Mohon tunggu...
Maharani TinaAmalia
Maharani TinaAmalia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Aktif

Mahasiswa Ilmu Pemerintahan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Penurunan Indeks Demokrasi Indonesia

17 April 2021   05:14 Diperbarui: 17 April 2021   05:15 754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Itulah yang selalu bergema ketika mendengar kata demokrasi. Sedikit menengok pada Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi "Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar", maka dapat disepakati bahwa Indonesia adalah negara demokrasi. 

Secara etimologis demokrasi sendiri berasal dari bahasa Yunani yaitu demos yang berarti rakyat dan kratos yang berarti pemerintahan. Sedangkan menurut Aristoteles pengertian demokrasi dapat diartikan sebagai bentuk dari kebebasan setiap warga negara untuk saling berbagi kekuasaan. 

Sehingga pada intinya demokrasi merupakan rentetan mekanisme pada pemerintahan yang secara tidak langsung kedaulatan dan kekuasaannya berada di tangan rakyat.

Berbicara tentang demokrasi di Indonesia sudah pasti tidak jauh dari sejarah dan latar belakangnya. Melalui perjuangan yang panjang tokoh bangsa telah menyusun berbagai rancangan dasar dan ideologi terbaik untuk Indonesia. 

Alhasil lahirlah UUD 1945 sebagai konstitusi negara sedangkan pancasila sebagai dasar atau ideologi bangsa yang mana erat kaitannya dengan rakyat Indonesia. 

Meninjau dari 5 butir sila yang terkandung di pancasila, diharapkan nilai luhur dan norma di dalamnya menjadikan rakyat Indonesia menjadi pribadi yang berkarakter, berpedoman, dan bertujuan yang jelas. 

Pancasila tidak hanya diakui di dalam negeri sebagai landasan pemersatu bangsa tetapi juga telah diakui oleh mata dunia. Hal ini dibuktikan oleh pendapat Profesor Thomas Meyer dalam diskusi bertema Relevance Politics in Indonesia and Experiences in Europe yang menyatakan bahwa ideologi Pancasila adalah ideologi yang paling cocok di abad ke-21 karena dinilai lebih baik daripada neoliberalisme dan fundamentalisme. Apabila dilihat dari berbagai keunggulannya di segala aspek, maka tidak menutup kemungkinan jika pancasila sendiri dijadikan sebagai pondasi utama di dalam pergerakan roda pemerintahan Indonesia. Oleh karena itu, tidak heran jika demokrasi di Indonesia dikenal sebagai demokrasi pancasila.

Demokrasi pancasila merupakan salah satu bentuk demokrasi yang langka sebab keberadaannya hanya dapat ditemukan di Indonesia. Keberadaan demokrasi pancasila dapat dipastikan sangat jauh berbeda dengan demokrasi yeng berkembang di luar negeri. Jika dibandingkan dengan Indonesia, model demokrasi di luar negeri cenderung bersifat kuantitatif, artinya yang banyak, yang menang. Tentu jauh berbeda dengan demokrasi pancasila yang memprioritaskan sifat kualitatif, yakni tentang pentingnya kebersamaan, keadilan, dan permusyawaratan. Menurut Darmihardjo (Budiyanto, 2005: 54), demokrasi pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia, yang perwujudannya adalah seperti dalam ketentuan - ketentuan Pembukaan UUD 1945. Dalam artian lain, demokrasi pancasila merupakan produk demokrasi di Indonesia dengan berpedoman atau berkiblat pada pancasila sebagai dasar negara dan regulasinya disesuaikan dengan UUD 1945 sebagai konstitusi negara. Dengan demikian jelas sudah intisari demokrasi pancasila yang merujuk pada identitas bangsa, tidak hanya semata-mata mementingkan kepentingan individu saja, tetapi juga mengedapankan kebersamaan, bukan hanya bersifat kuantitatif (majority) melainkan pula kualitatif (kebijaksanaan-wisdom).

Demokrasi pancasila dapat dikatakan sebagai wujud dari sarana atau alat untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Erat hubungannya dengan Hak Asasi Manusia (HAM), demokrasi pancasila sangat dipengaruhi oleh konsep manusia itu sendiri. Dimana rakyat dan pemerintahan / negara menempati posisi sebagai subjek yang saling berhadap-hadapan dan berpengaruh satu sama lain. Peran dari kedua belah pihak saling relevan untuk menjalankan efektivitas dan produktivitas demi mencapai tujuan yang diinginkan. Tingkat keberhasilan demokrasi setiap negara pasti memiliki pencapaian yang berbeda -- beda. Oleh karena itu, muncullah sebuah indeks yang disusun oleh Economist Intelligence Unit (EIU) yang bertujuan untuk mengukur keadaan demokrasi di 167 negara, termasuk Indonesia.


Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) adalah sebuah alat ukur yang oleh penyusun program ini disebut sebagai country spesific, yakni sebuah model pengukuran yang dibangun berdasarkan latar belakang perkembangan sosial politik di Indonesia (Rauf et al. 2014: 5). Capaian dan penyusunan program perencanaan serta keberhasilan dalam pembangunan politik menjadi indikator yang sangat penting. Pembangunan demokrasi dan politik memerlukan data sebagai landasan pengambilan kebijakan serta perumusan strategi untuk menjalankan rencana kedepan. Merujuk pada hal tersebut sejak tahun 2009 pemerintah mulai merumuskan pengukuran Indeks Demokrasi Indonesia (IDI). Dalam pelaksanaannya, terdapat 3 aspek penting, meliputi Kebebasan Sipil (Civil Liberty); Hak - Hak Politik (Political Right); dan Lembaga -- Lembaga Demokrasi (Institution of Democracy). Dari ketiga aspek tersebut, terkandung pula 11 variabel yakni : (I)Kebebasan berpendapat, (II)Kebebasan berkumpul dan berserikat, (III)Kebebasan berkeyakinan, (IV)Kebebasan dari diskriminasi, (V)Hal memilih dan dipilih, (VI)Partisipasi politik dalam pengambilan keputusan dan pengawasan, (VII)Pemilu yang bebas dan adil, (VIII)Peran DPRD, (IX)Peran partai politik, (X)Peran birokrasi pemerintah daerah, (XI)Peran peradilan yang independen. Berbagai aspek dan variabel tersebut kemudian diimplementasikan atau dijalankan pengukurannya pada tiap-tiap provinsi di Indonesia. Dan pada akhirnya, akumulasi data dari tiap provinsi tadi dapat menjadi tinjauan seberapa besar capaian pembangunan demokrasi di Indonesia secara keseluruhan.
Alih -- alih membahas tentang demokrasi di Indonesia, EIU mengakui bahwa secara universal demokrasi di dunia menurun apalagi sejak pandemi covid-19. Indeks demokrasi dunia pada tahun ini berada pada 5,37, yang artinya menurun dari sebelumnya pada angka 5,44. Hal ini mengkhawatirkan sebab menjadi sejarah baru yaitu catatan terendah pada EIU sejak ia melaporkan data tahunannya pada tahun 2006. Secara terang-terangan, EIU tertuju pada kondisi indeks demokrasi Amerika Serikat. Penurunan secara drastis ini dapat dilihat dari peringkat indeks demokrasi Amerika Serikat yang berada pada urutan ke 25 dunia dengan skor 7,29. Politisasi pandemi covid-19, kebrutalan dan ketidakadilan aparat kepolisian, sampai dengan perselisihan pilpres akhir tahun lalu menjadi faktor menurunnya legitimasi pemerintah di Amerika Serikat ini. Oleh sebab itu, faktor -- faktor tersebut disinyalir menjadi akar peningkatan ancaman kebebasan berekspresi masyarakat sehingga demokrasi di Amerika Serikat mengalami penurunan.
Sama halnya dengan Amerika Serikat, Indeks Demokrasi Indonesia mengalami penurunan tetapi masih berada pada peringkat yang sama yaitu pada urutan ke-64 dunia. Bukan tanpa sebab, ada beberapa hal yang menarik dan dianggap sebagai faktor menurunnya Indeks Demokrasi Indonesia (IDI). Pertama, munculnya berbagai kebijakan maupun Rancangan Undang-Undang (RUU) yang dibahas secara diam-diam dan dianggap cenderung tergesa-gesa dalam pengesahannya, membuat masyarakat kecewa sekaligus marah karena pemerintah dianggap telah bersikap oligarki sehingga muncul aksi demonstrasi di berbagai daerah yang menimbulkan kekacauan. Kedua, kepercayaan masyarakat makin menurun terhadap pemerintah akibat beredarnya berita hoax, semakin jelasnya ketidaktransparan pemerintah, serta munculnya indikasi penguasaan media yang didominasi oleh pemerintah (media mulai tidak netral). Ketiga, perilaku menyimpang seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme menjadi hal yang biasa dilakukan dan menjalar di tubuh pemerintah, sebaliknya lembaga anti-korupsi maupun kehakiman dilemahkan keberadaannya. Keempat, semakin terbatasnya ruang berpendapat akibat sikap pemerintah yang mudah menangkap pengkritik dengan dalih bahwa sang pengkritik dianggap sebagai penyebar hoax, padahal faktanya keberanan tersebut sedang ditutupi perlahan-lahan. Selain itu, pengalihan isu yang sering terjadi di Indonesia sering dilakukan dengan menimbun berita perpolitikan dengan berita lain, padahal isu politik yang sedang ramai diperbincangkan belum selesai dibahas atau belum ditemukan titik terangnya, sehingga pemerintah berekspetasi agar masyarakat melupakan isu tersebut. Kelima, ketidaktegasan aparat dan ketimpangan hukum antara penguasa dengan rakyat jelata terlihat jelas. Hal ini dibuktikan dengan fasilitas yang dinikmati oleh penjara elit politik dan masyarakat biasa nampak sangat berbeda. Seperti yang terjadi di penjara Sukamiskin, Provinsi Jawa Barat, dimana para sipir penjara menyediakan perlengkapan mewah berupa ruangan kamar ber-ac, televisi, kulkas, dan kamar mandi pribadi. Kelima, fenomena politik identitas dan konflik yang akhir-akhir ini terjadi di wilayah Papua yakni ketegangan antara pendududk asli Papua dengan penduduk pendatang, juga termasuk ke dalam salah satu indikator yang berperan penting terjadinya penurunan Indeks Demokrai Indonesia. Menurut data yang dirilis oleh EIU, skor penurunan Indeks Demokrasi Indonesia berada pada angka 6,48, kemudian turun menuju 6,3. Hal ini tercatat sebagai perolehan angka terendah dalam kurun waktu 14 tahun terakhir. Maka dari itu, tidak heran jika masyarakat indonesia sendiri melabeli negaranya sendiri sebagai negara yang berdemokrasi cacat.

Menurunnya Indeks Demokrasi Indonesia menjadi momok menakutkan bagi pemerintah sekaligus masyarakat Indonesia apalagi di tengah pandemi Covid-19. Meskipun akhir-akhir ini pemerintah mengkonfirmasi bahwa kasus positif Covid-19 di Indonesia mulai menurun, tetap saja penurunan angka Indeks Demokrasi Indonesia harus selalu diperhatikan. Karena apabila dikaitkan dengan laporan EIU dengan riset milik Transparency International (TI), biasanya pelemahan demokrasi akan berbanding lurus dengan makin melonjaknya angka korupsi di suatu negara. Bahkan hal tersebut sudah terjadi selama setahun pandemi yang dibuktikan pada Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2020 yang disusun TI, bahwa gerakan anti-korupsi di Indonesia mengalami kemunduran yang luar biasa. Hal ini tentunya akan sangat mempengaruhi kinerja pemerintah dalam proses penanganan covid-19 di Indonesia. Akibatnya, respon pemerintah menjadi terkesan lamban dan tidak cekatan dalam menghadapi situasi darurat ini.
Indeks Demokrasi Indonesia yang menurun dapat pula menjadi tamparan keras bagi pemerintah pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Sebab seperti yang dibicarakan di awal, bahwa demokrasi Indonesia berpedoman pada pancasila. Secara tidak langsung jika demokrasi mengalami kemunduran maka nilai-nilai pancasila juga turut memudar. Dalam makna lain, bukan hanya sekedar kekuasaan atau pemerintahan yang berimplikasi mengalami kemrosotan tetapi juga moral serta norma dalam masyarakat pun ikut terdegradasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun