Ada sebuah filsafat kehidupan yang bisa kita temukan di tumpukan sampah,yang teronggok di salah satu rumah tua di Jalan Dr Wahidin, Kecamatan Klojen, Kota Malang. Di rumah ini seorang satria hidup layaknya manusia biasa. Banyak misteri yang menarik publik untuk mengenalnya,mungkin malaikatpun heran,” apa yang terjadi dengan penduduk bumi yang satu ini , kejujuranya kenapa menjadi liputan heboh di semua media di bumi . Pesona daya tarik yang dimiliki penghuni ini sebetulnya tidak ada, kalau kejujuran masih menjadi fitrah manusia. Mungkin karena,dunia ini yang sudah lapuk dimakan usia.Jamanpun berubah sehingga kejujuran menguap kembali ke langit ,menjadi langka dibumi.Jadilah kejujuran hanya tinggal kenangan,menjadi tontonan bukan lagi tuntunan .
Sang pencerah itu bernama Seladi ,iapun lebih bangga dengan dirinya yang menjadi seorang anggota satuan Kepolisian sekaligus sebagai pemulung sampah pekerjaan sambilannya.Sebuah kontradiksi kehidupan, tapi itulah Seladi. “Sela- selane dadi” sebuah pembelaan diri yang menjadi prinsip hidupnya , di sela sela waktunya bikin apapun jadi yang penting halal biarpun jadi polisi nyambi menjadi pemulungpun tak soal.
Bripka Seladi menempati gudang sampah di Jalan Dr Wahidin, Kecamatan Klojen, Kota Malang. Secara strategis,gudang tersebut tidak terlalu jauh,karena masih berada di jalan yang sama dengan kantor tempat ia berdinas, menjadi polisi, bertugas di tempat yang basah. Yaitu pada bagian urusan SIM Kantor Satuan Penyelenggara Administrasi (Satpas) Polres Malang Kota yang berada di Jalan Dr Wahidin.Umumnya orang akan menyangka bekerja ditempat yang basah,kenapa masih harus mau repot bersusah susah menjadi pemulung.
Gudang sampah yang menjadi tempatnya beraktivitas sepulang bekerja,hanya berjarak sekitar 100 meter dari kantornya. Bangunan ini, Jika dilihat dari luar, tidak terlihat tumpukan sampah tidak ada tanda tanda tempat ini merupakan pengepul sampah pada umumnya,karena halaman depan bangunan itu juga selalu terlihat rapi dan bersih. Paling hanya jika kita mencoba merengsek masuk ke lokasi dalam bangunan ini,ciri bau sampah pada umumnya masih tercium,namun sudah tidak terlalu tajam seperti gudang sampah lainnya. Karena sampah disini sudah sedemikian bersih .Bangunan rumah itu minim tampak gelap karena minim penerangan.banyak tumpukan sampah yang terbungkus ratusan kantong sampah plastik berwarna hitam menggunung terlihat disana sini .
Untuk menuju lokasi ruang Seladi yang biasa tempat ia bekerja selepas pulang kantor.Kita harus berjalan menyusuri lorong gelap sempit untuk menuju salah satu ruangan di bagian belakang bangunan itu.Berbeda dengan ruangan lainnya ruangan ini terlihat terang karena atapnya terbuka . Di sinilah , Seladi "berdinas" ketika tidak bertugas di kesatuannya. Kesehariannya telaten memilah sampah ia menjadi "Tukang rongsokan," ujarnya terkekeh,ketika ditemui wartawan yang terkagum dengan pribadinya.
Besarnya penghasilan tambahan dari sampah ini menurut Seladi tidak banyak. Kalau dipukul rata harian pendapatan berkisar Rp 25.000-Rp 50.000 per hari namun biasanya terkumpul seminggu sekali setelah sampah terjual."Yang penting halal, ikhlas, dan terus ikhtiar dalam melakoninya. Tidak usah peduli omongan orang. Saya tahu, pasti ada yang mencibir. Kalau ada yang begitu akan saya jawab, 'Saya bisa menjadi seperti kamu, tetapi apa kamu bisa seperti saya?'," katanya.Ia mengaku tidak minder ataupun rendah diri meskipun setiap hari berkutat dengan sampah. Ia juga tidak jijik memilah aneka sampah. Ia juga mengaku tidak pernah menderita sakit serius meskipun mencium bau sampah menyengat setiap hari.
Pertanyaannya,kenapa Seladi mau melakukan ini,Ia menegaskan, dirinya tidak mau tergiur meskipun berdinas di lahan yang selama ini dikenal sebagai lahan "basah" di institusi kepolisian. Seladi mengaku tidak mau menerima pemberian orang dengan tujuan tertentu dalam pengurusan SIM. Kalaupun ada yang memberi di rumah, kata Seladi, ia meminta sang anak mengembalikan pemberian itu. Inilah yang kita harus ikuti,prinsip hidupnya itu ia ajarkan kepada sang anak. Lulusan SMEA di Malang itu mengajari anaknya, Rizal Dimas (21), etos kerja keras, halal, dan tanpa perasaan minder.
Setiap hari, sang anak membantunya memilah sampah. Lulusan D-2 Informartika Universitas Negeri Malang (UM) itu juga tidak jijik memilah sampah."Saya tidak minder memiliki ayah yang polisi, tetapi juga tukang rongsokan. Ini pekerjaan halal. Saya malah bangga karena ayah mengajari tentang kerja jujur," katanya. Ketika masih ada anggapan miring tentang polisi, Rizal berani menyodorkan bahwa sang ayah merupakan polisi yang patut dicontoh. Ia tampak tegar,bersahaja,itulah kehidupan Seladi potret seorang polisi sekaligus pemulung dan pemilah sampah. Seladi menegaskan, pekerjaan sampingannya menggeluti "bisnis" sampah tidak membuatnya menelantarkan pekerjaan utamanya. Ia memilah sampah di luar jam dinas.
Andaikan Seladi menjadi Panglima Tinggi Polri ,barangkali sudah menjadi incaran Jokowi karena dipandang cocok dengan visi kebersahajaan yang menjadi prinsipnya.Tentu akan membuat senang Jokowi,tidak akan repot lagi menyeleksinya,tidak ada yang perlu disangsikan lagi,tidak ada kaitan politik balas jasa apapun.Sehingga pilihannya tidak mungkin dianulir,tidak sampai menjadi polemik,menghebohkan,menguras energi.Tidak akan muncul misteri rekening gendut,bagaimana rekening Seladi akan gendut,uang gajianpun sudah diantri biaya kuliah anaknya,hidupnya pas pasan..
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI