Mohon tunggu...
Ulfa Rohmah
Ulfa Rohmah Mohon Tunggu... Guru

Calon Penulis. Perempuan yang bermimpi kelak akan dikenal dunia melalui tulisannya

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Dewasa dengan Luka

4 September 2025   19:14 Diperbarui: 4 September 2025   19:40 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: diambil saat take video untuk memenuhi tugas PPG Piloting 3

Saat semua orang khusyuk dalam shalatnya. Hari ke-6 berpuasa, tepat ketika shalat tarawih hampir selesai, seorang Ibu memutuskan pulang dan tidak melanjutkan shalatnya. Kontraksi rahim yang dirasanya mulai datang lebih sering. Ibu Saudah kemudian menemui bidannya seorang diri karena sang suami yang menjadi imam masjid masih menyelesaikan shalat bersama jamaahnya.

Sekitar pukul 20.00 WIB, tanggal 6 Ramadan lahirlah anak ke 4 perempuan yang diberi nama Ulfatur Rohmah. Nama yang juga berarti doa untuknya, berharap kelak dia menjadi wanita yang penuh dengan cinta kasih. Ulfa tumbuh menjadi anak perempuan pemberani, selalu ceria dan dikenal jujur. Teman kecilnya didominasi oleh laki-laki sehingga dia menjadi yang paling dijaga dan dilindungi.

Suatu hari saat libur sekolah, pagi-pagi Ulfa sudah siap dengan raket dan shuttlecock (kok)nya hendak bermain bulu tangkis di lapangan dekat rumahnya. Raket yang dia bawa memang jauh dari kata bagus namun masih layak digunakan. Kepala raketnya bengkok, dia tidak tahu pula penyebabnya. Kondisi raket yang tidak bagus tersebut tidak mengurangi semangatnya untuk ikut bermain bersama. Saat asyik bermain, salah seorang laki-laki dewasa, ayah dari seorang anak berkata "be' jhube en rekkedde Ulfa (bahasa madura) dimana artinya adalah "yang paling jelek raket milik Ulfa". Ucapan sederhana tetapi dampaknya luar biasa. Saat itu, seketika Ulfa menunduk merasa malu karena ucapan tersebut. Teman-teman yang awalnya mengabaikan raket Ulfa akhirnya menoleh dan memperhatikan. Tidak ada yang merespon ucapan si laki-laki dewasa tetapi iklim dan suasana bermain menjadi dingin dan tidak lagi bersahabat. Mental seorang anak kecil yang dikerdilkan komentar tidak berfaedah. Momen ini tanpa sadar diingat dan dibawanya hingga remaja bahkan dewasa. Ulfa menjadi tidak pernah percaya diri dengan pakaian yang dikenakannya, rasanya tidak ada baju yang layak dan pantas dipakainya di depan umum. Ulfa tidak pernah berani bergabung dalam circle pergaulan jika tidak ada yang mengajaknya. Ulfa selalu takut salah menyampaikan pendapatnya di kelas walaupun dia tau pernyataan yang hendak disampaikannya adalah benar. Satu komentar yang didengarnya saat kecil, lantas menjadi luka yang tidak pernah terlihat, luka yang tidak pernah terasa tetapi dampaknya mendarah daging dalam pola pikirmya.

Hari demi hari berlalu, kini Ulfa tumbuh menjadi perempuan dewasa yang berhasil meraih citanya menjadi seorang guru. Dia berharap bisa menjadi guru profesional yang mampu mendidik dengan kebaikan akhlaknya, mengajar dengan keluasan wawasannya, dan mengayomi anak bangsa dengan ketulusan budinya.

Semakin dewasa, cara berpikirnya berkembang dan semakin terbuka. Dia mulai menyadari dan menerima setiap gelombang rasa yang mendera batinnya. Sedih, kecewa, terluka, senang, dan bahagia. Semua rasa itu dia sadari dan diterimanya dengan pikiran terbuka dan kelapangan jiwa. Dia sadar ada hal yang mendasari mengapa setiap kali berteman dia selalu takut dijauhi, mengapa setiap kali terlibat obrolan dia selalu takut disalahkan, dan mengapa setiap hal yang dia lakukan selalu takut tidak mendapat validasi.

Berkat hobinya dalam membaca, Ulfa kemudian mengenal istilah Inner Child, aspek kepribadian dalam ilmu psikologi dimana ingatan, emosi, dan keyakinan masa kecil terus mempengaruhi cara seseorang berpikir, merasa, dan bertindak saat dewasa. Banyak buku-buku pengembangan diri yang dia pelajari, seperti Hati Tak Bertangga karya Adi Prayuda dan Ikhwan Marzuqi, The Psychology of Money dalam versi Bahasa Indonesia, dan Filosofi Teras yang ditulis oleh Henry Manampiring, pun konten-konten youtube yang mengangkat tema pengembangan diri seperti saluran Analisa Channel, Cerita Pena yang dikembangkan oleh youtuber Ivena, dan saluran lain yang sejenis. Dari semua itu dia belajar mengenal diri lebih dekat, dia belajar mengendalikan dan mengolah logika dan perasaannya, bahkan dia pernah berkonsultasi dengan seorang psikolog mencari pencerahan agar bisa selesai dengan luka masa kecilnya.

Kelas Mindful Writing ini juga menjadi salah satu upayanya bertumbuh, mengobati diri dengan terus mengasah minat dan hobinya. Berharap melalui kelas ini dia bisa lepas dan selesai, bisa menjadi perempuan dewasa yang berdaya dan berdampak baik melalui tulisannya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun