Mohon tunggu...
Lutphita Simahamara
Lutphita Simahamara Mohon Tunggu... -

lahir dan besar di kaki gunung semeru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kereta Api, Alternatif Kurangi Kemacetan

24 September 2011   04:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:40 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia



Semakin hari dunia ini terasa begitu panas, slogan global warming digembor-gemborkan hampir di seluruh pelosok dunia. Suhu udara semakin meningkat akibat pemanasan global, dunia semakin sesak dengan polusi. Seiring dengan kemajuan dibidang teknologi beraneka ragam jenis transportasi dapat dengan mudah ditemui dimuka bumi ini.
Bumi seakan-akan sudah tidak kuasa lagi menopang berbagai jenis kendaraan berat yang melewati tubuhnya. Hampir tiap hari jalanan dilalui oleh truk besar-besar dengan muatan yang tidak sedikit sehingga terjadi kerusakan jalan dimana-mana. Akibat kerusakan jalan tersebut merenggut ribuan nyawa akibat kecelakaan di jalan raya.
Contoh kasus adalah kerusakan jalan yang terjadi diruas jalan besar di kabupaten Lumajang, daerah dibawah kaki gunung Semeru sebelah timur. Letaknya yang berada dibawah kaki gunung Semeru serta menjadi aliran lahar dari Semeru membuat daerah ini kaya akan bahan galian C, yaitu pasir besi. Pasir besi dari daerah ini terkenal dengan kualitasnya yang bagus.
Dari sisi ekonomi, tentu ini menjadi peluang bisnis yang sangat menggiurkan. Tidak hanya bagi pebisnis, penduduk sekitar tentunya juga mendapat kecipratan rejeki. Penduduk sekitar bisa menjadi kuli , memindahkan pasir kedalam truk. Mereka bisa mencari sesuap nasi dengan menjadi kuli, dan ironis sekali mereka tidak sadar akan bahaya yang sudah mengintai. Kerusakan alam yang diakibatkan oleh pengerukan pasir tersebut bisa menjadi momok yang menakutkan dan menghantui mereka serta bisa datang kapan saja.
Disisi lain, ratusan truk yang mengangkut pasir-pasir tersebut membuat konstruksi jalan raya menjadi rusak, dan akibat dari kerusakan itu adalah kecelakaan yang merenggut ribuan nyawa. Pada masa Hindia Belanda sebenarnya pengangkutan bahan galian C tersebut sudah diperhitungkan dengan matang. Untuk mengangkutnya dipergunakan kereta api yang dibangun tahun 1927 dan dibuatlah jalur kereta api menuju Pasirian sebagai daerah  penghasil pasir besi. Tujuannya adalah untuk mencegah kerusakan jalan raya, selain itu pasir besi itu juga berguna untuk pemeliharaan rel kereta api dan juga untuk mengirit biaya pengangkutan.
Akan tetapi sayang jalur kereta api ini sudah lama sekali ditutup dan tidak digunakan lagi sejak tahun 1987 dan sekarang hilang tak berbekas. Hilangnya  benda cagar budaya seperti jalur kereta api  mempunyai dampak negatif dalam bidang ekonomi, budaya dan pariwisata. Dalam bidang ekonomi dengan hilangnya jalur transportasi ini  berdampak terhadap kerusakan jalan dan kemacetan, sedangkan dalam bidang budaya dan pariwisata hilangnya jalur kereta api itu menyebabkan hilangnya bukti dan cerita sejarah yang mengiringinya.
Jika rel kereta api ini tidak dihilangkan maka bisa dijadikan wisata sejarah, seperti wisata gerbong maut di Bondowoso. Semoga kejadian ini ke depannya tidak akan terulang lagi terhadap situs-situs bersejarah yang lain. Belanda memang bangsa yang telah menjajah bangsa kita selama ratusan tahun, akan tetapi tidak semua peninggalanya buruk dan harus dibuang. Setidak-tidaknya kita harus bijak menanggapinya, jika hal itu baik dan bisa kita teruskan sehingga dapat diambil sisi positifnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun