Mohon tunggu...
I Made Andi Arsana
I Made Andi Arsana Mohon Tunggu... Dosen UGM -

Dosen UGM | Blogger | Kepala Kantor Urusan Internasional UGM | Alumni UNSW | Alumni University of Wollongong | Ayah | Suami | Penulis Buku | Pembicara Publik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Wyncent Halim: Teladan Gadjah Mada dari Pematangsiantar

19 Juli 2017   21:00 Diperbarui: 21 Juli 2017   09:35 1729
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kamu tidak menggambarkan anak UGM!" kata saya berkelakar dalam salah satu percakapan kami. Wyncent Halim, mahasiswa UGM yang saya ledek, hanya meringis lalu tertawa lebar. Dia paham apa yang saya maksud.

Sore itu saya kedatangan tamu, seorang pemuda 22 tahun yang nampak klimis dan bersih. Kepada Lita, anak saya, saya berkelakar kalau pemuda ini lebih mirip anggota Boy Band Korea. Lita mengiyakan meskipun dia mati-matian tidak setuju saat saya bilang pemuda ini mirip salah satu idolanya di grup BTS.

Atas undangan saya, Wyncent berkunjung ke rumah suatu sore. Alasan utamanya, saya ingin memberi selamat secara pribadi atas keberhasilannya meraih juara 1 mahasiswa berpretasi tingkat nasional. Baginya, ini tentu jadi pencapaian yang layak dicatat. Bagi UGM, almamaternya, ini adalah sejarah. Belum pernah selama ini UGM mengukir pretasi segemilang ini di ajang pemilihan mahasiswa berprestasi nasional. Maka dari itu, Wyncent rasanya pantas saya beri perlakuan khusus.

Anak UGM, dalam imajinasi saya sebagai alumni UGM dua dekade, tidaklah seperti Wyncent. Dia bersih, putih, rapi dan cenderung terawat. Saya dan Asti, isteri saya yang juga alumni UGM, sepakat dan bahkan kami menggoda Wyncent "tidak menggambarkan anak UGM". Tentu saja ini adalah imajinasi generasi lama yang mengikuti opspek UGM sudah lebih dari dua dekade silam. Anak UGM yang kami ingat adalah mahasiswa ndeso, kucel, kumal, dekil dan kumuh. Betul, kami sebenarnya sedang mengingat diri sendiri belasan tahun silam.

Piawai Berbahasa Inggris dari Guru Berbahasa Batak
"Tell me more about you!" kata saya di salah satu penggal percakapan. Saya cukup terkejut mengetahui Wyncent ternyata lahir dan besar di Pematangsiantar. "Bapak mungkin tidak tahu di mana kota itu" katanya berkelakar karena dia merasa kota asalnya begitu terpencil. "Tapi sekolahnya di sekolah internasional kan?" tanya saya, demi mengetahui Bahasa Inggris oralnya yang lancar seperti air. "Tidak Pak. Saya selalu belajar di sekolah nasional," katanya mantap. Dia juga jelaskan bahwa Bahasa Inggris hanya diajarkan sebagai mata pelajaran, tidak dugunakan dalam percakapan sehari-hari. Ini sangat menarik.

"Lalu belajar Bahasa Inggris di mana? Pernah tinggal di luar negeri?" tanya saya mengejar karena penasaran. "Tidak Pak," katanya mantap sambil tertawa. Rupanya dia sudah terbiasa ditanya dengan nuansa setengah 'menuduh' seperti itu. Dari tampilannya, Wyncent memang pantas sekali mengaku tinggal atau bahkan lahir di negara berbahasa Inggris. Ternyata tuduhan itu tidak benar. Saya kian penasaran.

"Saya belajar Bahasa Inggris dari guru saya di Pematangsiantar. Umumnya mereka orang Batak dengan logat yang khas," katanya menjelaskan. "Orang tua saya sama sekali tidak mengerti Bahasa Inggris. Mereka hanya tamat SMA," lanjutnya lagi. Dia ceritakan, ayahnya kini bekerja di Batam dan Ibunya tinggal di Sumatera.

Karena alasan mata pencaharian, ayahnya rela hidup berjauhan dari keluarga tercintanya. Ketika saya minta dia menggambarkan situasi keluarga, Wyncent tanpa ragu menjelaskan ayahnya yang berkerja di perusahaan konstruksi di Batam dan ibunya mendedikasikan hidupnya sebagai ibu rumah tangga di Sumatera. Lagi-lagi, saya cukup terkejut. Saya membayangkan keluarga Wyncent lebih mentereng dari yang diceritakannya.

Dari Wyncent saya mengetahui bahwa predikat mahasiswa berpretasi bisa diraih oleh seseorang karena proses yang lama. Yang dinilai bukanlah kinerja saat ini atau penampilan saat diuji tetapi akumulasi prestasi sejak bertahun-tahun sebelumnya. Seorang kandidat bisa saja tampil memukau dengan segala daya pikatnya saat presentasi di proses seleksi tetapi jika dia bukan termasuk yang berprestasi di tingkat daerah, nasional atau internasional maka kesempatannya bisa jadi lebih kecil dibandingkan kandidat lain yang tampil biasa saat presentasi tetapi sebenarnya menyimpan segudang prestasi sejak lama. Menjadi mapres memang bukan sesuatu yang instan. Mapres adalah akumulasi kerja keras dan perjuangan dalam waktu lama.

"Saya sudah semangat ikut berbagai lomba sejak SD, Pak," kata Wyncent menjelaskan. Rupanya dia sudah sering ikut lomba pidato dalam Bahasa Inggris sejak kecil dan terus mengasah kemampuannya itu hingga kini. "I prefer speech or story telling rather than debate," katanya ketika saya tanya soal preferensinya. Saya pernah satu panggung dengan Wyncent di sebuah acara dan saat itu saya sudah meyakini bahwa Wyncent memang seorang pembicara publik yang baik. Dia berhasil menggabungkan antara isi yang berbobot dengan penyampaian yang menarik. Komunikasinya juga sangat efektif dalam Bahasa Inggris.

Ketika saya tanya, dari mana dapat dana untuk mengikuti berbagai lomba dan bahkan sampai ke luar negeri, Wyncent menjelaskan beberapa sumber. Sebagian didukung oleh UGM, sebagian lain berhasil didapatkan dari sponsor yang biasanya berupa firma hukum. Wyncent pernah mendapat dukungan puluhan juta dari sebuah firma hukum tempatnya magang untuk mengikuti sebuah lomba di luar negeri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun