Ada pula yang pura-pura berduka, biasanya mereka orang yang cari muka keluarganya. Padahal dirinya pun tidak tahu, kenapa ia harus menangis. Ada pula yang bersikap biasa saja ketika kamu mati, baginya ialah mati atau tidak kamu tak ada urusan baginya. Terpenting, mereka dapat cuan secara ekonomi karena kematian kita.
Mereka makan dari usahanya. Akrab pun tidak juga, sekedar tahu saja. Selagi hidup pun tidak ada sikap yang s pecial sama kamu, jadi untuk apa ia harus berduka. Tidak ada alasan untuk berdua, yang bersikap biasa saja. Toh, semua bakal mati.
Saat itu, mungkin bisa jengkel, heran atau mungkin marah. Percuma saja, kamu sudah tidak bisa bersikap apa-apa, yang bisa kamu lakukan ialah memaki atau justeru mendoakan yang terbaik. Kita pun tidak usah heran, mungkin begitulah yang kita lakukan ketika lakukan semasa di dunia saat mendengar berita kematian. Ada yang biasa, kaget, cemas bahkan sangat kehilangan.
Oleh karenanya, mumpung masih ada kesempatan maka belajar selalu memperbaiki diri. Sekarang, mungkin kita masih suka marah dan tak mampu mengontrol emosi, terus berusaha diperbaiki tetap saja begitu, maka tetap lakukan perbaikan meski pun prosesnya sukar.
Kematian seharusnya membuat kita memahami bahwa semua ada akhir. Membuat kita tersadarkan, bahwa kematian ialah proses bertemunya dengan keabadian dan bertemunya dengan Pemilik Segalanya, maka bermimpilah itu momen istimewa, bukan momen memalukan sepanjang sejarah kita. Wallahu'alam. (**)
Pandeglang, 4 Maret 2025 Â 22.25
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI