Setiap musim hujan, masyarakat Indonesia kembali dihadapkan pada potensi banjir. Tahun 2024, menurut catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), banjir tercatat sebagai bencana dengan jumlah kasus paling tinggi dibanding jenis bencana lain, mencapai lebih dari seribu kejadian. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa banjir bukan lagi sekadar peristiwa alamiah, melainkan cerminan kompleksitas persoalan tata ruang, perilaku manusia, dan dinamika iklim.
Mengapa Banjir Terjadi?
Secara sederhana, banjir muncul ketika air hujan yang turun tidak dapat diserap tanah atau dialirkan sungai dengan baik, sehingga menggenang dan meluap. Namun, jika ditelusuri lebih dalam, ada beberapa faktor utama yang saling terkait:
Intensitas hujan ekstrem
Laporan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan tren meningkatnya hujan lebat dengan durasi singkat selama empat dekade terakhir. Fenomena ini erat kaitannya dengan perubahan iklim global yang mendorong pergeseran pola curah hujan di Indonesia.Alih fungsi kawasan hijau
Perubahan hutan, sawah, dan rawa menjadi permukiman atau industri membuat kemampuan tanah menyerap air berkurang. Akibatnya, air hujan lebih cepat mengalir di permukaan dan meningkatkan risiko banjir.Sungai dangkal dan tersumbat
Aktivitas manusia seperti pembuangan sampah sembarangan, penebangan liar, dan penambangan pasir memicu sedimentasi. Sungai pun kehilangan kapasitas menampung air dalam jumlah besar.Drainase perkotaan yang terbatas
Banyak kota masih menggunakan sistem drainase lama yang kapasitasnya tidak sesuai dengan curah hujan ekstrem saat ini. Akibatnya, genangan cepat terjadi meskipun hujan hanya berlangsung beberapa jam.
Â
Data Terkini: Gambaran Situasi Nasional
Buku Data Bencana BNPB 2024 menampilkan bahwa banjir menempati urutan pertama dalam jumlah kejadian bencana. Angkanya melebihi bencana hidrometeorologi lain seperti cuaca ekstrem, tanah longsor, maupun kebakaran hutan. Fakta ini menguatkan bahwa banjir adalah ancaman yang paling konsisten dalam satu tahun kalender.