Mohon tunggu...
Mahansa Sinulingga
Mahansa Sinulingga Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis yang tinggal di Bekasi dan bekerja di Jakarta.

Ikuti saya di blog mahansa.wordpress.com dan Twitter @mahansa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Agar Tidak Menunda-nunda, Jadikan Menulis Sebagai Kebiasaan

6 November 2015   08:16 Diperbarui: 7 November 2015   17:51 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Jangan berhenti menulis karena merasa ide kurang bagus. (sumber foto: pixabay.com)"][/caption]Berapa banyak Kompasianer yang berkutat dengan masalah menunda-nunda atau bahasa kerennya procrastination? Ini penyakit banyak orang, terutama dialami banyak penulis, terlebih lagi mereka yang mau mulai menulis atau jadi bloger.

Saat saya kuliah di Unpad dulu, ada mata kuliah tertentu di mana kita diberikan tugas menulis. Tugas itu dikumpulkan pada minggu berikutnya. Saya kebetulan nge-kos bersama sejumlah teman sekelas. Selama beberapa hari, biasanya belum ada yang mulai membuat laporan tersebut. Jangankan membuat, terpikir pun tidak. Baru pada H-1 sebelum tugas dikumpulkan, ada teman yang mulai ribut, tapi belum juga membuatnya. Biasanya, siang atau menjelang malam, saya merasa harus sudah mulai menulis dan malamnya dengan susah-payah akhirnya selesai—walaupun harus diakui, hasilnya minimalis. Yang penting saya selesai dan pada waktunya bisa mengumpulkan tugas.

Teman-teman saya ada yang mulai “berjuang” membuat laporan pada malam hari. Mereka masih terus berkutat dengan mesin tik hingga lewat tengah malam, ketika saya akhirnya berangkat tidur. Pagi harinya, saya biasanya menemukan mereka tertidur di samping mesin tik. Ketika ditanya apakah tugasnya selesai, dengan mata merah akibat kurang tidur mereka menjawab, “Belum dong!....” Lho, kok bangga? Hahahaha.

Perlu saya sampaikan, teman-teman saya ini bukannya tidak bisa menulis. Rata-rata mereka jagoan di kelompok diskusi dan bacaannya juga berat-berat. Justru, yang menjadi penyakit yaitu mereka merasa ide yang hendak ditulis masih kurang brilian. Mereka ini, entah biar dianggap heroik atau memang malas, berkata, “Lebih baik mati untuk ide-ide yang hidup ketimbang hidup dengan ide-ide yang mati.” Alamak.

Menurut sejumlah sumber, penyebab utama kebiasaan menunda-nunda yaitu perasaan takut dan khawatir. Takut gagal, takut hasilnya kurang baik, khawatir pembaca akan menilai jelek, khawatir respons pembaca tidak sesuai harapan, dan masih banyak lagi. Memang, itulah yang terjadi dengan teman-teman yang aku ceritakan di atas. Akhirnya mereka gagal bukan karena mereka tidak mampu, tetapi akibat terlalu banyak penghalang yang membuat mereka akhirnya tidak bisa menulis.

Keinginan untuk menjadi sempurna memang baik. Malah, seharusnya kita selalu berusaha untuk mencapai kesempurnaan. Tapi, hal itu akan jadi malapetaka kalau dijadikan alasan menunda-nunda. Bagi saya, lebih baik membuat sesuatu yang kurang sempurna terlebih dahulu. Toh, nanti dapat diperbaiki kemudian. Yang penting, momentumnya tidak lewat.

Faktanya, kesempurnaan tidak mungkin dicapai dalam sekejap. Katanya, practice makes perfect. Untuk mencapai kesempurnaan harus dilatih berulang-ulang. Sprinter Usain Bolt boleh jadi hanya membutuhkan waktu 9,58 detik untuk menjadi juara dan mencatatkan dirinya sebagai manusia tercepat di dunia. Namun, untuk mencapai sesuatu yang “hanya” kurang dari 10 detik itu ia harus menjalani latihan berat berjam-jam setiap hari.

Usain Bolt mungkin contoh ekstrem, tapi intinya dibutuhkan konsistensi agar mencapai hasil yang bagus. Tidak terkecuali dalam menulis.

Tentang kebiasaan menunda-nunda, Carol Tice punya pendapat menarik. Menurut dia, sebenarnya tidak ada orang yang menunda-nunda. Apa yang dilakukan setiap orang yaitu memilih. Dalam kasus penulis yang “menunda-nunda”, mereka memilih untuk tidak menulis. Mereka memilih untuk mengerjakan hal lain, entah itu blogwalking, stalker-in seseorang, menyimak gosip terbaru, dan masih banyak lagi kegiatan tak berguna yang menghabiskan waktu produktif.

Yang menentukan yaitu apa yang kita pilih untuk dilakukan pada saat ini. Dibutuhkan komitmen dan kemauan, bukan alasan atau pembelaan. Jika Anda serius untuk menulis, sediakan waktu untuk itu dan disiplinkan diri untuk menulis.

Jadikan menulis sebagai kebiasaan. Masukkan menulis ke dalam jadwal kegiatan Anda sehari-hari. Tidak perlu terlalu ambisius, yang penting rutin. Saya senang dengan perumpamaan belajar naik sepeda. Awalnya memang sulit, tapi kalau kita terus mencoba, pada suatu titik kita menjadi bisa naik sepeda dan hal itu terasa begitu mudah sehingga kita lupa semua kesusahan saat belajar. Begitu pun dengan menulis, teruslah berlatih sehingga nanti menulis menjadi kebiasaan dan dapat dilakukan semudah menghirup udara saat bernapas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun