Mohon tunggu...
Maesaroh
Maesaroh Mohon Tunggu... Penulis lepas

Penulis Lepas:NapasKata Pendamping Pendidikan anak "Menangkap Sinyal Fitrah anak" S1 Jurnalistik UIN Jkt S2 Komunikasi UIN Bdg

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menumbuhkan Sikap Religius Pada Anak

27 September 2025   07:10 Diperbarui: 27 September 2025   07:08 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mmen Kebersamaan Keluarga (dok Pribadi)
Mmen Kebersamaan Keluarga (dok Pribadi)

Belajar sering kita bayangkan identik dengan duduk di bangku kelas, pena di tangan, dan telinga fokus pada penjelasan guru atau dosen. Itulah gambaran umum yang melekat dalam benak kita. Padahal, sejatinya belajar bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Terutama bagi para ibu, anak-anak sering menjadi sumber pelajaran yang luar biasa. Dari cara mereka melihat dunia, bertanya dengan polos, hingga meniru setiap kebiasaan kecil, tersimpan banyak hikmah yang bisa kita renungkan jika kita mau peka membaca situasi dan membuka hati.

Di zaman modern seperti sekarang, akses terhadap ilmu begitu terbuka lebar. Internet, buku, komunitas belajar, hingga kajian daring menghadirkan kesempatan bagi siapa saja yang ingin terus berkembang. Yang terpenting adalah ada rasa ingin tahu dan keinginan untuk mencoba. Saat kita bertanya tentang pola asuh yang tepat, kita bisa menemukannya melalui pencarian singkat di dunia maya atau mengikuti kajian parenting. Namun, menguasai teori saja tidak cukup. Belajar juga berarti berlatih, mencoba, bahkan bertanya kepada mereka yang lebih berpengalaman. Sebab, pengalaman seringkali menjadi guru terbaik yang memberi pelajaran nyata.

Sayangnya, masih banyak orang tua yang beranggapan bahwa anak belum waktunya memahami hal-hal besar. Padahal, setiap anak sejak lahir telah membawa potensi fitrah yang luar biasa: fitrah iman, fitrah belajar, fitrah bakat, fitrah perkembangan dan kemandirian, fitrah seksualitas, fitrah jasmani, fitrah individualitas, hingga fitrah bahasa. Jika sejak lahir anak sudah memiliki fitrah keimanan, maka tugas orang tua adalah menuntunnya agar semakin dekat dengan Tuhannya, Allah SWT.

Seringkali orang tua berharap anaknya tumbuh menjadi pribadi yang baik, patuh, dan santun. Namun sebelum menuntut itu semua, refleksi justru perlu dimulai dari diri kita sendiri. Apakah kita sudah memberi teladan yang benar? Apakah kita sudah menuntun mereka kepada kebaikan dengan konsisten? Anak adalah peniru ulung, dan apa yang mereka lihat setiap hari akan membentuk siapa diri mereka di masa depan.

Fenomena yang kita saksikan hari ini begitu memprihatinkan. Tidak sedikit anak yang terjerat dalam kasus kriminal, narkoba, hingga kekerasan. Pertanyaan yang muncul adalah, bagaimana ini bisa terjadi, dan siapa yang seharusnya mengambil tanggung jawab? Jawabannya kembali lagi pada fitrah iman yang sejak awal harus ditanamkan. Mengenalkan anak pada Allah bukan hanya sebatas ucapan, tetapi menghadirkannya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, seorang ibu yang menjaga aurat dengan baik, konsisten menutup diri dengan pakaian sopan, tanpa banyak bicara, sebenarnya sedang memberi keteladanan yang kuat pada anak. Ketika atmosfer rumah dipenuhi cinta pada kebenaran, ridha Allah, dan keteladanan yang nyata, maka benih akhlak mulia pun tumbuh dengan sendirinya.

Pengalaman pribadi sering kali menguatkan keyakinan itu. Anak saya, misalnya, sejak usia masih 14 bulan sudah terbiasa memakai jilbab setiap kali keluar rumah. Saya tidak pernah memaksanya, namun ia sendiri yang mengambil jilbab kecilnya dan meminta saya memakaikannya. Kebiasaan itu muncul semata karena ia terbiasa melihat ibunya mengenakan jilbab setiap hari. Kini, ketika usianya beranjak 11 tahun, saya hanya bisa berdoa agar istiqamah itu terus Allah jaga. Dari sini, saya semakin paham bahwa anak belajar lebih banyak dari apa yang mereka lihat dibandingkan apa yang mereka dengar.

Masa usia dini, khususnya 0--7 tahun, adalah fase emas yang menentukan banyak hal dalam tumbuh kembang anak. Rasulullah SAW pun memberi pedoman pendidikan sesuai tahap usia. Menurut riwayat yang dikaitkan dengan Ali bin Abi Thalib dan kemudian diadaptasi oleh Montessori, usia 0--6 tahun anak perlu diperlakukan bak seorang raja disayangi, dijaga, dan dihindarkan dari bentakan. Di usia 7--14 tahun, perlakuannya seperti tawanan atau prajurit, karena mereka mulai memahami aturan dan penting untuk dikenalkan pada disiplin, Al-Qur'an, serta ibadah. Sementara di usia 15--21 tahun, anak diperlakukan sebagai sahabat, diajak berdiskusi, dilibatkan dalam keputusan keluarga, serta diberikan pemahaman hukum aqil baligh. Pola ini menunjukkan bahwa setiap fase anak memiliki pendekatan tersendiri, dan mendampingi mereka berarti mendidik diri kita sendiri terlebih dahulu.

Namun kenyataannya, tidak semua orang tua memberi perhatian serius pada pembinaan moral dan agama anak. Ada yang merasa bahwa agama bisa diajarkan nanti ketika anak sudah besar, atau beranggapan anak belum tahu mana yang baik dan buruk. Padahal, justru karena anak belum tahu, di situlah pentingnya pendampingan. Anak memiliki daya ingat yang tajam dan daya meniru yang kuat. Jika sejak kecil ia dibiasakan melihat kebaikan, maka kebaikan itu pula yang akan ia bawa sampai dewasa.

Anak bukan hanya hadir untuk sekadar hidup, makan, dan bermain. Mereka memiliki hak-hak dasar yang wajib dipenuhi: hak atas kasih sayang, hak mendapat nama yang baik, hak atas pengasuhan, hak mendapatkan ASI, dan hak atas kenyamanan hidup. Bahkan dalam hal makan, asupan gizi yang baik menjadi bagian dari tanggung jawab orang tua agar tumbuh kembang mereka optimal.

Pada akhirnya, semua kembali pada kesadaran kita sebagai orang tua. Mengasuh anak bukan hanya mengandalkan tradisi atau kata orang, melainkan berlandaskan ilmu yang benar dan terus diperbarui. Setiap anak adalah amanah sekaligus aset penerus generasi. Mereka membutuhkan cinta, teladan, dan ilmu yang selaras dengan fitrahnya. Dan semoga kita mampu mendampingi mereka tumbuh sebagai pribadi yang beriman, berakhlak mulia, dan cerdas dalam menghadapi kehidupan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun