Menelaah, hasil Indeks Daya Saing Daerah (IDSD) Tahun 2024 yang dikeluarkan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dapat didownload free, di website BRIN
Menelaah, hasil kajian Indeks Daya Saing Daerah (IDSD) 2024 yang dikeluarkan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Apa yang bisa dilakukan daerah dalam meningkatkan daya saing masing-masing daerah?. Agenda penting yang harus tertuang jelas dalam dokumen dokumen perencanaan pembangunan daerah (RPJM 2025-2030). Berikut bahasannya
Daya saing adalah kemampuan suatu negara atau daerah untuk memproduksi barang dan jasa yang dapat bersaing di pasar internasional sambil meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Porter, 1990). Dalam konteks Indonesia, yang seringkali diilustrasikan sebagai negara dengan daya saing rendah, hasil kajian tahun 2024 mengenai Indeks Daya Saing Daerah (IDSD) yang dikeluarkan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memberikan gambaran yang jelas tentang tantangan dan peluang yang dihadapi, terutama ketika dilihat dari pendekatan geografis. IDSD merupakan instrumen pengukuran yang menilai daya saing pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota, yang bertujuan untuk merefleksikan tingkat produktivitas dan kondisi ekonomi masing-masing daerah (BRIN, 2024). Metodologi yang digunakan oleh BRIN dalam penghitungan IDSD menerapkan kerangka Global Competitiveness Index (GCI) dari World Economic Forum, yang meliputi empat komponen utama: lingkungan pendukung (institusi, infrastruktur, adopsi TIK, stabilitas ekonomi makro), sumber daya manusia (kesehatan dan keterampilan), pasar (pasar produk, tenaga kerja, sistem keuangan, ukuran pasar), serta ekosistem inovasi (dinamisme bisnis dan kapabilitas inovasi).
Hasil pengukuran terbaru menunjukkan bahwa Jakarta adalah provinsi dengan indeks daya saing tertinggi, mencapai skor 4,09, meningkat dari 3,97 pada tahun sebelumnya. Diikuti oleh DI Yogyakarta dengan skor 3,97, dan Bali dan Banten, masing-masing dengan 3,90 dan 3,89 serta Jawa Barat dan jawa Timur sama 3,88 (BRIN, 2024). Di tingkat kabupaten/kota, Kota Yogyakarta dan Surakarta menjadi dua kota dengan indek tertinggi 4,39 dan Semarang dan Tanggeran Selatan dengan skor 4,31 serta kelima Kota Bandung 4,26. Sementara itu, wilayah Papua, termasuk Kabupaten Asmat dengan skor terendah 2,08, menghadapi tantangan serius dalam pengembangan daya saing. Kesenjangan ini mencerminkan perbedaan signifikan dalam infrastruktur, pendidikan, dan akses ke berbagai sumber daya yang mendukung pertumbuhan ekonomi.
Pendekatan geografis dalam analisis daya saing daerah sangat penting untuk memahami distribusi keruangan dari daya saing. Kesenjangan daya saing antar daerah sering kali dipengaruhi oleh faktor-faktor geografis yang berbeda, seperti lokasi, aksesibilitas, dan sumber daya alam. Misalnya, daerah-daerah yang terletak di pulau-pulau utama, seperti Jawa dan Bali, memiliki akses yang lebih baik terhadap pasar dan infrastruktur yang lebih kuat dibandingkan dengan daerah-daerah di Papua dan wilayah timur Indonesia. Keberadaan infrastruktur yang memadai, layanan kesehatan yang lebih baik, serta pendidikan yang berkualitas di daerah perkotaan memberikan kontribusi besar terhadap pengembangan daya saing. Sebaliknya, wilayah yang lebih terpencil sering mengalami kesulitan akibat kurangnya aksesibilitas terhadap layanan dasar dan peluang ekonomi, yang selanjutnya menciptakan stagnasi dalam pertumbuhan.
Faktor-faktor yang menentukan IDSD di setiap daerah sangat bervariasi dan sering kali dipengaruhi oleh kondisi lokal yang unik. Beberapa daerah dengan skor tinggi memiliki keunggulan dalam hal infrastruktur yang memadai, fasilitas kesehatan yang lebih baik, serta sistem pendidikan yang kuat, yang secara langsung berkontribusi pada pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Di sisi lain, daerah-daerah dengan skor rendah biasanya terjebak dalam siklus kemiskinan, di mana keterbatasan dalam pendidikan dan inovasi membatasi peluang untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (Mardiasmo, 2022).
Kesenjangan IDSD yang mencolok antara provinsi dan kabupaten/kota terutama menentukan struktur sosial dan ekonomi di Indonesia. Menurut Puspitasari dan Darmadi (2022), distribusi daya saing yang tidak merata ini tidak hanya menciptakan ketidakadilan sosial-ekonomi, tetapi juga menghambat potensi pertumbuhan ekonomi nasional. Faktor-faktor seperti ketersediaan akses internet, mobilitas penduduk, dan dukungan kebijakan yang tepat sangat berpengaruh terhadap daya saing daerah. Dengan melihat distribusi keruangan daya saing, jelas bahwa pemerintah perlu memahami gambaran keseluruhan dari peta daya saing nasional untuk merumuskan kebijakan yang lebih efektif dan tepat sasaran.
Dari hasil pengukuran dan analisis tersebut, jelas terlihat perlunya kebijakan yang terintegrasi dan berorientasi pada hasil untuk meningkatkan daya saing daerah di Indonesia. Pertama-tama, perbaikan infrastruktur harus menjadi prioritas utama. Pemerintah perlu meningkatkan investasi dalam pembangunan transportasi, telekomunikasi, dan utilitas publik di daerah-daerah dengan skor rendah. Proyek pembangunan infrastruktur harus dirancang untuk memenuhi kebutuhan lokal dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Misalnya, program pembangunan jalan-jalan di daerah terpencil akan sangat meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas barang dan jasa, serta membuka peluang bagi usaha kecil dan menengah.
Kedua, pengembangan sumber daya manusia harus mendapatkan perhatian serius. Kebijakan pendidikan perlu difokuskan pada penguatan keterampilan yang relevan dengan industri serta peningkatan akses terhadap pendidikan berkualitas, khususnya di daerah terpencil. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan institusi pendidikan sangat penting untuk memastikan bahwa kurikulum pendidikan mencerminkan kebutuhan pasar kerja. Dengan demikian, lulusan dapat memasuki dunia kerja dengan keterampilan yang sesuai dan relevan. Pelatihan vokasi juga harus diperkenalkan untuk membantu masyarakat memperoleh keterampilan praktis yang dibutuhkan dalam sektor-sektor yang sedang berkembang.
Ketiga, inovasi dan kewirausahaan harus didorong melalui pengembangan ekosistem yang menyokong. Mendirikan pusat inovasi dan inkubator bisnis regional dapat memfasilitasi pertumbuhan startup dan usaha kecil, memberikan akses kepada sumber daya, pelatihan, dan jaringan yang diperlukan untuk berkembang. Pemerintah daerah harus menyediakan insentif seperti pengurangan pajak, atau pendanaan awal untuk mendorong investasi di sektor-sektor yang inovatif. Fokus pada pengembangan klaster industri di region tertentu dapat memberikan efek positif yang signifikan terhadap daya saing lokal.
Keempat, penting untuk mengoptimalkan desentralisasi dan otonomi daerah dengan memberikan kekuatan lebih kepada pemerintahan lokal dalam pengelolaan sumber daya dan perencanaan pembangunan. Mekanisme untuk melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan akan meningkatkan akuntabilitas dan keberhasilan program-program pembangunan. Memberdayakan masyarakat lokal untuk terlibat aktif dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan dapat meningkatkan relevansi dan dampak dari kebijakan-kebijakan tersebut.