Mohon tunggu...
Nur Luthfiatunniswah
Nur Luthfiatunniswah Mohon Tunggu... Freelancer - Blogging

Merupakan mahasiswi UIN SU jurusan Ilmu komunukasi, Dan sedang melaksanakan kegiatan KKN-DR via Online.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Keadaan Politik di Indonesia Pasca Covid-19

13 Agustus 2020   15:07 Diperbarui: 13 Agustus 2020   15:14 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh : Angga Putra Suhadi

Pandemi Covid-19 yang dideteksi masuk di Indonesia pada awal tahun 2020 yaitu 2 Maret mulai menyebabkan banyak penderitaan sedikit demi sedikit yang dialami oleh masyarakat Indonesia. Bukan saja berdampak pada sistem pendidikan di Indonesia yang semakin memburuk dengan sistem daring, tetapi banyak membuat para karyawan pabrik harus kehilangan mata pencarian akibat pengurangan karyawan.

Tidak hanya berdampak kepada perekonomian saja, tetapi sistem pemerintahan politik yang sekarang di pimpin oleh Jokowi. Adanya pandemi covid-19 membuat para politisi sulit menjalankan tugasnya karena adanya beberapa kendala seperti PSBB guna mencegah adanya penularan covid-19 yang semakin menambah jumlah korban.

Hampir 4 bulan sudah covid-19 menyerang Indonesia, hal ini membuat Presiden Jokowi akhirnya perlahan-lahan membuka PSBB dengan melonggarkan beberapa tempat umum untuk dibuka seperti beberapa perusahaan, restaurant dan tempat-tempat perbelanjaan meski Indonesia masih berada di antara negara-negara terburuk di Asia Tenggara, dengan 32.000 kasus yang dikonfirmasi dan hampir 1.900 kematian pada 8 Juni.

Ketika virus menyebar dari China ke seluruh Asia Timur awal tahun ini, Indonesia menikmati beberapa keuntungan awal. Sebagai negara kepulauan besar, dengan pulau-pulau yang hanya terhubung dengan pesawat dan feri, sangat mudah untuk mengisolasi bagian-bagian negara dan menghentikan atau memperlambat transmisi domestik. Beberapa pulau juga sangat terpencil. Sehingga Indonesia, meskipun hampir tidak jauh lebih kaya dari kebanyakan negara di Asia Tenggara, memiliki ruang yang lebih besar untuk mengimplementasikan paket penyelamatan ekonomi.

Namun yang mengejutkan, Indonesia memiliki salah satu tanggapan terburuk terhadap COVID-19 di Asia Tenggara, yang menderita jauh lebih banyak daripada tetangga yang lebih miskin seperti Vietnam atau Kamboja. Vietnam baru memiliki 332 kasus yang dikonfirmasi, dengan laju hanya tiga kasus per 1 juta penduduk Indonesia telah memiliki lebih dari 10 kali jumlah itu.

Kurlantzick menilai, pandemi virus corona telah sepenuhnya memperlihatkan kelemahan Jokowi sebagai administrator yang tidak efektif dan terlalu berhati-hati, yang meskipun demikian memiliki kecakapan politik yang cukup untuk memenangkan dua Pilpres. Jokowi bergerak lambat untuk memungkinkan bagian-bagian negara itu memberlakukan pembatasan sosial yang tegas, dan pemerintahannya berulang kali mengeluarkan panduan membingungkan tentang bagaimana cara mengatasi COVID-19.

Jokowi juga dinilai ragu-ragu antara menutup perbatasan Indonesia atau memberlakukan langkah-langkah ketat pada pergerakan, termasuk selama musim mudik. Ketika virus menyebar, Jokowi menunda membuat keputusan selama setidaknya satu bulan, bersikeras pembatasan seperti itu tidak diperlukan. Dia akhirnya melarang mudik pada akhir April, namun larangan tersebut diabaikan oleh banyak orang.

Beberapa alasan untuk kehati-hatian Jokowi mungkin bersifat struktural. Indonesia telah memberikan kekuatan otonomi yang signifikan kepada pejabat lokal dan provinsi. Desentralisasi ini telah menjadi anugerah bagi pemberdayaan demokratis berbagai wilayah di negara ini.

Banyak pengamat Indonesia, termasuk Kurlantzick, telah menyebut proses desentralisasi sebagai nilai tambah utama bagi demokrasi Indonesia setelah jatuhnya Soeharto. Jokowi, mungkin khawatir akan mendorong mundur negara itu terlalu jauh menuju pemerintahan yang terpusat. Maka dari itu, mungkin ia berpikir lebih baik mengizinkan pemerintah daerah untuk memutuskan apakah akan menerapkan PSBB yang ketat atau tidak.

Pada saat Jokowi akhirnya menerapkan pembatasan yang lebih ketat dan meluncurkan kampanye pengiriman pesan yang lebih jelas kepada rakyatnya, semuanya sudah terlambat. Selama berbulan-bulan, tanpa kepemimpinan yang tegas tentang bagaimana menerapkan pembatasan atau langkah-langkah penjarakan sosial, apalagi rencana untuk tes massal, gubernur Indonesia dan pejabat lokal lainnya kesulitan untuk memberlakukan kebijakan mereka sendiri, yang mengarah ke tambalan pembatasan yang membingungkan di seluruh negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun