Mohon tunggu...
M Ainur Rosyid Abdi A
M Ainur Rosyid Abdi A Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak Pandemi terhadap UMKM

24 Januari 2021   16:31 Diperbarui: 24 Januari 2021   17:09 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sejak munculnya COVID-19 di akhir tahun 2019, penurunan omzet UMKM dan koperasi akibat COVID-19 sangat signifikan, sedangkan dampaknya terhadap perusahaan makanan dan minuman kecil sebesar 1,77% dan dampaknya terhadap perusahaan menengah sebesar 0,07%. Dampak virus COVID-19 terhadap unit kerajinan kayu dan rotan serta usaha mikro mencapai 17,03%. 

Untuk perusahaan kecil di sektor kerajinan kayu dan rotan sebesar 1,77%, dan untuk perusahaan menengah sebesar 0,01%. P. Globalisasi perkembangan digitalsangat mempengaruhi roda perekonomian termasuk pasar ritel. Akibat adanya virus corona, pasar ritel modern skala besar, mikro, dan kecil satu per satu mengalami penurunan. Bahkan dengan memberikan kemudahan, di era digital yang sebenarnya, masyarakat masih enggan dan lebih memilih untuk melakukan aktivitas belanja online atau menggunakan aplikasi media. Ada banyak keuntungan berbelanja online

UMKM Sektor Apa Saja yang Terpengaruh Pandemi COVID-19

Berbicara tentang sektor UMKM yang terkena pandemi Covid-19, BI melaporkan bahwa eksportir UMKM yang paling terkena dampaknya yaitu sekitar 95,4% dari total jumlah eksportir. Usaha kecil, menengah dan mikro yang bergerak di bidang kerajinan tangan dan pendukung pariwisata terkena dampak sebesar 89,9%. 

Sementara itu, sektor yang paling sedikit terkena dampak pandemi Covid-19 adalah sektor pertanian, terhitung 41,5%. Sementara itu, di tingkat kewirausahaan, laporan data penelitian Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah menunjukkan bahwa usaha kecil dan menengah yang terdiri dari pedagang grosir dan pengecer paling banyak terkena pandemi Covid-19 (40,92%), diikuti dengan penyediaan akomodasi, makanan dan Usaha kecil dan menengah minuman (26) (86%), industri pengolahan (14,25%) paling sedikit terpengaruh.

Indikasi Dampak Pandemi Covid-19 terhadap UMKM

Keterpengaruhan sektor UMKM eksportir sebagai yang paling tinggi (95.4%) dilaporkan merupakan imbas langsung dari PSBB, yang membuat ruang menuju sasaran produk mengalami kendala. Penjarakan sosial yang kemudian dikenal sebagai social distancing juga turut menjadi faktor pemicu hambatan distribusi sehingga menyebabkan terjadi penurunan omzet penjualan dari UMKM eksportir ini. Fakta tersebut bisa langsung diketahui dari catatan inflasi bulan April, saat itu masyarakat Indonesia sedang menghadapi dua momen penting, yakni saat PSBB mulai dilaksanakan, puasa dan Idul Fitri. 

Pada saat itu, harus meningkatkan inflasi pengeluaran. Namun situasi di lapangan justru sebaliknya, yaitu tingkat inflasi yang turun menjadi 0,17% dibandingkan Maret 2020. Di bulan Maret, tingkat inflasi masih berada di 0,29%. Artinya 1) daya beli masyarakat menurun, atau 2) terdapat hambatan dalam pendistribusian barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Pengaruh dari kebijakan PSBB sangat mempengaruhi hambatan akhir. 

Di atas kertas, hasil riset LIPI pada April 2020, mampu memberikan gambaran kuantitatif kondisi UMKM sektor kerajinan dan pariwisata. UMKM yang bergerak di usaha makanan dan minuman (mamin) mikro, terpengaruh sebesar 27%. UMKM yang terdiri atas usaha kecil makanan dan minuman, terpengaruh sebesar 1,77% dan UMKM yang tergolong usaha menengah, terpengaruh di angka 0,07%.   

Sementarra pada UMKM yang bergerak di unit usaha kerajinan yang terbuat dari kayu dan rotan, angka keterpengaruhan pandemi Covid-19 terhadap usaha mikro berlangsung sebesar 17,03%. Usaha kecil di sektor kerajinan kayu dan rotan terpengaruh sebesar 1,77% dan usaha menengah sebesar 0,01%. Di satu sisi, konsumsi rumah tangga terkoreksi sebesar 0,5% hingga 0,8%.   Dari kedua sektor di atas, indikator keterpangaruhan masih didominasi oleh faktor: (1) turunnya omzet penjualan, (2) sulit mendapatkan modal, dan (3) sulit mengakses bahan baku industri.

Berdasarkan hasil riset dari otoritas yang berwenang, telah dilaporkan beberapa hall sebagai berikut:

Pertama, Salah satunya adalah dampak terhadap omzet penjualan. Hasil penelitian BI melaporkan bahwa rata-rata tingkat penurunan penjualan produk UMKM adalah 50%. LIPI menyampaikan alasan penurunan ini karena 58,8% UMKM memutuskan untuk menurunkan harga produk dan jasanya untuk mempertahankan usahanya yang mengakibatkan penurunan laba lebih dari 75%. Tim peneliti JNE merilis versi yang sama dengan LIPI, laporan menunjukkan bahwa 75% penjualan UMKM turun signifikan.

Kedua, Dampak pada modal. Menurut penjelasan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah pada pertengahan Agustus 2020, sulitnya mengembalikan dana akibat pandemi Covid-19 yang menyebabkan 40% UMKM bangkrut. Angka ini tampaknya dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: a) penutupan karena ketidakmampuan mendistribusikan barang atau jasa; b) penutupan karena kepatuhan terhadap pesanan PSBB dan jarak sosial. Hasil penelitian juga melaporkan bahwa meski kesulitan pendanaan, sebanyak 19,93% UKM yang ada masih berusaha bertahan dari pandemi Covid-19. Guna meningkatkan efisiensi, mereka terpaksa memberhentikan karyawan sehingga volume produksi juga berkurang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun