Mohon tunggu...
Mahowa Fathor
Mahowa Fathor Mohon Tunggu... Aktor - jalani nikmati sesali

alhamdulilah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Catatan Senja

22 Oktober 2019   20:40 Diperbarui: 22 Oktober 2019   21:05 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sendiri aku menatap langit sore melalui kaca bus yang mengantarkan aku pulang ke kontrakan di daerah Cawang. Sengaja aku mengambil bangku tidak terlalu di sudut, dengan alasan agar mudah keluar masuk bila ada orangtua atau ibu-ibu yang berdiri dan menawarkan bangku untuknya. Namun hari ini rasanya ada yang beda. 

Tidak terlalu banyak penumpang yang berada di dalam bus seperti hari-hari sebelumnya. Bahkan, beberapa shelter bus dilewati untuk menaik dan menurunkan penumpang tidak begitu berpengaruh pada bangku yang aku duduki. "Bukankah hari ini adalah hari libur?", benakku bertanya. "Ah, mungkin banyak yang menghabiskan libur panjang akhir pekan keluar kota." Wajar saja, sebab ini adalah hari Jumat dan merupakan awal libur panjang di akhir pekan ini.

Kubenahi dudukku kembali, sesaat setelah aku transit di Halte Harmoni. Kutempati tempat duduk yang posisinya sama persis dengan tempat dudukku di bus sebelumnya. Bangku pertama setelah pintu dekat dengan jendela, selalu menjadi tempat duduk kesukaanku. Selain aku ingin menghabiskan waktu menikmati perjalananku memandang kota ini aku juga tidak perlu berpura-pura kesulitan keluar bila ingin berganti duduk dengan penumpang prioritas. Yah, seperti kebanyakan pengguna bus, sengaja mengambil tempat duduk pojokan, berpura-pura tidur dengan memakai headset, agar tidak berganti duduk dengan penumpang prioritas. Bahkan ada diantara mereka terkadang menggunakan tempat duduk yang tidak seharusnya dia gunakan, namun seolah tidak melihat tanda, duduk dan pura-pura tidur, sampai kondektur yang bertugas membangunkan. Aku pribadi tidak pernah mau ikut campur dengan sikap para penumpang yang seperti itu pun tidak mau menghukum mungkin saja dia kelelahan sehabis bekerja sehingga dia membutuhkan tempat duduk di dalam bus. Daripada menghukum mereka, ada baiknya memberi contoh pada para penumpang yang masih muda. Karena terkadang, beberapa dari penumpang ada yang terkesan malu untuk memulai pertama menawarkan, namun setelah melihat penumpang lain menawarkan berganti duduk, selalu ada yang mengikuti.

Termasuk perjalanan yang nyaman sore ini, bahkan dari Stasiun Kota hingga ke Halte Matraman aku sama sekali tidak beranjak dari tempat dudukku. Bahkan aku tenggelam dalam lamunan sepanjang jalan sembari memandang setiap bangunan kota ini dari dalam bus. Lamunan yang menghantarkan aku ke waktu setahun yang lalu dimana untuk pertama kalinya aku menginjakkan kakiku di kota ini, ibukota negara, Jakarta. Irama lagu dari pemutar musik milikku semakin membawa aku hanyut pada kenangan saat-saat akan pindah ke kota ini. Aku sebut pindah karena aku ingin memulai sesuatu yang baru lagi di kota ini, walaupun hal sebenarnya adalah aku lari menghindar dari masalah yang aku miliki sebelum aku berada di kota ini. Aku sendiri masih bingung, apakah aku benar-benar lari dari masalahku atau sudah menjadi keputusan yang baik aku meninggalkan kotaku, kota dimana berjuta kenangan dan sejarah perjalanan hidupku terbentuk, yang menjadikan aku seperti sekarang ini.

Menjadi pribadi seperti sekarang ini, cukup sulit mendefenisikannya. Karena aku sekarang ini bukanlah orang terpandang di lingkungan kerja ataupun di lingkungan masyarakat, bahkan di keluarga, aku sendiri tidak tahu apa namaku masih ada di dalam kartu keluarga atau tidak. Cukup sederhana mendefenisikan pribadi seperti apa aku sekarang. Aku bukanlah siapa-siapa, terkhususnya di kota ini. Dan hari ini, genap setahun aku memulai hidup baruku, dan aku merayakannya dengan berkeliling kota ini sembari mengulas kembali setahun perjalanan hidupku di kota yang baru ini, agar aku bisa mencapai kembali tujuanku, mengembalikan kebahagiaan serta duniaku berupa komunitas kecil yang dipenuhi cinta dan kasih sayang yang kusebut sebagai keluarga.

"Pemberhentian berikutnya, Halte Matraman!", seru kondektur wanita yang bertugas di bus transjakarta membuyarkan lamunanku sepanjang jalan. Aku lirik jam tanganku sesaat menoleh ke arah langit sore, menunjukan 17:48. Seketika badanku beranjak dari tempat dudukku seakan ada yang menariknya, sesaat batinku berseru "belum terlalu malam!" Aku turun dari bus yang kutumpangi setelah pintu otomatis terbuka. "Hhmm, benar-benar sepi." Aku bergumam. Kutelusuri koridor keluar dari halte menuju jembatan penyebrangan ke arah Gramedia. Kulangkahkan santai kakiku, sembari menyulut sebatang Marlb*ro putih, menikmatinya perlahan seiring langkah santaiku. Hingga sesaat aku terhenti menghadap ke arah jalan, sementara aku menghabiskan sisa puntung rok*kku menikmati suasana kota yang sepi. Kerlap-kerlip frekuensi yang berbeda dari jajaran lampu jalan dan lampu-lampu gedung serta cahya dari lampu kendaraan yang berlalu lalang, menemani dan menghiasi pandangan mataku menghabiskan sore ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun