Mohon tunggu...
Luzian pratama
Luzian pratama Mohon Tunggu... Wiraswasta - #PandanganSosial #SeputarMasyarakat

Cuma menulis yang patut ditulis, dibaca syukur, kalau tidak dibaca harus baca dulu. Hehe

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perubahan Sosial dalam Persfektif Alquran

11 Maret 2022   19:35 Diperbarui: 11 Maret 2022   19:42 1973
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. sumber suara.com

Dalam kajian sosiologi, masyarakat dipandang sebagai suatu sistem yang terbentuk oleh hubungan individu-individu. Sebagaimana Berger mengasumsikan, individu adalah mahkluk yang secara kultural bergantung satu sama lain. Ketergantungan itu silih berganti bertukar kebutuhan. Pergantian ketergantungan itu disebut di dalam masayarakat sebagai proses sosial. Terminologi perubahan sosial yakni mengarah kepada proses pergantian komdisi kepada suatu kondisi lain, baik itu menyangkut norma, nilai, perilaku serta berbagai hal kondisi yang ada di tengah masyarakat itu sendiri.

Merujuk istilah Kuntowijoyo, seorang ilmuan sosial yang mencetuskan gagasan besar ilmu sosial profetik, perubahan dimaknai sebagai proses tarnsformasi. Pada taraf pemikirannya itu, Kuntowijyo menjadikan Alquran sebagai landasan berfikir. Sehingga transformasi yang dia maksud adalah perubahan kepada arah yang positif. Dalam merumuskan kata transformatif tersebut Kuntowijoyo pada tataran praksis melihat proses dakwah Nabi Muhammad yang mampu merubah kondisi masyarakat arab dari kondisi jahiliyah kepada kondisi yang berkeadaban.

Sehubungan dengan persfektif Alquran terhadap perubahan sosial, sebelum itu terlebih dahulu haruslah menjadikan Alquran sebagai paradigma. Dalam pengertian mengenyampingkan pemaknaan terhadap Alquran terbatas kepada teks suci yang memuat pesan-pesan ajaran Tuhan. Dalam pengertian lain, mengkonstruksi pengetahuan, membaca realitas sebagaimana yang dimaksudkan oleh Alquran. Dapat dimaknai dengan pemberian porsi kepada Alquran melebihi batas Alquran hanya sebagai kitab suci yang memuat ajaran-ajaran.

Membicarakan persfektif Alquran terhadap perubahan sosial, akan kita temui satu ayat yang relevan dan secara langsung menyebutkan kata perubahan itu, surat Ar ra'du ayat 11."Allah tidak akan merubah kondisi suatu kaum sampai mereka mengubah kondisi mereka sendiri".

Menjadikan Alquran sebagai pisau analisis, dari ayat tersebut seharusnya muncul beberapa asumsi yang secara umum untuk mempertanyakan perubahan itu, apa yang dimaksud dengan perubahan soaial di dalam Alquran? apakah perubahan itu disebabkan oleh manusia? bagaimana perubahan yang dikehendaki Alquran? ke arah mana perubahan yang dimaksudkan oleh Alquran?

Menjawab asumsi yang pertama, manusia menurut Alquran adalah makhluk tuhan yang diciptakan paling sempurna dibandingkan makhluk lain. Hal ini berkaitan erat dengan akal dan nafsu yang ada pada diri manusia. Alquran juga menyebut manusia sebagai makhluk yang theomorfis; butuh kepada kuasa tuhan. Mencermati makna dari surat Arra'd, perubahan adalah suatu kondisi yang secara sengaja digantikan dengan kondisi lain. Dalam hal itu, pernyataan Allah bersifat umum karena tidak membatasi perubahan apakah positif ataukah negatif. Maka dari itu, manusia di dalam Alquran adalah makhluk yang berada pada fitrah atau kodratnya. Dan tidak dipandang sebagai makhluk yang berkecenderungan buruk. Dapat dibuktikan dengan suatu kenyataan dalam relaitas masing-masing, bahwa setiap orang berkeinginan hal baik di dalam hidupnya. Namun demikian manusia sering lupa dengan eksistensinya itu, yakni sebagai makhluk yang dipercaya Tuhan. Tidak salah pula kiranya di dalam Alquran manusia itu juga disebut dengan mahluk pelupa. Surat Arra'd tersebut membeberkan dua interpretasi akan makna perubahan; perubahan oleh sunntullah dan perubahan hasil prakarsa  manusia.

Perubahan yang disebabkan oleh sunnatullah, para mufassir mayoritas bersepakat akan suatu kondisi sosial yang sudah baik menjadi tidak baik yang dipicu oleh ketidaktaatan manusia. Sementara perubahan oleh manusia itu sendiri, para mufassir juga berpandangan, bahwa kondisi keterbelakangan, sengsara, buruk, dan lain sebagainya berubah disebabkan olah pikir manusia kemudian mengahsilkan kesadaran dan menuntut diri utuk perubahan. Dua penjelasan itu berakhir dengan sebuah pengertian, perubahan sunnatullah tidak akan terjadi apabila tidak ada perubahan negatif destruktif pada manusia. Adapun perubahan oleh manusia merupakan perubahan kesadaran untuk merubah keadaan masing-masing.

Menjawab asumsi kedua, secara tidak langsung terjawab pada pembahasan asumsi yang pertama. Bahwa perubahan sosial tidak terjadi secara spontan oleh manusia. Bahwa dalam perubahan tersebut ada campur tangan sang pencipta.

Mengenai asumsi ketiga, perubahan sosial yang dikehendaki Alquran adalah perubahan yang positif konstruktif. sebagaimana firman Allah dalam surat Al A'raf ayat 56. "Dan janganlah kamu melakukan kerusakan di muka bumi sesudah Allah memperbaikinya. Dan berdoalah kepadanya dengan rasa takut dan pengharapan. Sesungguhnya rahmat Allah amatlah dekat dengan orang yang berbuat baik". Dalam term perubahan dimana Allah menjadi pelaku utama perubahan menyeleksi tindakan manusia dalam bentuk kebaikan maupun keburukan. Sementara dalam konteks perubahan oleh manusia, dapat dikembalikan kepada fitrah manusia yang mengharapkan berbagai kebaikan di dalam kehidupannya.

Menjawab asumsi keempat, Islam bukanlah agama yang membatasi penganutnya terbatas pada hubungan vertikal yakni hamba dan pencipta. Bahwa terdapat hubungan antara sesama makhluk yang harus dijaga. Mengambil istilah Kuntowijoyo dalam perubahan sosial, Kuntontowijoyo menerjemahkan perubahan itu kepada tiga bentuk; berkaitan dengan amar ma'ruf (humanitas), pembebasan dalam pengertian nahi munkar (liberasi), dan nilai transendental. Dalam konteks ini secara garis besar dipahami sebagai perubahan horizontal dan perubahan vertikal. Mendudukkan persfektif Alquran terhadap perubahan sosial, Kuntowijoyo melihat perubahan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saat hijrah ke madinah. Yang kemudian diterjemahkan dengan kata masyarakat madani. Inilah arah transformasi yang dimaksudkan, yakni terciptanya masyarakat madani. Namun kata madani itu bersifat universal bukan lokalitas yang membatasi pada umat islam saja, yakni suatu kesatuan untuk mencapai tujuan menjadi manusia yang lebih baik. Lebih jelasnya, tindakan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad adalah transformasi total, baik pada tataran horizontal maupun vertikal.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun