Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Iblis dan Narasi Pembenaran

8 Februari 2021   10:28 Diperbarui: 8 Februari 2021   10:52 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: christianindex.org

Manusia beragama tidak asing lagi dengan kisah terusirnya Nabi Adam dan Hawa dari surga. Kisah itu merupakan kisah keagamaan yang menjadi titik balik manusia dalam hal ketaatan kepada Penciptanya. Kisah itu bersifat ilahiah (divine story) karena mengandung nilai ajaran ketuhanan bagi manusia.

Lazim diketahui bahwa terdapat dua kekuatan yang selamanya akan saling berhadapan; kebenaran (Tuhan) dan kesalahan (setan atau iblis). Dua kutub itulah yang menjadi medan perjuangan manusia selama hidupnya di dunia.

Awal mula kisah ini terjadi ketika Nabi Adam tergoda oleh bujuk rayu iblis untuk memakan buah keabadian (khuldi). Cerita ini terdapat di hampir semua naskah kitab suci agama langit (samawi) baik Islam, Nasrani atau Yahudi.

Di dalam Alquran, narasi cerita itu berbunyi:

Maka setan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan setan berkata, "Rabb kamu tidak melarangmu mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)." Dan dia  bersumpah kepada keduanya. "Sesungguhnya saya adalah termasuk orang yang memberi nasehat kepada kamu berdua." (QS. Al-A'raf: 21-22)

Dari penggalan ayat di atas, tulisan singkat ini mencoba menyarikan beberapa hal penting yang layak dijadikan pelajaran (ibrah) dan kebijaksanaan (hikmah). Meskipun demikian, tulisan ini bukanlah sebuah tafsir dari ayat Alquran. Ini hanyalah sekadar praktik tadabbur dan tafakkur terhadapnya.

Bisikan Pikiran Jahat

Pada dasarnya, naluri manusia itu bersifat positif dan baik. Dengan demikian, jika pikiran manusia selalu bersifat baik pada awalnya, maka ketika terbersit pikiran buruk atau jahat, pastilah ia berasal dari setan atau iblis.

Ini selaras dengan bunyi ayat di atas bahwa iblis "membisikkan pikiran jahat kepada keduanya" ketika berada di surga. Ini artinya, pikiran dan perbuatan Nabi Adam dan Hawa pada mulanya selalu baik dan taat kepada perintah Tuhannya sampai datang bisikan dari iblis.

Melalui pikiran jahat tulah keduanya menjadi "terpeleset" melakukan perbuatan pembangkangan atas perintah Tuhannya. Akibat dari hal ini adalah terusirnya mereka dari surga dan turun ke dunia ini.

Jika ditelusuri, setiap perbuatan buruk dan jahat manusia selalu didahului oleh bisikan pikiran. Pikiran kemudian mencari pembenaran. Setelah mendapatkan pembenaran maka berubahlah pikiran jahat tersebut menjadi tindakan.

Maka dari kasus ini, awal mula rangkaian perbuatan jahat selanjutnya setelah bisikan setan atau iblis adalah pembenaran. Pembenaran iblis terhadap bisikan pikiran jahatnya itulah yang menjadikan Nabi Adam meyakini bisikan iblis sebagai "kebenaran".

Sumpah Pembenaran

Pikiran dan bisikan jahat tidak akan bertahan lama dalam diri seseorang jika tidak ada pembenaran. Pembenaran diperlukan agar muncul keyakinan terhadap pikiran tersebut; "Dan dia (iblis) bersumpah kepada keduanya".

Iblis menggunakan (mencatut) nama Tuhan dengan menjadikannya sebagai dasar sumpah untuk membenarkan bisikannya kepada Nabi Adam. Sebagai seorang Nabi yang taat kepada Tuhannya, tentu saja Adam akan menuruti perintah yang mengatasnamakan Tuhan.

Hikmah dari peristiwa ini adalah Tuhan atau doktrin ajaran agama sering dan mudah dijadikan sebagai argumen oleh orang untuk membujuk orang lain melakukan tindakan yang dikehendakinya.

Sumpah iblis ini menjadi bukti historis bahwa pencatutan nama Tuhan dalam sumpah menjadi pola lama dalam mempengaruhi orang lain. Orang yang taat kepada Tuhan, sering kali kehilangan daya kritisnya ketika mendengar anjuran yang mengatasnamakan agama atau Tuhan.

Zaman sekarang juga demikian. Sering ditemui narasi-narasi yang menggunakan agama sebagai dasar argumen yang meyakinkan dalam menggerakkan peristiwa-peristiwa sosial. Nama Tuhan "dibajak" demi membenarkan ucapan dan tindakan.

Klaim Penasihat

Argumen strategis selanjutnya yang dilakukan iblis adalah mengklaim dirinya sebagai pemberi nasihat. Dia mengatakan bahwa "saya adalah termasuk orang yang memberi nasehat".

Kata nasihat sering dipahami orang sebagai ajakan kepada kebaikan dan kebenaran. Pemberi nasihat dengan demikian berarti sosok yang menganjurkan kepada kebenaran dan jalan Tuhan.

Nabi Adam terperdaya oleh klaim iblis bahwa ia adalah sosok pemberi nasihat. Kata "pemberi nasihat" memiliki banyak padanan kata. Padanan itu bisa ulama, ustaz, konsultan, pembimbing dan kata lain yang bermakna memberikan saran dan nasihat kebaikan.

Konsekuensinya, banyak orang yang menggunakan kata tersebut dengan tujuan menipu dan merugikan orang lain. Media massa sering memberitakan terjadinya kasus kejahatan yang dilakukan oleh orang yang mengklaim dirinya sebagai pemberi nasihat bahkan tokoh agama.

Dapat disimpulkan, bahwa iblis menggunakan tiga langkah strategis ketika menggoda Nabi Adam untuk membangkang kepada Tuhan. Iblis membisikkan pikiran jahat; iblis bersumpah atas nama Tuhan dan iblis mengklaim dirinya sebagai pemberi nasihat.

Sebagai keturunan Adam, maka kita harus waspada terhadap tiga strategi iblis demikian yang dilancarkan oleh orang lain agar terhindar dari tindakan kejahatan yang merugikan.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun