Mohon tunggu...
Mahatma Putra
Mahatma Putra Mohon Tunggu... -

.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hidup dan Jalan

23 September 2010   00:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:02 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Hidup mungkin sama dengan jalan-jalan Jakarta. Suatu saat aku pernah bertanya pada adikku, "Putri, kalau jalan itu adalah hidup, lebih baik kamu tinggal di jalan tol atau di jalan biasa seperti di luar sana?" Kebetulan saat itu kami sedang berkendara di jalan tol menuju Bandung.

Adikku menjawab, "Di jalan biasa-lah!"

Aku mengerti sekali jawabannya. Tanpa ia menyebutkan alasan sama sekali aku juga tidak akan pernah ragu untuk menjawab hal yang sama.

Berjalan di lajur bebas hambatan seperti 'mencurangi' hidup dengan berbagai macam alasan untuk menghindar dari berbagai macam masalah yang seharusnya dihadapi muka ke muka dalam hampir tiap saatnya.

Kadang jalan tol membuat segalanya lebih mudah. Kita terbebas dari sistem, bisa melaju sesukanya (kadang batas kecepatan maksimum dan minimum tidak pernah ada), berada di jalur yang notabene lebih luas dan disana tinggal sedikit sekali manusia. Tetapi tentu harus dengan beberapa bayaran di gerbangnya, entah bagaimana nasib mereka yang tidak mampu untuk membiayai diri mereka masuk ke dalam tol. Bahkan untuk masuk ke dalam tol pun anda harus punya mobil, tidak bisa jika anda memakai motor.

Saat berkendara mungkin manusia sedikit lebih dekat kepada Tuhan dan alam bawah sadarnya mungkin. Karena kadang saat sedang mabuk pun kita tetap bisa berkendara pulang bukan? Ini sama sekali bukan anjuran untuk menjadi seorang drunk-driver, tapi kadang manusia hampir mencapai saat trance mereka di jalan raya. Sepertinya banyak sekali pengandaian akan hidup yang bisa saya dapat hanya dari berkontemplasi di jalan raya.


Jalan raya dan hidup adalah sebuah tempat yang identik dengan perjalanan. Manusia yang bergerombol begitu banyak berjalan masing-masing untuk suatu tujuan. Ada yang jauh sekali, ada yang dekat sekali, ada yang jalurnya rusak, ada yang terburu-buru, ada yang santai, ada yang mogok, ada yang membantu orang mogok dan tertimpa kecelakaan tanpa mengharap imbalan, ada yang sebaliknya, dan seterusnya.

Sistem jalan raya juga adalah sebuah sistem yang manusia -terutama manusia Jakarta- coba buat dengan seapik mungkin, mencoba meyenangkan semua pihak, biarpun kadang lampu merah dari sisi barat lebih lama tigapuluh detik dari lampu merah di selatan, padahal jumlah mobil yang ada di kedua sisi berbanding terbalik dengan lama waktu lampu hijau menyala.

Suatu kali ada seorang istimewa sedang bersamaku, kami berpikir dan berbincang lama, "Sistem itu jahat sekali ya!" Mungkin. Sistem jalan raya di Jakarta dan sistem bermasyarakat di dunia sepertinya akan selalu mendapat kritik dan saran untuk diperbaiki. Banyak orang berbincang membicarakan kebobrokan sistem tersebut, kadang memaki, bahkan tidak jarang saling adu jotos. Tapi jarang yang sadar untuk berusaha menyadari bagaimana keadaan akan jauh lebih buruk tanpa sistem. Paradoks sistem yang luar biasa.

Wacana perbaikan sistem kadang berubah menjadi realisasi nyata. Kadang. Tapi lebih sering mereka para pengkritik sistem hanya duduk diam dan tidak sadar bahwa mereka sendiri menjadi oknum yang telah merusak sistem dengan mengendarai kendaraan pribadi baik mobil maupun motor, sementara angkutan umum semakin melompong. Prestise memang segalanya di jalan raya. Di hidup manusia.

Pemberian hak istimewa bagi beberapa kalangan untuk berada di atas sistem tidak jarang didapat oleh mereka yang mempunyai kedudukan dan jabatan. Mudahnya untuk menerobos jalur 'macet' saat ada uang dan kawalan dari para aparat penegak hukum di depan dan belakang mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun