Mohon tunggu...
luthfi mutaali
luthfi mutaali Mohon Tunggu... pembelajar/dosen/peneliti/konsultan

saya meminati bidang pembangunan wilayah, tata ruang, ekonomi regional dan perencanaan lingkungan hidup

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

PERLINDUNGAN PESISIR LAUT KOTA BATAM. Menyelamatkan Ruang Hidup dari Tekanan Ekspansi Industrialisasi

14 Agustus 2025   07:33 Diperbarui: 14 Agustus 2025   07:33 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan ke 3, seri Kota Batam

Wilayah pesisir laut Batam, yang membentang luas mengelilingi gugusan pulau-pulau, merupakan ekosistem vital yang tidak hanya kaya akan keanekaragaman hayati tetapi juga berfungsi sebagai penyangga kehidupan dan pelindung alami bagi daratan. Namun, laju ekspansi industri yang kian tak terkendali di Batam telah memindahkan pusat perhatian dan tekanan pembangunan ke wilayah pesisir, menciptakan ancaman serius terhadap kelestarian ekosistem laut dan ruang hidup masyarakatnya. Konversi besar-besaran ekosistem mangrove, yang merupakan salah satu komponen paling krusial dari wilayah pesisir, berakibat fatal bagi biota laut yang bergantung padanya, melemahkan fungsi perlindungan pantai, serta mengganggu keseimbangan ekosistem secara menyeluruh. Kondisi darurat wilayah pesisir harus terus disuarakan, mengingat muara pembuangan limbah domestik, sampah, dan berbagai efek negatif dari aktivitas di darat secara langsung terdeposisi dan terakumulasi di zona ini, memperparah degradasi lingkungan.

Data dan informasi dari berbagai sumber mengkonfirmasi tren negatif ini. Laporan dari Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam dan studi-studi independen menunjukkan adanya penurunan tutupan mangrove di beberapa area pesisir Batam akibat pembangunan infrastruktur pelabuhan, kawasan industri, dan reklamasi pantai (DLH Kota Batam, 2022; Jurnal Kelautan Indonesia, 2021). Kehilangan mangrove ini berdampak langsung pada penurunan populasi ikan, udang, dan biota laut lainnya yang menjadikan mangrove sebagai tempat berlindung, mencari makan, dan berkembang biak. Studi mengenai ekosistem mangrove di pantai Batam mengindikasikan bahwa area yang mengalami konversi menunjukkan penurunan keanekaragaman hayati dan produktivitas ekosistem (Sari & Handayani, 2020). Selain itu, wilayah pesisir menjadi titik akhir dari akumulasi sampah plastik dan limbah domestik yang tidak terkelola dengan baik dari daratan, yang semakin mencemari laut dan mengancam kesehatan ekosistem serta manusia. Pemberitaan media massa juga kerap menyoroti masalah sampah laut di perairan Batam, yang sebagian besar berasal dari aktivitas darat dan sungai yang bermuara ke laut (Batam Pos, 2023).

Tekanan terhadap wilayah pesisir juga diperparah oleh pembangunan yang terkadang tidak mempertimbangkan daya dukung lingkungan dan daya tampung ekosistem. Pembangunan kawasan industri, perumahan, dan infrastruktur di sepanjang garis pantai tanpa analisis dampak lingkungan yang memadai dapat menyebabkan perubahan hidrodinamika pesisir, peningkatan erosi, dan bahkan intrusi air laut ke daratan. Hal ini menciptakan kerentanan yang lebih tinggi terhadap bencana alam, seperti abrasi pantai dan banjir rob, yang secara langsung mengancam ruang hidup masyarakat pesisir dan aset-aset ekonomi yang ada di sana. Dampak kumulatif dari berbagai aktivitas pembangunan di darat yang bermuara ke laut menjadikan wilayah pesisir Batam berada dalam kondisi yang rentan dan membutuhkan intervensi kebijakan yang kuat serta segera untuk menyelamatkan ekosistem dan ruang hidupnya.

Dalam menghadapi ancaman ekspansi industri terhadap ekosistem pesisir laut Batam, diperlukan langkah kebijakan yang tegas dan terintegrasi, selaras dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta RTRW Kota Batam. Pertama, penguatan pengendalian pemanfaatan ruang pesisir secara ketat harus dilakukan, dengan menjaga dan mempertegas Zona Perlindungan Pesisir (ZPP) serta larangan konversi mangrove dan ekosistem kritis lainnya sesuai RTRW. Kedua, penegakan hukum yang konsisten terhadap pengelolaan limbah dan sampah pesisir mutlak diterapkan, memastikan industri mematuhi baku mutu dan mencegah akumulasi sampah di laut melalui pengelolaan yang efektif dari darat. Ketiga, penerapan sistem AMDAL/UKL-UPL yang ketat dan transparan untuk setiap rencana pembangunan di pesisir, serta memastikan implementasi rekomendasi kajian lingkungan. Keempat, pengembangan dan implementasi rencana adaptasi perubahan iklim berbasis pesisir, termasuk restorasi mangrove dan peningkatan kesadaran masyarakat, sesuai amanat RPPLH. Kelima, peningkatan kapasitas kelembagaan pengelolaan pesisir dan pelibatan aktif masyarakat melalui koordinasi antarinstansi terkait dan pemberdayaan masyarakat pesisir. Keenam, pengembangan ekowisata pesisir berkelanjutan dan pemberdayaan ekonomi lokal yang selaras dengan kelestarian lingkungan, sebagai alternatif pembangunan ekonomi yang menjaga ruang hidup.

Dengan menerapkan kebijakan-kebijakan ini secara sinergis dan konsisten, serta mengacu pada kerangka hukum yang ada, Batam dapat mengambil langkah konkret untuk melindungi wilayah pesisir lautnya, menjaga keseimbangan ekosistem, dan memastikan kelangsungan ruang hidup bagi generasi sekarang dan masa depan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun