Mohon tunggu...
Maharani Danti
Maharani Danti Mohon Tunggu... pelajar SMA

saya memiliki hobi membaca dan sedikit menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ketika Ilmu disalahgunakan : Kritik atas Praktik Stem Cell Ilegal oleh Akademisi

7 Oktober 2025   19:03 Diperbarui: 7 Oktober 2025   19:03 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kasus yang menggemparkan masyarakat --- seorang dokter hewan berstatus dosen di UGM ditetapkan sebagai tersangka atas praktik terapi berbasis stem cell (turunan sel punca / sekretom) ilegal --- menyuguhkan sejumlah persoalan mendasar yang patut menjadi renungan bersama.

1. Kredibilitas akademik dan kepercayaan publik

Akademisi --- terutama dosen perguruan tinggi negeri bergengsi seperti UGM --- umumnya dianggap sebagai penjaga integritas ilmiah. Ketika salah satu di antaranya terlibat praktik ilegal, tidak saja reputasi individu yang dirusak, tetapi kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan dan penelitian juga ikut tergerus. Meski UGM telah menyatakan bahwa sang dosen "tidak menggunakan fasilitas kampus untuk produksi ilegal" dan "praktik di luar pengawasan kampus menjadi tanggung jawab pribadi," publik tetap wajar bertanya: bagaimanakah mekanisme pengawasan internal institusi agar kasus semacam ini tidak merembet?

2. Batasan kewenangan profesi: dokter hewan dan  manusia

Kasus ini mengingatkan kita pada etika profesi dan batas kewenangan praktik. Seorang dokter hewan memiliki kompetensi merawat hewan, bukan manusia. Menjalankan terapi pada manusia---apalagi dengan bahan yang belum memperoleh izin edar dan regulasi---merupakan pelanggaran serius terhadap tatanan kesehatan. Bahwa pasien dari pelbagai daerah (termasuk luar Pulau Jawa) datang ke sarana tersebut menunjukkan adanya "pasar gelap" pengobatan eksperimental --- dan ini semestinya menjadi perhatian keras aparat regulasi kesehatan.

3. Regulasi dan penegakan hukum yang rentan dilanggar

Menurut pemberitaan, praktik produksi sekretom ilegal ini dilakukan tanpa izin edar dari BPOM, dan terindikasi melanggar UndangUndang Kesehatan (UU 17/2023). (detikcom) Nilai barang bukti bahkan mencapai Rp230 miliar. (detikcom) Ini menunjukkan bahwa potensi keuntungan finansial menjadi motivator kuat. Jika regulasi dan penegakan hukum tidak diperkuat, kasus serupa berpotensi muncul berulang.

Negara memiliki tugas mutlak untuk menjamin keamanan, khasiat, dan mutu produk kesehatan. Praktik "terapi alternatif ilegal" yang menggunakan bahan eksperimental tanpa uji klinis memadai adalah ancaman bagi keselamatan pasien --- potensi efek samping, infeksi, reaksi imunologis, atau bahkan kematian bisa muncul. Dalam konteks ini, penegakan sanksi pidana --- hingga penjara atau denda besar --- bukan hanya sebagai deterrent (pencegah), melainkan perlindungan masyarakat.

4. Perlunya literasi dan kewaspadaan publik

Tak kalah penting, masyarakat perlu memiliki literasi tentang riset dan produk kesehatan. Janji "stem cell bisa menyembuhkan segala penyakit" sering dieksploitasi oleh oknum tak bertanggung jawab. Ketika pasien mencari harapan, mereka rentan menjadi korban klaim berlebihan atau "praktik medis gelap." Edukasi tentang perbedaan antara terapi teruji secara klinis dan terapi eksperimental ilegal harus digencarkan --- oleh pemerintah, regulator, kampus, media, dan organisasi profesi medis.

5. Tanggung jawab institusi pendidikan dan penelitian

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun