Seperti di kota-kota lainnya di Indonesia, Banjarmasin, Kalimantan Selatan juga mempunyai bukti peradaban etnis Tionghoa. Pada zaman dahulu, kaum imperialis Belanda mengonsentrasikan etnis Tionghoa beserta keturunannya ke dalam wilayah yang disebut Pecinan, yang di Banjarmasin sendiri, Pecinan tersebut dibagi menjadi dua wilayah yaitu Pecinan Laut dan Pecinan Darat.
Pecinan darat terletak di Jalan Veteran, sementara Pecinan Laut terletak di sepanjang Jalan Piere Tendean, lokasinya berada di tepian sungai Martapura sehingga disebut pecinan laut. Pemukiman etnis Tionghoa memang banyak tersebar di pinggiran sungai Martapura mengingat datangnya etnis Tionghoa ke Banjarmasin pada zaman dahulu melalui perdagangan lewat jalur sungai.
Salah satu bukti sejarah keberadaan etnis Tionghoa di tepi sungai Martapura adalah Klenteng Suci Nurani, klenteng yang didirikan pada tahun 1898 ini merupakan salah satu bangunan cagar budaya di Banjarmasin. Keindahan arsitektur di klenteng suci berupa pola penataan ruang, struktur bangunan serta ornamennya yang khas dan tak termakan oleh waktu ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan.
Seiring perkembangan zaman, beberapa kawasan pecinan di Indonesia memang menjadi kawasan ramai yang difungsikan sebagai pusat bisnis bahkan temat wisata, namun di Banjarmasin sendiri, kawasan pecinan digunakan untuk aktivitas jual beli terbukti dengan banyaknya toko dan ruko yang berdiri disana. Salah satunya yang terkenal adalah banyaknya penjual minyak bulus atau minyak bidawang, banyak wisatawan dari luar kota yang datang untuk membeli minyak bulus yang sejak dulu dikenal sebagai lotion perawatan kecantikan putri Banjar. Nah, dimana lagi Anda dapat membawa pulang minyak bulus dengan jumlah yang banyak dan dengan harga yang terjangkau. (Luthfi)
Sumber: Slaras.id