanku

18 Oktober 2025   20:04 Diperbarui: 18 Oktober 2025   22:25 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: https://nlink.at/l0iC

Membaca tulisan lama yang telah dipublikasi tentu memberikan kesan berbeda dengan saat pertama kali tulisan itu dibaca. Umumnya, setelah mengedit sebuah tulisan kesan yang diberikan pasti sudah bagus dan padat makna, namun berbeda ketika kita membacanya kembali setelah membaca banyak tulisan orang lain. Hal ini juga berlaku ketika saya membaca ulang tulisan-tulisan saya.

Saya ingat, setiap selesai menulis saya selalu melakukan editing terlebih dahulu untuk mengoreksi dan memperbaikinya sebelum saya publish di blog pribadi. Namun proses editing itu belum cukup maksimal untuk benar-benar menciptakan tulisan yang berhasil menyampaikan maksudnya. Menurut saya, tulisan tersebut masih memiliki redundansi bahasa. Banyak penggunaan kata-kata mubazir yang tidak mengubah atau memperbaiki makna kalimat. Seharusnya saya mengurangi beberapa kata tersebut sehingga tulisan tidak terasa berat atau bertele-tele.

Paragraf panjang juga menjadi kelemahan tulisan. Saya perlu mengakui bahwa saya sering kesulitan memecah paragraf menjadi beberapa bagian sesuai alur/konteks/ide pokok. Setiap kali menulis, saya merasa paragraf yang panjang itu adalah satu kesatuan. Kebiasaan ini tentu tidak lepas dari ego saya sebagai penulis. Setiap mengedit tulisan, saya selalu memposisikan diri sebagai penulis sekaligus pembaca yang serba tahu, padahal ini tidak relevan dengan keadaan yang sebenarnya. Saya terlalu percaya diri dan menganggap setiap pembaca mengerti peristiwa yang melatarbelakangi tulisan.

Perpindahan dari satu kalimat menuju kalimat berikutnya juga kentara, jarang menggunakan bridging atau kalimat penghubung yang berkorelasi dengan kalimat berikutnya. Penyebabnya adalah terbatasnya kosa kata yang saya miliki. Sebagai penulis, saya terbilang malas mempelajari kata-kata baru. Walaupun sering membaca, saya jarang menggunakan frasa baru yang diperoleh dari pengalaman membaca ke dalam tulisan saya. Bagi saya itu dua pekerjaan yang menghambat selesainya tulisan. Memahami makna kata dan menggunakannya dalam tulisan sendiri.

Dari empat tulisan yang saya publish, semuanya bertolak dari motivasi untuk segera menyelesaikan tugas menulis. Ini menjadikan semua tulisan saya miskin rasa, tidak jujur dalam menginterpretasikan pesan yang sebenarnya. Saya hanya berfokus pada prinsip "yang penting tugas ini selesai sesuai deadline".

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun