Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Drone UAV Pesawat Nirawak Alat Perang Masa Depan (3)

1 Juli 2015   13:08 Diperbarui: 1 Juli 2015   13:08 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Perang “Zero-Casualty” Mengubah Konsep Perang  Operasional AS

Sebelum angkatan bersenjata AS menginvasi Irak pada awal tahun 2003, Donald Rumsfeld, mantan Menhan AS, pernah dalam pidatonyanya membicarakan tentang masalah “zero-causalty war” (perang tanpa korban) di konferensi perwira tinggi angkatan bersenjata AS. Sejak saat itu telah dibuat konsep perang baru, yang menandai perubahan besar dalam pemikiran operasional angkatan bersenjata AS.

Setelah meringkas serangkaian perang dimana angkatan bersenjata AS menyerang dan menundukkan musuh dengan taktik udara jarak jauh, seperti Perang Teluk tahun 1991 dan Perang Kosovo pada tahun 1999, mereka mengusulkan “perang non-kontak” (noncontact war) harus terrealisasi untuk teori “zero-casualty” di garis operasional. UAV dianggap sebagai salah satu senjata utama dalam mewujudkan tujuan masa depan “zero-casualty” oleh angkatan bersenjata AS.

Sebelum serangan teroris 11 September, AS memiliki tidak kurang 200 UAV dan kini sudah lebih dari 8.500 unit. AS menyadari betapa pentingnya dalam perang anti-teroris, yang juga disebut perang UAV. Sebenarnya perang anti-teroris melalui UAV telah mengubah struktur dasar dari perang udara AS.

“The New York Times” berkomentar : Mungkin belajar dari pelajaran yang pedih dari perang skala besar, seperti perang Afganistan dan dalam perang Irak. Obama telah mengalihkan perhatian ke perang taktis baru. Perang skala besar sangat mahal dengan sejumlah besar korban kematian. Selain itu tidak tahu kapan perang itu akan berakhir. Sedang “perang baru” ini komponennya hanyalah biaya.

Media melaporkan, kini AS memiliki lebih dari 8.000 UAV dan 16 UAV berpatroli diatas udara tempat-tempat yang sedang ‘panas’ di dunia setiap saat. UAV AS dikendalikan di dua pangkalan di wilayah AS, yaitu pusat kendali CIA yang terletak dibawah tanah dari Mabes Angkatan Udara Langley, di Virginia. Dan pusat kendali angkatan bersenjata yang berada di Grey Air Forces Base di Gurun Nevada. Beberapa ahli militer AS mengharapkan 80% dari pesawat tempur AU-AS adalah UAV pada tahun 2025, maka banyak negara mulai khawatir bahwa perang rahasia UAV negara-negara kekuatan besar diam-diam sedang berlangsung.

Sejak tahun 2008 saat krisis moneter terjadi defisit yang besar, tahun 2013 anggaran belanja untuk angkatan bersenjata AS otomatis menurun menjadi hanya 8%. Sedang untuk 10 tahun ke depan pemotongan anggaran militer akan lebih dari US$ 487 milyar. Untuk pembiayaan militer di luar negeri AS per tahun diperlukan US$ 1 juta, sementara untuk melatih pilot pesawat bahkan akan lebih besar. Ini menjadi tantangan berat bagi Pentagon.  Menurut “Business Week” penghematan ini yang menjadi ancaman bagi AS,  bukanlah ekstrimis agama yang menjadi “musuh”.

Harga pesawat berawak per unit B-2 Stealth dan Bomber strategis lebih dari US$ 2,2 milyar. Harga jual F-22 Raptor “Burung Pemangsa” lebih dari US$ 200 juta. Pengembangan F-35 Joint Strike Fighter, dimana AS memainkan peran yang paling penting, bersama dengan delapan negara lain termasuk Kanada dan Inggris, menginvestasikan biaya total lebih dari US$ 40 milyar. Menurut perhitungan diperkirakan diperlukan biaya US$ 70 milyar dari beberapa perusahan, dikatakan ini sebagai proyek termahal untuk pesawat tempur sepanjang sejarah.

Sedang di sisi lain, UAV jauh lebih murah. Satu unit General Atomic MQ-1 Predator, yang telah menewaskan beberapa pentolan senior organisasi teroris di Afganistan, Libya, Yaman, Pakistan dll biayanya kurang dari US$ 4,5 juta.

Global Hawk RQ-4A UAV yang paling canggih kira-kira seharga US$ 51 juta, sementara harga bisa lebih turun hingga US$ 20 juta jika diproduksi massal. Sedang pesawat pengintai U-2 biaya pengintai pesawat ini lebih dari US$ 52 juta. Maka dari itu, keadaan AS yang dalam penghematan pengeluaran militer, tapi investasi untuk UAV justru bisa meningkat daripada menurun.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun