Mohon tunggu...
Jarot Dikitobo
Jarot Dikitobo Mohon Tunggu... Gelandangan bodok

Berhasil tidak dipuji, gagal dicaci maki, hilang tidak dicari, mati tidak diakui.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Wato-Wato, Gunung Bentuk Manusia, Kelunturan Spiritual Tetua Akibat Amukan Eskavator

4 Maret 2022   19:13 Diperbarui: 5 Maret 2022   05:29 1920
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Jika berkesempatan lagi bermain di trans Wasile KAB. HALTIM, tidak akan saya lupa cerita hari ini. Pelajar SMA semuanya bangga kalau menceritakan ilmu gaib, apalagi cerita tetua tempo dulu yang sakti oooh, jangan tanya ini tempatnya.

Anak-anak SMP dan SD sudah pasti sama, karena pikiran itu dibangun dari sejak kecil. Semacam pakatan ampuh kelompok pitagorean dijaman filsuf alam, jika ada orang pendatang disajika air khusus, minum dulu baru bicara ilmu kebatinan. 

Bismillah...lupa Ifa ona simo-simo ni borero segosimo. Tiga kali putaran, rasa boleh beda tapi tidak untuk angin yang sama. 

Kalau cerita yang beredar, manusia Gunung yang perkasa lahir dari keluarga di tengah hutan. Berkepribadian luhur dan berilmu tinggi, namanya Muhammad Mansur babu malamo. 

Wajah merah dan posisi tegang, saya harus berani geleng-gelng kepala lalu ajukan pertanyaan, manusia yang ceritanya sebelum ada pengaruh agama samawi ini bagaimna bisa nama Muhammad itu dipakai.

Sudah itu nanti kita bicara dalam ilmu tekstologi, mari kita kembali.

Seperti racun diteguk pengeram diminum putri, selain mabuk agama, takhayul juga racun ampuh. Kita tidak harus menolak ini, masalah besar adalah kelompok Agamawan ikut terlibat dalam undangan, satu/satu kitab-kitab jiguru dibuka, bacalah do'a salamat (semoga pemilik investor dan perusahaanya, dilimpahkan keberuntungan dunia akhirat) aamiin....

Siapa yang salah, anak-anak muda dengan bangga memukul-mukul dada karena kekuatan leluhur atau imam-imam di bawa kekuasaan kesultanan. Kekuatan dalam boleh jadi pegangan hidup, unsur tauhid meluap naik merabah langit, itu sebenarnya urusan individu. Kalau tidak percaya lihat saja Al-Ghazali, musafir dgn logika tingkat tinggi tidak berani menolak mistik lalu telan mentah positifistik layaknya Comte.

Semuanya butuh perpaduan, zaman lalu menjadi cerita, zaman kini itu jawaban. Istilah Haram & Halal akan menjadi kebaya bijak membungkus lida, syariat manakah harus menjadi pengakuan dalam praktek hidup.

Sebelum manusia diciptakan Tuhan, alam terlebih dahulu, karena itu apamlah perantara manusia mengenal sifat-sifat ketuhanan Al-zamil (maha indah), Manyang relevan surga di bumi yang terhambur hamparan gunung, air terjun, suara burung atau meridohi surga yang tidak ada sama sekali. 

Boleh jadi, kelunturan iman dalam agama adalah mendiamkan diri mengharapkan surga, membiarkan lingkungan dirusaki perusahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun