FKDM hanyalah salah satu contoh. Hari ini, publik marah dan kecewa karena proses seleksi yang dinilai tak transparan. Namun lebih penting dari itu, kita perlu bertanya: apakah kita sudah benar-benar membangun budaya organisasi yang menempatkan etika di atas kepentingan sesaat?
Karena jika tidak, maka yang kita rawat hanyalah konflik, kecurigaan, dan kegaduhan.
Penutup: Ruh yang Harus Dihidupkan Kembali
Di akhir tulisan ini, saya ingin mengajak semua pihak untuk kembali kepada niat awal pendirian FKDM: menjadi forum kewaspadaan dini berbasis kesadaran moral dan spiritual, bukan forum titipan kepentingan.
Kita memerlukan panitia seleksi yang jujur, proses yang transparan, dan anggota yang berani berkata benar meski tidak populer. Inilah yang akan membuat FKDM relevan, dipercaya, dan benar-benar menjadi alat deteksi dini bagi perdamaian dan keharmonisan sosial Jakarta.
Karena sejatinya, ruh kewaspadaan bukan datang dari regulasi, melainkan dari hati yang tulus menjaga kepentingan bersama.
[]
Catatan penulis:
Semoga semua itu hanya isu! Supaya tak ada yang bersumpah serapah: asu!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI