Sembako  dianggap sebagai bahan-bahan dasar pemenuh kebutuhan pangan masyarakat. Kehadiran sembako sangat berguna untuk masyarakat dengan kelas menengah, lebih khususnya lagi untuk kelas menengah kebawah. Dengan adanya sembako bisa membantu melengkapi kebutuhan ekonomi mereka sehari-hari seperti beras,gula,minyak goreng atau bahkan makanan sehari-hari seperti sayur,buah,telur, dan masih banyak lagi. Ditambah lagi dengan adanya pandemi, sembako sangat berguna bagi orang yang sedang ditimpa kesusahan akibat adanya virus Covid-19 ini.
Tetapi beredar kabar heboh yang menyatakan bahwa pemerintah berencana akan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tersebut termasuk untuk bahan pokok yaitu sembako, kenaikan PPN tersebut menjadi 12%. Rencana pengenaan PPN tercatat dalam Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Disebutkan dalam dokumen itu, tarif PPN diusulkan naik menjadi 12 persen, dari yang saat ini hanya 10 persen
Pemerintah melakukan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) karena ada suatu alasan. Pemerintah melakukan kenaikan PPN dikarenakan sejalan dengan tren global di mana PPN menjadi salah satu struktur pajak yang makin diandalkan. Selain itu, penerapan PPN ini merupakan langkah persiapan optimalisasi penerimaan pajak setelah pandemi, karena sebelumnya "kita bertumpu pada pembiayaan utang karena penerimaan pajak turun."
Hal tersebut memicu pendapat negatif dari masyarakat, masyarakat berpendapat jika kenaikan PPN pada sembako tidak mencerminkan keadilan dan berarti negara tidak memperhatikan rakyat kecilnya. Apalagi ditambah dengan keadaan pandemi Covid-19 ini yang menyebabkan perekonomian beberapa masyarakat menurun, seperti terkena PHK, gaji dipotong, dan lain sebagainya. Untuk itu, masyarakat mengharapkan bahwa dalam keadaan ekonomi yang sedang sulit ini, pemerintah bisa lebih memikirkan rakyat kecil yang sedang kesusahan.
Sumber :
https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-57430689