Mohon tunggu...
Maidani Rizqa
Maidani Rizqa Mohon Tunggu... Pelajar

"Dari titik terdalam pemahaman (nadir) , aku mengangkat pandanganku ke cakrawala pengetahuan. Tak ada batas, hanya arah." Halo, saya adalah pelajar yang sedang berusaha menjadi lebih baik 🙌✨

Selanjutnya

Tutup

Book

Resensi Buku Perempuan di Titik Nol

21 Juni 2025   16:27 Diperbarui: 21 Juni 2025   16:27 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar. Cover Perempuan di Titik Nol. Gramedia Digital

Sinopsis Buku

Nawal El Saadawi, seorang dokter, penulis, dan aktivis feminis asal Mesir, membuka kisah ini melalui pertemuannya dengan Firdaus, seorang perempuan yang menanti eksekusi mati di penjara. Sosok Firdaus yang tampak tenang dan tegar di hadapan kematian justru membangkitkan ketertarikan Nawal, bukan semata karena status hukumnya, tetapi karena paradoks dalam dirinya: seorang terpidana pembunuhan yang sehari-hari dikenal lembut dan pendiam.

Keingintahuan Nawal mengantarkannya pada sebuah percakapan yang mengguncang: pengakuan Firdaus tentang hidupnya yang dipenuhi kekerasan, eksploitasi, dan penindasan dalam masyarakat patriarkal. Namun, dalam reruntuhan hidup itu, Firdaus justru menemukan kekuatan dan keberanian untuk menolak menjadi korban. Dari sinilah lahir kisah Perempuan di Titik Nol, bukan sekadar narasi penderitaan, tetapi juga perlawanan paling sunyi dan tajam yang pernah dituliskan tentang seorang perempuan.

Sesuai judulnya, buku ini menempatkan tokohnya pada "titik nol": titik nadir kehidupan, ketika seluruh martabat, harapan, dan bahkan hak atas tubuh sendiri direnggut habis. Firdaus tidak pernah benar-benar memiliki kendali atas hidupnya sejak kecil, ia dilecehkan, dinikahkan secara paksa, dan dijadikan objek oleh banyak laki-laki. Titik baliknya datang ketika ia bertemu Syarifah, seorang mucikari, yang memperkenalkannya pada dunia prostitusi. Meski terdengar ironi, dari sanalah Firdaus mulai merebut kendali atas tubuh dan hidupnya, walau pada akhirnya tetap dibungkam oleh sistem yang ingin terus menguasainya.

>"Saya tahu bahwa profesiku ini telah diciptakan oleh lelaki, dan bahwa lelaki menguasai dua dunia kita, yang di bumi ini, dan yang di alam baka. Bahwa lelaki memaksa perempuan menjual tubuh mereka dengan harga tertentu, dan bahwa tubuh yang paling murah dibayar adalah tubuh sang istri. Semua perempuan adalah pelacur dalam satu atau lain bentuk. Karena saya seorang yang cerdas, saya lebih menyukai menjadi seorang pelacur bebas daripada seorang istri yang diperbudak."

Kutipan ini merangkum dengan tajam pernyataan politik dan eksistensial Firdaus: ia memilih bentuk "kebebasan" yang ditawarkan dalam dunia yang tetap patriarki, ketimbang tunduk menjadi properti laki-laki.

Kelebihan buku

Buku Perempuan di Titik Nol memiliki daya tarik yang kuat karena berhasil menyadarkan pembaca akan urgensi perjuangan hak-hak perempuan yang masih tertindas oleh struktur sosial patriarki yang bobrok. Meski jumlah halamannya relatif tipis, Nawal El Saadawi mampu mengemas kisah Firdaus dengan begitu padat dan menyentuh, menyuguhkan perjalanan hidupnya dari masa kecil hingga menjelang kematiannya, lengkap dengan berbagai lika-liku dan penderitaan. Kelebihan lainnya terletak pada sudut pandang orang ketiga yang digunakan penulis, sehingga pembaca seolah menjadi saksi yang memahami Firdaus secara utuh. Gaya penceritaan ini membuat emosi pembaca ikut teraduk; merasakan kepolosan, kebingungan, luka batin, hingga akhirnya memahami keputusan Firdaus untuk memilih kebebasan sejati dalam kematian. Narasi yang intens dan penuh empati ini membuat buku ini tidak hanya menyentuh, tetapi juga menggugah kesadaran kritis terhadap realitas sosial yang menindas perempuan.

Kekurangan Buku

Salah satu kekurangan dari buku ini adalah penggunaan bahasa dan tema yang cukup berat serta eksplisit, sehingga mungkin terasa mengejutkan atau tidak nyaman bagi pembaca awam yang belum terbiasa dengan isu-isu feminisme radikal dan kritik sosial yang tajam. Penggambaran realitas yang gamblang, termasuk kekerasan seksual, prostitusi, dan ketimpangan gender, membutuhkan kedewasaan dan pemahaman kritis agar tidak disalahartikan. Terlebih lagi, karena latar cerita bersinggungan dengan nilai-nilai agama dan budaya yang sensitif, pembaca tanpa latar pengetahuan yang cukup bisa saja keliru menangkap pesan yang ingin disampaikan. Menurut saya, meskipun ini justru memperlihatkan keberanian Nawal El Saadawi dalam membongkar ketidakadilan sistemik, buku ini tetap perlu dibaca dengan sikap reflektif dan terbuka agar tidak hanya melihat permukaannya, tetapi menangkap esensi perjuangan Firdaus sebagai simbol perlawanan perempuan terhadap struktur penindasan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun