Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perang Minyak Dunia Baru - Kini Sedang Berlangsung (5)

18 Januari 2015   01:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:55 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Xiang Songzuo memberi penilaian bahwa negara AS cukup netral. AS sendiri adalah negara yang sangat unik, selain konsumen terbesar minyak mentah, tapi juga merupakan produsen utama. Orang Amerika suka berkendaraan dan sangat boros BBM, jadi bagi mereka harga minyak jatuh sungguh fantastik. Tetapi tidak demikian menurut pemerintah AS, mereka tidak akan berpikir seperti itu. Mereka  percaya bahwa jika harga minyak jatuh terlalu jauh, itu akan merusak investasi perusahaan Amerika, menghilangkan kepercayaan investor. Jadi mereka harus bekerja untuk melakukan keseimbangan. Jika harga jatuh dibawah US$ 50, mungkin negara-negara ini akan bekerjasama untuk mengambil tindakan bersama, atau sedikitnya bergabung bersama-sama unbtuk mengirim sinyal. Mereka akan mendukung harga minyak, mereka tidak ingin harga minyak jatuh terlalu cepat.

Jin Canrong memberi pendapat bahwa selain itu, AS seperti Tiongkok, dalam beberapa tahun terakhir telah meng-investasikan sedikit energi baru. Sehingga pada dasarnya dua aspek kerugian yaitu Ke-satu adalah aspek shale, yang jelas pasti kehilangan uang sekarang; dan yang lain adalah energi baru. Jika harga minyak kurang dari US$100 per barrel, maka keuntungannya akan sangat sedikit, mereka sudah mulai kehilangan uang atau merugi.

Tapi Canrong menduga, bagi AS hal itu cukup rumit, ada beberapa manfaat secara ekonomi. AS masih merupakan pengimpor minyak sebagai importir minyak terbesar kedua di dunia. Tiongkok adalah yang terbesar di dunia, bagi Tiongkok lebih murah untuk impor minyak. Sehingga yang awalnya agar bermanfaat untuk menstabilkan inflasi di AS serta bisa menurunkan biaya, disamping itu secara strategis menguntungkan. Kini yang ternjadi justru penderitaan menjadi duri bagi AS. Tentu saja, untuk sebuah negara besar seperti AS, mereka masih bisa mengorbankan manfaat ekonomi bagi kebutuhan strategis. Ini merupakan pandangan umum  dalam sejarah AS. Dalam jangka panjang, strategi berfungsi pembangunan ekonomi, sehingga perekonomian dapat berkorban demi strategi untuk waktu singkat. Itulah yang menjadi hal unik tentang AS. Pada pokoknya AS adalah sebuah negara besar dan sebagai “pemimpin dunia” jadi pasti mampu untuk membuat pengorbanan itu.

Seperti diketahui secara umum Arab Saudi adalah sekutu strategis internasional AS selama bertahun-tahun, mungkin kali ini telah berhasil memukul industri energi AS seperti yang diharapkan. Tetapi dalam hal ini memiliki tuntutan utama ekonomi dan strategis. Perhitungan Arab Saudi jauh lebih sulit untuk dicapai daripada AS.

Jin Canrong memberi pendapatnya mengenai hal tersebut diatas dengan mengatakan: di luar pasar, hal itu (Arab Saudi) memiliki tujuan strategis. Salah satunya adalah untuk mengalahkan lawannya yaitu Iran, sedang AS lawanya adalah Rusia. Tapi bagi Arab Saudi lawan Iran, tingkat keparahan konflik mereka lebih besar dari konflik AS lawan Rusia. Konflik antara Arab Saudi dan Iran dapat ditelusuri kembali dari milennium (1000 tahun) yang lalu yaitu konflik antara Syiah dan Sunni, ini melebihi yang bisa dibayangkan oleh imaginasi orang luar.

Jadi dalam beberpa tahun terakhir, setelah harga minyak naik, Iran merasa bergengsi sedang Arab Saudi terasa mentalnya terluka, sehingga berharap untuk menggunakan harga minyak untuk mengalahkan lawan. Itu satu hal. Jadi menilik pemikiran Arab Saudi sebenarnya lebih rumit dari Amerika, dalam hal ini adalah rasa takut akan bangkitnya energi baru. Ada beberapa motivasi gabungan yang telah menyebabkan Arab Saudi bertindak seperti pelopor dalam penurunan harga minyak ini. AS membiarkan mitra kecil ini seolah aktif dan berada di garis/garda depan. Karena Arab Saudi memiliki lebih motivasi dari AS dan mereka lebih kuat dalam hal ini.

Sesungguhnya, dunia luar telah memperhatikan selama pertemuan Tingkat Menteri OPEC di Wina pada 27 Nopember’14. Ketika mereka menghadapi apakah harus mengurangi produksi, terjadi perbedaan antara anggota OPEC. Negara Arab eksportir di teluk seperti Arab Saudi, Qatar, UAE, Kuwait tidak menyetujui mengurangi produksi, menyatakan bahwa harga minyak sekarang tidak akan menyebabkan “krisis”. Iran dan Venezuela dan pemerintahnya yang sangat menggantungkan pada ekspor minyak berharap untuk mengurangi produksi. Tapi pada akhirnya atas dukungan Arab Saudi pertemuan tersebut berakhir dengan keputusan tidak mengurangi produksi.

Dalam hal perilaku Arab Saudi saat pertemuan diatas, harian Inggris “Financial Times” Davis Gardner menulis kesannya, tampaknya Arab Saudi bertindak sangat tenang luar biasa malam itu. Meskipun harga minyak telah jatuh ke titik terrendah dalam lima tahun. Raksasa minyak ini yang tidak ada duanya di Timteng ini yang didukung oleh sumber daya yang kaya, sebagai negara yang memiliki cadangan minyak terbesar dunia, tidak diragukan sebagai penghasil minyak terbesar dunia. Selain mampu mengolah produksi lebih dari 10 juta barrel per hari dan US$ 750 milyar dalam cadangan devisa, Arab Saudi juga telah membangun tiga basis cadangan minyak besar dengan skor 13 juta barrel. Arab Saudi sengguhnya diberkati oleh alam dengan produksi yang kaya dan berkemampuan penyimpanan adalah suatu yang alami, tidak ada negara lain yang dapat menyaingi ini.

Arab Saudi cukup unik, karena lapangan minyaknya cukup dangkal. Di wilayah teluk biaya per barrel minyak hanya US$ 6. Sedang di Rusia ekstrak minyaknya dari perusahaan di kawasan timur jauh satu barrel lebih dari US$ 50, itu pasti akan kehilangan uang atau rugi. Setiap barrelnya akan kehilangan uang, sehingga lebih baik tidak memproduksinya. Sedang Arab Saudi masih mendapat keuntungan jika harga turun sampai US$ 10 per barrel sekalipun. Mereka telah diberkati alam untuk ini. Jadi tidak akan ada yang bisa bersaing. Siapa saja yang mau perang harga harus bayar mahal untuk itu.

Dalam perang harga murni, meskipun Arab Saudi yakin akan menang dalam kompetisi “lomba lari” ini, apakah eksportir energi utama ini akan muncul unggul masih belum diketahui. “Arab Saudi bertekad untuk melindungi pangsa pasar, dan akan mengorbankan harga untuk Asia”

Pada 20 Oktober’14, IEA mencapai kesimpulan, dalam salah satu laporannya menyatakan: dimasa lalu AS adalah negara pengimpor terbesar dari minyak Arab Saudi, tapi saat ini sudah tertinggal, banyak negara telah melampaui itu. Jepang dan Tiongkok telah melampaui AS. Jadi kini Arab Saudi lebih mencari ke arah Asia, sehingga dalam derajat yang besar, Arab Saudi telah mengambil keuntungan dari menurunkan harga minyak untuk mempertahankan minat Asia.

Berhubung harga minyak yang terus menurun, tentu industri shale gas AS berusaha mencari selamat, demikian juga dengan Timur-Jauh Rusia dengan “kartu gas alam”nya keduanya sangat mengancam pasar Asia dari Arab Saudi. Para industri ini percaya bahwa negara-negara (Asia) ini mau menggunakan gas alam untuk mencuri pangsa pasar Arab Saudi, karena gas alam lebih bersih dan lebih effsien daripada minyak, itu berarti Arab Saudi akan kehilangan pasar Asia selamanya. Karena hal ini tergantung pada pasar telah menjadi variabel yang paling menguatirkan dalam lomba ini untuk Arab Saudi, yang tampaknya sudah memiliki rencana untuk semua ini.

Sebagai pendukung dari rencana ini, AS dan Arab Saudi memiliki saku yang dalam (banyak duit) dan akal, masing-masing memiliki dukungan (backing) mereka sendiri-sendiri, tetapi masing-masing juga memiliki rasa frustasi mereka sendiri, tertutama Arab Saudi yang sangat tergantung pada ekspor minyak.

Bagi Arab Saudi betapa pentingnya Pasar Asia, pasar ini menjadi sangat diperdulikan sekali. Statistik menunjukkan wilayah ini telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir ini, pasar ini telah menyerap dua per tiga dari produksi minyak Arab Saudi, diantaranya Tiongkok adalah klien terbesar.

Namun terjadi paradoks, pasar Asia yang oleh Arab Saudi paling dikuatirkan ada pesaingnya, dan pesaing yang paling dikuatirkan justru Rusia, yang terlihat dipihak yang lemah dan paling strategis-pasif  dalam perang minyak baru ini.  Pertanyaannya, bisakah Rusia yang oleh banyak media telah dinyatakan sebagai “pecundang”, mampu bangkit kembali dari “mati”nya dan berhasil membebaskan diri ?

( Bersambung ....... )

Sumber : Media TV dan Tulisan Dalam dan Luar Negeri.

-http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/01/12/165533926/Pertamina.Februari.Harga.Premium.Rp.6.000-an.Per.Liter

-http://www.bloomberg.com/news/2015-01-15/oil-advances-as-opec-forecasts-slower-growth-in-u-s-supply.html

-http://www.opec.org/opec_web/en/

-https://groups.yahoo.com/neo/groups/Migas_Indonesia/conversations/messages/46456

-http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/01/16/081808826/OPEC.Tingkatkan.Produksi.Harga.Minyak.Dunia.Kembali.Melorot?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Khlwp

-http://www.liveleak.com/view?i=60e_1275280267

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun