1. Apa Itu Pola Pikir Anak-Anak (Inner Child yang Belum Tumbuh)?
Pola pikir anak-anak bukan berarti seseorang suka nonton kartun atau main game---itu mah hobi. Yang dimaksud di sini adalah cara berpikir dan merespon situasi yang masih sangat dipengaruhi oleh emosi, ego, dan ketidakmampuan melihat sudut pandang lain.
Misalnya, kalau seseorang marah karena dikritik hal kecil, lalu langsung ngambek dan baper berhari-hari, itu bisa jadi tanda pola pikir kekanak-kanakan. Anak-anak belum punya kontrol emosi yang matang, dan sayangnya, pola itu bisa terbawa sampai dewasa kalau nggak pernah disadari dan dilatih.
Ciri lainnya? Selalu ingin jadi pusat perhatian, sulit menerima tanggung jawab, dan sering menyalahkan orang lain saat ada masalah. Mirip kayak anak kecil yang jatuh terus nyalahin batu.
Aku juga punya teman yang kalau dikritik langsung baper, kayak nggak bisa nerima sama sekali. Padahal menurutku, kritik itu sebenernya enak, lho! Kenapa? Karena setelah kita dikritik, kita langsung tahu apa yang perlu diperbaiki, tanpa perlu mikir-mikir tentang kekurangan kita dari awal. Kritik itu seperti refleksi yang bikin kita sadar dan jadi bisa berkembang. Kalau kita terus-terusan nggak dikritik, kita malah nggak tahu apa yang perlu ditingkatkan, kan? Dan yang paling penting, kritik itu menunjukkan kalau orang lain peduli dengan kita dan pengen kita jadi lebih baik.
2. Kenapa Orang Bisa "Terjebak" di Pola Pikir Anak-Anak Meski Sudah Dewasa?
Meskipun usia terus bertambah, nggak semua orang secara otomatis jadi lebih dewasa dalam cara berpikir dan bertindak. Ada banyak faktor yang bisa bikin seseorang "terjebak" di pola pikir kekanak-kanakan, bahkan hingga usia dewasa. Salah satunya adalah pengaruh lingkungan. Sejak kecil, kita diajarkan untuk jadi pusat perhatian atau menerima perlakuan spesial. Dalam keluarga yang terlalu memanjakan, misalnya, seorang anak bisa jadi terbiasa diperlakukan seperti "raja" yang selalu menang. Ketika dewasa, pola ini nggak hilang begitu saja. Bahkan, ketika masuk dunia kerja atau hubungan sosial, mereka bisa merasa kalau mereka harus selalu diutamakan atau disanjung.
Trauma masa kecil juga bisa jadi faktor penyebab. Anak yang sering dibentak atau merasa kurang dihargai mungkin tumbuh dengan perasaan tidak aman. Mereka akhirnya cenderung menanggapi kritik dengan pertahanan diri yang berlebihan, karena mereka merasa terancam. Padahal, tanpa menyadari, mereka justru menutup diri dari peluang untuk berkembang.
Pengaruh lingkungan yang memanjakan bukan berarti kita jadi anti kritik, lho! Justru, kita jadi lebih rentan untuk di kritik. Misalnya, kata-kata seperti, "Kamu jangan terlalu manja dong, gimana nanti kalau hidup sendiri?" bisa jadi tamparan yang sangat berarti. Kita nggak akan pernah terbiasa dengan kritik kalau dari kecil nggak diajarkan untuk menerima masukan. Lingkungan yang terlalu memanjakan justru bisa jadi jebakan yang membuat kita takut menghadapi kenyataan yang kadang pahit, seperti kritik.
Trauma masa kecil juga jadi alasan banyak orang takut berubah. Tapi, hey, ayo kawan! Itu masa lalu, dan kamu ada di sini sekarang! Jangan mau terus-terusan dipenjara oleh masa lalu. Trauma itu harus dibuang jauh-jauh, jangan dipelihara! Kita semua bisa tumbuh meski bawa trauma, apalagi kalau kita melepaskannya. Bayangkan, kalau kamu bisa lepas dari semua itu, kamu bakal jadi penguasa dunia ini! Hahaha.
3. Dampaknya ke Kehidupan Pribadi & Sosial