Mohon tunggu...
luthfi mutaali
luthfi mutaali Mohon Tunggu... pembelajar/dosen/peneliti/konsultan

saya meminati bidang pembangunan wilayah, tata ruang, ekonomi regional dan perencanaan lingkungan hidup

Selanjutnya

Tutup

Joglosemar

Manajemen Bencana: Belajar di Kali Putih, untuk Mitigasi Bencana Erupsi Merapi

6 Juli 2025   15:26 Diperbarui: 6 Juli 2025   20:39 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.app.goo.gl/gZoTY79SwBNLwC5e9

Tulisan ke 20 dalam KKL1

Indonesia, sebagai negara kepulauan yang terhimpit di antara lempeng tektonik aktif dan berada di sabuk vulkanik Pasifik, secara inheren adalah negara bencana. Lanskap geologisnya yang dinamis, meskipun kaya akan keindahan alam, juga menghadirkan ancaman konstan, terutama dari aktivitas vulkanik yang intens. Merapi, gunung api paling aktif dan paling mematikan di Indonesia, menjadi bukti nyata dari kekuatan alam yang dahsyat ini, dengan sejarah panjang erupsi yang meninggalkan jejak kehancuran berupa awan panas guguran, lahar panas dan dingin, serta hujan abu vulkanik yang melumpuhkan. Pemahaman mendalam mengenai zonasi kawasan rawan bencana (KRB) Merapi, yang mengklasifikasikan wilayah berdasarkan tingkat keparahan ancaman dan potensi dampaknya, adalah fondasi krusial dalam setiap upaya mitigasi yang efektif. Zonasi ini tidak hanya memandu perencanaan tata ruang yang bertanggung jawab, tetapi juga berfungsi sebagai alat vital untuk mengedukasi masyarakat tentang risiko yang mereka hadapi dan tindakan pencegahan yang harus diambil agar tetap aman, seperti yang diuraikan oleh Surono (2015). Dalam konteks ini, Kuliah Kerja Lapangan (KKL) Fakultas Geografi UGM tahun 2025 yang memilih Kali Putih di Magelang sebagai lokasi studi menawarkan sebuah kesempatan berharga untuk menggali pelajaran fundamental dari dinamika kawasan yang secara historis menjadi jalur aliran lahar Merapi, menjadikannya titik pembelajaran yang sangat relevan untuk memahami kompleksitas manajemen bencana erupsi gunung api.

Manajemen bencana erupsi Merapi, yang dapat dipelajari secara mendalam di sekitar Kali Putih, mencakup siklus penanggulangan bencana yang terintegrasi dalam tiga fase utama: pra-bencana, saat kejadian, dan pasca-bencana, sebagaimana dijelaskan dalam prinsip-prinsip manajemen bencana oleh Sutopo (2012). Fase pra-bencana menuntut fokus pada mitigasi, yang meliputi identifikasi dan pemetaan zona bahaya yang akurat, serta program edukasi dan sosialisasi yang berkelanjutan kepada masyarakat mengenai risiko dan cara bertindak yang aman. Pembangunan infrastruktur tanggap bencana yang memadai, seperti posko pengungsian yang representatif dan sistem peringatan dini yang responsif, adalah elemen kunci untuk meminimalkan dampak. Pengalaman Merapi mengajarkan betapa krusialnya sistem peringatan dini yang tidak hanya cepat tetapi juga terintegrasi dengan komunikasi yang efektif hingga ke tingkat komunitas terkecil. Saat erupsi terjadi, manajemen bencana bergeser pada respons cepat dan terkoordinasi, yang mencakup evakuasi yang aman dan tepat waktu, penanganan darurat medis dan logistik, serta koordinasi lintas sektoral yang solid antara pemerintah, aparat keamanan, relawan, dan masyarakat, sebuah aspek yang terus diperkuat oleh Handayani dan Wijaya (2021). Di fase pasca-bencana, prioritas beralih pada upaya rehabilitasi dan rekonstruksi, yang mencakup pemulihan lingkungan yang rusak, pembangunan kembali sarana dan prasarana publik, serta pemulihan sosial ekonomi masyarakat agar mereka dapat kembali beraktivitas secara normal dan produktif. Pemantauan berkelanjutan terhadap aktivitas gunung api dan penyesuaian strategi mitigasi sesuai dengan dinamika vulkanik terbaru adalah kunci untuk menjaga ketahanan kawasan secara jangka panjang, menegaskan bahwa manajemen bencana erupsi gunung api haruslah proaktif dan adaptif, bukan sekadar reaktif.

Kawasan di sekitar Kali Putih, Magelang, sebagai bagian dari wilayah yang secara historis terdampak oleh erupsi Merapi, menyajikan sebuah studi kasus yang kaya akan peluang sekaligus tantangan dalam pengelolaan kawasan rawan bencana. Potensi pertambangan pasir yang masif di sepanjang aliran sungai, yang memberikan peluang ekonomi bagi masyarakat lokal, juga menimbulkan dilema terkait kelestarian lingkungan dan stabilitas daerah aliran sungai (DAS) yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap lahar dingin saat erupsi kembali terjadi, sebuah isu yang juga disoroti oleh Prasetyo dan Santoso (2020) dalam konteks pengelolaan kawasan berisiko. Di sisi lain, keindahan alam dan nilai historis kawasan ini membuka peluang pengembangan pariwisata berbasis alam dan budaya, yang dapat menjadi sumber pendapatan alternatif dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan, namun pengembangan ini harus dilakukan dengan kehati-hatian agar tidak mengabaikan aspek keselamatan dan risiko bencana. Perlindungan sempadan sungai dan fungsi hidrologis Kali Putih perlu menjadi prioritas utama untuk mencegah kerusakan lingkungan lebih lanjut dan meminimalkan risiko banjir lahar. Lebih jauh, ancaman bahaya dari erupsi Merapi yang berulang telah menimbulkan korban jiwa dan kerugian materiil yang signifikan, memaksa banyak masyarakat untuk direlokasi dari zona KRB yang berbahaya, namun kesulitan dalam proses relokasi, termasuk penyediaan ruang sosial yang memadai dan penerimaan masyarakat terhadap lokasi baru, menjadi tantangan tersendiri dalam menciptakan permukiman yang aman dan berkelanjutan. Dinamika sosial-ekonomi masyarakat yang terikat erat dengan aktivitas pertanian di lereng Merapi dan ketergantungan pada sumber daya alam sungai juga merupakan faktor penting yang harus senantiasa dipertimbangkan dalam perumusan setiap kebijakan pengelolaan kawasan ini.

Menghadapi kompleksitas multi-dimensi ini, manajemen dan kebijakan yang strategis adalah sebuah keharusan dalam pengelolaan kawasan rawan bencana erupsi Merapi, khususnya dengan mengintegrasikan pelajaran berharga dari studi kasus Kali Putih. Penguatan sistem peringatan dini dan jalur evakuasi harus terus ditingkatkan melalui edukasi publik yang intensif dan simulasi bencana yang rutin, melibatkan seluruh elemen masyarakat, termasuk para mahasiswa KKL yang dapat menjadi agen perubahan dan penyebar informasi. Integrasi kearifan lokal dengan teknologi modern dalam sistem peringatan dini, seperti yang pernah berhasil diimplementasikan dalam sistem peringatan dini Merapi yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat (Rahayu & Anwar, 2020), akan semakin meningkatkan efektivitas komunikasi risiko. Di sisi lain, penataan ruang yang tegas dan berkelanjutan wajib ditegakkan, dengan pembatasan aktivitas ekonomi yang berisiko tinggi di dalam zona KRB, termasuk peninjauan ulang dan pengaturan ulang izin pertambangan pasir agar tidak mengganggu stabilitas DAS dan ekosistem sungai. Pengembangan pariwisata perlu diarahkan pada model yang aman dan edukatif, memanfaatkan potensi alam dan budaya tanpa mengabaikan risiko bencana. Lebih lanjut, program relokasi harus disertai dengan dukungan sosial ekonomi yang komprehensif, memastikan bahwa masyarakat yang direlokasi mendapatkan akses terhadap mata pencaharian yang layak dan ruang sosial yang kondusif di lokasi baru, dengan pendekatan partisipatif yang kuat dalam perencanaan dan implementasi. Terakhir, diperlukan kebijakan yang mendukung pemulihan ekologis dan ekonomi pasca-bencana, termasuk program restorasi DAS, pengembangan ekonomi kreatif berbasis potensi lokal yang aman, serta pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Kolaborasi yang erat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, akademisi, sektor swasta, dan masyarakat merupakan kunci utama untuk mencapai manajemen kawasan rawan bencana yang efektif dan adaptif, sehingga pembelajaran dari Kali Putih dapat menjadi momentum berharga untuk membangun ketahanan bencana yang lebih baik bagi masyarakat di sekitar Merapi dan wilayah rawan bencana lainnya di Indonesia.

Pembelajaran dari Kali Putih Magelang dalam konteks manajemen bencana erupsi Merapi secara gamblang menekankan perlunya pendekatan yang holistik, sinergis, dan berbasis komunitas. Mengingat Indonesia adalah negara yang secara geografis sangat rentan terhadap bencana, penguatan kapasitas mitigasi dan adaptasi menjadi sebuah prioritas nasional yang tidak bisa ditunda. Oleh karena itu, usulan kebijakan yang mendesak untuk diimplementasikan meliputi: pertama, Penguatan Sistem Peringatan Dini Berbasis Masyarakat dan Teknologi, yang tidak hanya mengandalkan teknologi canggih tetapi juga mengintegrasikan kearifan lokal dan memastikan komunikasi risiko yang efektif hingga ke lini terdepan masyarakat, disertai dengan simulasi bencana yang rutin; kedua, Penataan Ruang yang Ketat dan Berkelanjutan, dengan penegakan regulasi yang jelas untuk membatasi aktivitas berisiko tinggi di zona KRB, termasuk evaluasi ulang izin pertambangan pasir dan pengembangan pariwisata yang berfokus pada keselamatan dan edukasi; ketiga, Program Relokasi yang Berbasis Kebutuhan dan Dukungan Komprehensif, yang mengedepankan proses partisipatif dengan penyediaan lahan, fasilitas sosial, dan program pemberdayaan ekonomi yang berkelanjutan bagi masyarakat yang terdampak; dan keempat, Revitalisasi Ekosistem DAS dan Pengembangan Ekonomi Lokal yang Tangguh Bencana, melalui upaya restorasi ekologis Kali Putih dan DAS Merapi, serta mendorong pengembangan ekonomi kreatif yang aman dari ancaman bencana dan mampu meningkatkan ketahanan masyarakat secara keseluruhan. Melalui implementasi kebijakan-kebijakan ini secara konsisten, kita dapat bertransformasi dari sekadar kawasan rawan bencana menjadi kawasan yang adaptif, tangguh, dan mampu belajar dari setiap peristiwa alam, menjadikan pengalaman belajar dari Kali Putih sebagai investasi strategis untuk menciptakan masa depan yang lebih aman bagi segenap elemen masyarakat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Joglosemar Selengkapnya
Lihat Joglosemar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun