'The Princess‘s Gambit' bukan kisah cinta manis ala pangeran-putri biasa. Ini adalah medan perang psikologis, penuh darah, dendam, dan strategi catur kehidupan.
Drama china ini bukan hanya menampilkan kostum cantik atau istana megah. Ia menyuguhkan tragedi yang menyayat hati sekaligus kecerdikan yang membuat kagum. Tidak heran serial yang sudah tayang di Netflix ini langsung naik ke puncak trending, meski sempat tergeser, tetap saja para penonton tidak bisa berhenti membicarakannya.
Kisah yang Menggigit Sejak Episode Awal
'The Princess‘s Gambit' bercerita tentang putri negeri utara, Jiang Taohua (diperankan oleh Meng Ziyi), yang rela menjadi pion politik demi menyelamatkan adiknya. Ia dikirim untuk heqin, pernikahan politik lintas negara, ke negara Daqi. Namun bukannya damai, ia terjerat pusaran konspirasi mematikan.
Awalnya, Taohua dijodohkan dengan pangeran keempat, Mu Wuxia (Bian Cheng), namun rencana berantakan karena ia dijebak seolah berselingkuh dengan menteri kuat dan ambisius, Shen Zaiye (Liu Xueyi). Mereka “tertangkap basah” di kamar, memaksa Taohua menikah sebagai selir rendah, dan membuka seribu konflik berdarah.
Itu bukan hanya penghinaan. Itu adalah vonis mati perlahan. Karena Taohua dipaksa masuk ke sarang harimau. Shen Zaiye bukan pria romantis. Ia adalah tokoh politik kejam yang pandai menipu, membunuh, dan merencanakan konspirasi. Tapi yang membuat drama ini adiktif adalah mereka berdua sama cerdasnya.
Antara Sayang dan Maut
Di atas kertas, Taohua adalah pengantin baru Shen Zaiye, tapi pria itu tidak pernah berniat membangun rumah tangga. Ia hanya ingin menjadikan Taohua umpan. Dalam salah satu adegan paling menegangkan, ia mengajaknya “pelesiran ke vila di pinggir kota,” padahal itu perangkap maut.
Shen Zaiye sudah merencanakan racikan mematikan, memberi Taohua teh jujube dan kue kepiting yang secara teori herbal bertabrakan di perut, membuat dia lemas dan sakit parah. Ketika dia kesakitan, para pembunuh bayaran akan datang “membantunya mati.” Kematian itu akan dijadikan dalih untuk memfitnah musuh politiknya.
Bayangkan ketegangan di adegan itu, di mana kuda berhenti, pintu gerbang vila berderit, Shen Zaiye tersenyum lembut tapi matanya sedingin salju. Taohua tahu ada yang tidak beres. Ia pura-pura meminum, pura-pura kesakitan, lalu menunggu momen untuk kabur. Tapi malam gelap. Jalan licin. Pedang berkilat.