Diskriminasi usia di dunia kerja adalah kenyataan pahit yang sering dialami pencari kerja. Banyak orang yang masih produktif harus menelan kekecewaan karena ditolak bekerja hanya karena usia mereka dianggap "terlalu tua" atau "belum cukup matang". Dalam konteks inilah, langkah Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim) untuk mendorong kebijakan anti diskriminasi usia dalam rekrutmen tenaga kerja menjadi angin segar dan patut diapresiasi.
Kebijakan ini mendorong perusahaan untuk berhenti mencantumkan batasan usia dalam lowongan kerja, kecuali jika memang sangat dibutuhkan berdasarkan jenis pekerjaan. Ini adalah langkah penting untuk mendorong proses rekrutmen yang lebih adil dan terbuka bagi semua kelompok usia.
Selama ini, banyak pencari kerja berkualitas harus tersingkir sebelum diberi kesempatan menunjukkan kemampuan mereka, hanya karena usianya tidak sesuai kriteria di iklan lowongan. Padahal, tidak sedikit dari mereka yang memiliki pengalaman, loyalitas, dan kemampuan yang lebih stabil dibandingkan dengan pelamar yang lebih muda.
Dengan tidak menjadikan usia sebagai penyaring awal, perusahaan akan terdorong untuk lebih fokus pada kualitas, kemampuan, dan karakter calon pekerja. Di saat yang sama, peluang kerja akan lebih merata dan inklusif, terutama bagi mereka yang sedang berusaha bangkit di usia 30-an ke atas.
Meski kebijakan ini terdengar ideal, tidak sedikit yang merasa pesimis. Salah satu komentar warganet menyuarakan keraguan tersebut:
"Bener ga dipakai syarat usianya, tpi ttp aja, yang memilih HRD, cuma beda di tertulis atau tdk tertulis doang tu aturan kwkw."
--- komentar akun benayahs di Instagram.
Komentar ini mewakili kekhawatiran banyak orang bahwa diskriminasi usia akan tetap terjadi dalam proses rekrutmen, meski tidak lagi dicantumkan secara eksplisit. Ini adalah kritik yang valid dan perlu diperhatikan.
Namun, tidak bisa dimungkiri bahwa perubahan budaya tidak bisa terjadi tanpa dimulai dari aturan formal. Dengan menghapus batas usia dalam iklan lowongan, setidaknya pintu pertama telah dibuka. Praktik seleksi internal yang adil dapat dibentuk melalui edukasi, pelatihan HRD, dan dorongan moral dari masyarakat agar lebih menilai kualitas, bukan umur.
Langkah Pemprov Jatim dalam mendorong kebijakan anti diskriminasi usia adalah awal yang baik menuju sistem ketenagakerjaan yang lebih adil dan terbuka. Meskipun perubahan tak akan terjadi dalam semalam, kebijakan ini menandai arah baru yang lebih manusiawi dan progresif.
Sudah saatnya dunia kerja tidak lagi terjebak pada angka usia, tetapi melihat manusia sebagai individu yang punya kemampuan, potensi, dan semangat untuk berkembang---apa pun usia mereka. Jika kesempatan itu dibuka untuk semua, bukan tidak mungkin ekonomi daerah pun akan tumbuh lebih kuat karena semua orang diberi ruang untuk berkontribusi.