Viral dari ruang kantor Cukai di satu bandara, mampu memengaruhi kebijakan di pusat negara. Luar biasa kekuatan viral dan gerakan periferal ini. Isu-isu yang diusungnya pun tidak lagi sebatas isu-isu basi tentang pertarungan politik dan kekuasaan. Namun isu-isu kebudayaan, lingkungan, kemanusiaan sampai isu-isu musibah dan kecelakaan lalulintas.
Bermula dari sekedar keisengan jari-jemari, kini sudah mampu membuat guncangan di seantero negeri. Inilah opini yang dibawa oleh zaman informasi masa kini. Hampir sulit untuk bisa menyembunyikan diri dari "pengawasan" virtual yang matanya memelototi setiap gerak gerik rakyat dan penguasa. Mata yang hampir-hampir menjadi pengawas bagi kehidupan manusia.
Ancaman Eksistensi Diri
Presiden Jokowi satu waktu pernah mengatakan bahwa jangan sampai anak-anak kita dididik oleh HP. Ini bermakna bahwa satu benda di genggaman sudah beralih fungsi menjadi guru dan pendidik anak di masa datang jika tidak dikendalikan. Mentalitas dan sikap akan terbentuk dengan sendirinya setelah anak menjadikan perangkat tersebut sebagai "teman sejati" dalam hidupnya.
Seperti itulah yang dikhawatirkan oleh seorang ilmuwan sekelas Stephen Hawking ketika mengatakan bahwa manusia kini sedang terancam eksistensinya oleh  Artificial Intelligence (AI). Satu teknologi yang ironisnya merupakan hasil dari inovasi dan kreasi manusia itu sendiri. Hal yang aneh sebenarnya jika apa yang kita buat kemudian akan membuat manusia "sekarat" dari kemanusiaannya.
Tidak jarang kita mendapati adanya tindakan kriminal atau tindakan asusila yang disebabkan oleh pengaruh dari satu benda yang ada di genggaman  tersebut. Benda yang telah merampas dan mengambil alih rasionalitas, kritisisme dan humanisme kita sebagai manusia. Tidak hanya itu, melalui benda di genggaman itu, tingkat kepedulian sosial pun seolah ikut runtuh dan mengalami penurunan.
Masihkah manusia memiliki kesadaran sebagai manusia yang tidak dipengaruhi oleh beragam opini, tafsir, simbolisasi, viral dan seonggok benda di genggaman? Masihkan manusia mampu memunculkan jati diri kemanusiaannya dari dalam dirinya sendiri tanpa harus mengikuti opini, interpretasi dan model yang muncul dari benda di genggaman itu? Biarlah waktu yang akan memberikan jawabannya.
***