Mohon tunggu...
Siti mahmudah
Siti mahmudah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tugas

NIM 1903016098 FITK PAI C1 2019

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pro Kontra Pendidikan Inklusif pada Sekolah Formal

20 Oktober 2019   12:41 Diperbarui: 20 Oktober 2019   12:55 1345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Definisi psikologi menurut buku karya Dr. Nyayu Khodijah, S.Ag., M.Si tahun 2014 yang berjudul Psikologi Pendidikan halaman 1. Psikologi berasal dari bahasa inggris psychology yang berakar pada dua kata bahasa Yunani, yaitu psyche yang berarti jiwa, dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu jiwa. Namun menurut Gerungan (1991), ilmu jiwa berbeda dengan psikologi dalam dua hal, yaitu:

        1.Ilmu jiwa adalah istilah bahasa Indonesia sehari-hari yang dikenal dan digunakan secara luas, sedangkan psikologi merupakan istilah scientific.
        2.Ilmu jiwa mengandung arti yang lebih luas dari psikologi. Ilmu jiwa meliputi pemikiran, pengetahuan, tanggapan, juga hayalan dan spekulasi tentang jiwa, sedang               psikologi hanya meliputi ilmu pengetahuan tentang jiwa yang berdasarkan pada kaidah-kaidah ilmiah.

Sedangkan definisi psikologi pendidikan menurut buku karya Dr. Nyayu Khodijah, S.Ag., M.Si tahun 2014 yang berjudul Psikologi Pendidikan halaman 21, psikologi pendidikan merupakan salah satu cabang psikologi. Barlow (1985) mendefinisikan psikologi pendidikan sebagai sebuah pengetahuan berdasarkan riset psikologi yang menyediakan serangkaian sumber-sumber untuk membantu dalam pelaksanaan tugas seorang guru dalam proses belajar mengajar secara lebih efektif. Arthur S. Qeber (1988) menganggap psikologi pendidikan terapan.

Dalam pandangannya, psikologi pendidikan adalah subdisiplin psikologi yang berkaitan dengan masalah kependidikan yang berguna dalam hal-hal; 1) penerapan prinsip-prinsip belajar, 2) pengembangan dan pembaruan kurikulum, 3) ujian dan evaluasi bakat dan kemampuan, 4) sosialisasi proses-proses dan interaksi proses tersebut dengan pendayagunaan ranah kognitif, dan 5) penyelenggaraan pendidikan keguruan.

Secara terbatas, menurut Barlow (1985), ruang lingkup psikologi pendidikan meliputi:


         1.Situasi atau tempat yang berhubungan dengan mengajar dan belajar
         2.Proses atau tahapan-tahapan dalan belajar dan mengajar
         3.Hasil-hasil yang dicapai oleh proses mengajar dan belajar.

Dengan memahami psikologi pendidikan, seorang guru melalui pertimbangan-pertimbangan psikologisnya diharapkan dapat; 1) merumuskan tujuan pembelajaran secara tepat, 2) memilih strategi atau metode pembelajaran yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan peserta didik, 3) memilih alat bantu dan media pembelajaran yang tepat, 4) memberikan bimbingan atau bahkan memberikan konseling kepada peserta didik, 5) memotivasi belajar peserta didik, 6) mencitakan iklim belajar yang kondusif, 7) berinteraksi dengan peserta didik secara baik dan disenangi, dan 8) menilai hasil belajar peserta didik.

Saat ini, pendidikan inklusif di sekolah formal yang ada di Indonesia mengalami pro dan kontra. Kubu pro kurang memahami dan menganalisis kejadian di lapangan dan kubu kontra kurang memahami materi, landasan, dan tujuan dari pendidikan inklusif.

1.Pihak pro (mendukung adanya pendidikan inklusif di sekolah formal)

Sekolah luar biasa (SLB) di setiap kota terbatas, tak jarang satu kecamatan menyediakan SLB 1 unit, padahal angka kelahiran cacat selalu ada ditiap tahunnya, misalnya stunting.  Orang tua belum mempunyai kesadaran akan pentingnya pendidikan bagi anaknya yang memiliki kecacatan fisik. Mereka yang bertempat tinggal di pedesaan khususnya, pasti akan enggan mendaftarkan anaknya di SLB mengingat jauhnya lokasi sekolah dan biaya transportasi setiap harinya.

Nah, dari sini harapan pendidikan inklusif di sekolah formal sangat dibutuhkan untuk mempermudah akses pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Selain itu juga mereka akan lebih percaya diri dan tidak berkecil hati karena kecacatan yang dimilikinya. Dengan adanya teman sebayanya yang normal, akan membuat ia semangat menjalani hidup dan mengejar cita-citanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun