Mohon tunggu...
mad yusup
mad yusup Mohon Tunggu... Full Time Blogger - menggemari nulis, membaca, serta menggambar

tinggal di kota hujan sejak lahir hingga kini menginjak usia kepala lima

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Tentang Nama-nama dalam Lintas Generasi di Kampungku

23 November 2021   09:20 Diperbarui: 27 November 2021   15:15 955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak-anak. (sumber: FREEPIK/JCOMP via kompas.com)

    5. Generasi Z (1995-2010), dianggap sebagai generasi yang mulai tak mengenal budayanya sendiri sebaik empat generasi sebelumnya. Terbiasa hidup simple dan serba instan, ambisius, mempertanyakan otoritas, dan lebih sering menghabiskan waktu sendiri;

    6. Generasi Alpha (2000-an), disebut juga sebagai iGeneration karena tidak pernah mengenal kehidupan tanpa teknologi. Menurut Forbes Magazine, generasi ini adalah generasi global pertama yang terlahir dalam abad 21.

Itulah gambaran umum perjalanan generasi yang tentunya juga memberi dampak terhadap perubahan sosial di kampung kami. Termasuk perubahan dalam pemberian nama yang cukup menarik untuk diamati dalam rentang perjalanan panjang generasi.

Pola Yang Dipakai

Pemberian nama pada anak, tentu tak bisa lepas dari beberapa faktor. Seperti dari mana dia berasal (etnis), strata atau kedudukan, agama, pendidikan, pengetahuan, dan juga pergaulan. Bahkan pemaksaan secara politik seperti yang dialami oleh saudara kita dari etnis Tionghoa pada masa Orde Baru.

Faktor-faktor tersebut adalah kenyataan yang ikut mewarnai perubahan, pergeseran dalam hal pemberian nama di kampung kami. Kampung yang sejak awal sangat egaliter karena tak ada jarak antara etnis Sunda, Tionghoa, Jawa, dan terakhir Madura.

Dengan mata pencaharian yang umumnya sebagai pedagang dan buruh di pasar -meskipun ada satu dua yang menjadi pegawai pemerintah dan swasta- tentunya interaksi sosial dengan beragam etnis dan kultur semakin intens terhadap sikap egaliter masyarakatnya.

Sikap ini bisa dilihat bagaimana nama-nama dari Generasi Tradisional tak menunjukkan strata atau kedudukan seseorang kecuali gelar tambahan 'haji'. 

Contohnya adalah nama untuk mereka yang secara ekonomi dianggap mempunyai kedudukan tinggi -juragan tanah, touke kampung- dengan orang biasa tetap berpola sederhana, yaitu pola satu suku kata. 

Untuk laki-laki seperti Misja, Sanan, Aran, atau Mamad. Begitu pun untuk yang bergelar haji misalnya, Haji Juned, Haji Sarip. Sementara untuk perempuan ada Enjum, Otok, Kani, atau Acih.

Termasuk dari etnis Jawa yang menikah dengan penduduk setempat karena tugas militer. Namanya pun serupa. Berpola satu suku kata, Sungkono.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun