Mohon tunggu...
Lusi Intani
Lusi Intani Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia

Seorang Guru yang masih belajar dan terus belajar.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mereka Istimewa: Didiklah dengan Humanis

9 November 2022   05:45 Diperbarui: 9 November 2022   07:43 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Dokumen Pribadi Penulis

Oleh: Lusi Intani, S.Pd.

Menjadi Guru Sebuah Kebahagiaan

Menjadi seorang guru adalah kebahagiaan. Memutuskan menjadi seorang guru berarti memutuskan untuk tidak boleh berhenti belajar. Tidak boleh puas dengan ilmu yang yang telah didapatkan, harus terus belajar karena belajar adalah sebuah kebutuhan. Termasuk salah satunya belajar mengenai ragam karakteristik peserta didik.

Setiap peserta didik dikaruniai keunikan dan karakternya masing-masing. Hal ini menyebabkan setiap peserta didik tidak dapat ditangani dengan cara yang sama. Guru pasti mengetahui bahwa peserta didik di dalam kelas memiliki karakter yang sangat beragam. 

Ada yang rajin dan patuh pada guru. Ada yang suka berulah dan membuat keributan, ini semata-mata bentuk mereka untuk mencari perhatian. Guru perlu mengulik penyebab peserta didik sering sekali mencuri perhatian guru dengan tingkah dan polahnya.

Ulah peserta didik di sekolah mulai dari sering terlambat atau bolos sekolah, tidak mengerjakan tugas/ PR, ribut di kelas, jajan saat jam pelajaran, tidak sholat, dan masih banyak contoh perilaku lain yang kerap dilakukan peserta didik. Hal-hal tersebut memang benar-benar membuat pusing dan menguji kesabaran kita. Dibutuhkan kesabaran dan keuletan tingkat tinggi. 

Guru idealnya memiliki rasa sabar yang luas. Namun, adakah sabar yang tanpa batas? Dengan komitmen dan niat baik dalam mendidik dan mencerdaskan putra-putri masa depan bangsa, rasa sabar nan luas pasti bisa diterapkan seiring berjalannya waktu. Sikap sabar juga hendaknya dipadukan dengan sikap tegas.

Label "Anak Nakal" Perlukah?

Melihat ragam ulah negatif peserta didik, guru sering melabeli dengan kata "Anak Nakal". Sebenarnya apakah sudah tepat tindakan kita memberi label pada anak dengan sebutan "nakal"? Kita sebagai guru apakah juga berkenan jika dijuluki "Guru Galak", "Guru Killer" dan lain sebagainya. Kurang tepat rasanya jika kita melabeli peserta didik yang tidak sanggup kita kendalikan perilaku negatifnya dengan sebutan "Anak Nakal". 

Apalagi sampai membanding-bandingkan dengan peserta didik yang lain misalnya dengan yang lebih pintar. Mereka punya potensi menjadi lebih baik dengan pendidikan dan pengajaran yang diberikan oleh guru. Tentu saja semuanya berproses tidak terjadi secara instan. Tugas guru bukan hanya mengajar dan mentransfer ilmu pengetahuan tetapi juga mendidik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun