Mohon tunggu...
luthfi mutaali
luthfi mutaali Mohon Tunggu... pembelajar/dosen/peneliti/konsultan

saya meminati bidang pembangunan wilayah, tata ruang, ekonomi regional dan perencanaan lingkungan hidup

Selanjutnya

Tutup

Politik

MENYOAL KETIDAKADILAN di INDONESIA

25 April 2025   20:45 Diperbarui: 25 April 2025   20:45 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.app.goo.gl/ucuHozAPb6qAwJqG7

Hari ini ketika membaca kajian CELIOS tentang Indonesia Inequality Report 2024 (lihat gambar), saya teringat teori yang dikemukakan Soja tentang spatial justice atau keadilan spasial yang coba saya rangkum. Menurut Soja ( 2010), yang dimaksud bukan semata pemerataan fasilitas publik, melainkan hak setiap warga atas ruang---fisik maupun simbolik---yang memampukan hidup layak. Keadilan spasial di Indonesia, yaitu pemerataan akses dan kesempatan di berbagai wilayah, telah menjadi isu yang semakin mendesak untuk diangkat dalam diskursus publik. Menurut laporan terkini Indonesia Inequality Report 2024 yang disusun oleh CELIOS, kekayaan 50 individu terkaya di Indonesia setara dengan total kekayaan 50 juta orang Indonesia (Askar et al., 2024). Ketidakadilan ini tidak hanya membayangi aspek ekonomi tetapi juga kesenjangan dalam akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar di seluruh wilayah.

Di tengah pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh kekuatan ekuitas, Indonesia masih terjebak dalam siklus ketidakadilan yang menyakitkan. Meskipun data statistik menunjukkan pertumbuhan PDB yang mengesankan, realitas kehidupan bagi banyak orang---terutama di daerah terpencil---adalah situasi yang jauh dari memadai. Ketergantungan pada ukuran makroekonomi seperti PDB sering kali menutup mata terhadap kerugian yang diderita oleh populasi yang terpinggirkan. Laporan CELIOS mengungkapkan bahwa satu dari dua miliarder di kalangan 50 terkaya memiliki bisnis di sektor ekstraktif dan mendapatkan kekayaan yang menggiurkan dari sumber daya alam yang diambil dari tanah mereka sendiri, sementara masyarakat lokal justru terjebak dalam kemiskinan dan kehilangan akses terhadap sumber daya vital (CELIOS-CREA, 2024).

Ketidakadilan ini sangat tampak di sektor pendidikan dan kesehatan. Di daerah pedesaan, 74,3% guru honorer memperoleh gaji di bawah Rp2 juta per bulan, dan 50% pengemudi ride-hailing hanya menghasilkan antara Rp50.000 hingga Rp100.000 per hari (Askar et al., 2024). Dalam angka yang mencolok, kenyataan ini menggambarkan ketidakseimbangan yang nyata, di mana sebagian kecil masyarakat yang kaya semakin kaya, sementara mayoritas hidup dengan harapan yang tipis. Di lingkungan yang sama, 89% dari penduduk di daerah yang terkena dampak penambangan nikel mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (UNICEF, 2023). Ini menunjukkan bahwa meskipun ada potensi ekonomi dari sektor ekstraktif, manfaatnya tidak dirasakan oleh masyarakat lokal.

Dalam rangka menghadapi tantangan ini, sejumlah langkah kebijakan penting perlu diambil. Pertama, penerapan pajak kekayaan progresif terhadap individu terkaya dapat menghimpun sekitar Rp78 triliun setiap tahun, cukup untuk membangun lebih dari 339.000 rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (Askar et al., 2024). Mengalihkan fokus dana ini untuk tujuan redistribusi akan mendorong perbaikan kondisi hidup masyarakat, tidak hanya di pusat kota tetapi juga di daerah-daerah terpencil yang sering terabaikan.

Kedua, moratorium terhadap ekspansi konsesi pertambangan di kawasan yang memiliki risiko ekologis tinggi harus diterapkan. Hal ini sejalan dengan prinsip "just city" yang dicanangkan oleh Fainstein (2010), menekankan pentingnya pemerataan akses ke ruang dan sumber daya. Ketiga, penting untuk mengimplementasikan skema redistribusi lahan, di mana bank tanah publik dengan kuota pembagian yang inklusif bagi masyarakat lokal menjadi prioritas (Askar et al., 2024).

Sangat penting untuk memberikan jaminan hak atas tanah bagi masyarakat adat dan lokal yang seringkali terdesak oleh eksploitasi industri yang tidak adil. Ulasan tentang kebijakan tindakan aksi yang inklusif dapat mengurangi gesekan sosial dan meningkatkan kualitas hidup mereka. Misalnya, program pemulihan hutan mangrove dan investasi dalam energi terbarukan dapat memberikan peluang ekonomi baru bagi komunitas yang terpinggirkan serta merestorasi keanekaragaman hayati (CELIOS, 2024).

Selanjutnya, untuk mengatasi kesenjangan pendidikan, perlu peningkatan anggaran edukasi yang berpihak pada kualitas pendidikan di daerah terpencil. Banyak anak-anak di daerah yang tidak mendapatkan pendidikan layak karena jarak dan fasilitas yang tidak memadai. Anggaran pendidikan ini harus memprioritaskan peningkatan fasilitas dan sarana belajar yang memadai (UNICEF, 2023).

Akibat dari ketidakadilan ini menciptakan ketidakpuasan yang nyata di masyarakat. Suara-suara dari masyarakat yang terpinggirkan harus didengarkan, dan pemerintah perlu mengambil langkah konkret untuk mendorong keterlibatan publik dalam pembuatan keputusan kebijakan. Dalam hal ini, kebebasan pers dan transparansi dalam pengelolaan anggaran publik harus ditingkatkan untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil tidak menguntungkan elit semata, melainkan membawa manfaat kepada rakyat banyak (Freedom House, 2023).

Secara keseluruhan, keadilan spasial di Indonesia memerlukan kerjasama dan tindakan kolektif. Dari redistribusi kekayaan hingga pemberian hak tanah yang adil, kita perlu mengambil langkah nyata untuk memperbaiki kondisi kehidupan masyarakat. Dengan melaksanakan kebijakan pro-rakyat yang berbasis pada keadilan dan keberlanjutan, kita memiliki peluang untuk membangun masa depan yang lebih inklusif dan sejahtera bagi seluruh rakyat Indonesia. Mari kita pastikan bahwa ketimpangan tidak menjadi warisan bangsa kita, tetapi justru menjadi titik balik menuju keadilan sosial yang hakiki. Keadilan tidak hanya sekadar jargon, melainkan hak setiap masyarakat untuk mengakses sumber-sumber daya serta kesempatan yang sama, terlepas dari di mana mereka berada.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun