Mohon tunggu...
Luqman Hakim
Luqman Hakim Mohon Tunggu... Desainer - Tinggal di Depok masih pengen jadi orang kreatif, terus, sampai tua, sampai nggak bisa kreatif lagi.

Orang biasa dan bukan siapa-siapa. Bukan wartawan, bukan penulis, bukan kartunis, bukan komikus, bukan fotografer, bukan desainer, bukan animator, jangan juga nuduh Art Director apalagi Creative Director, bukan dan bukan, pokoknya bukan siapa-siapa. Cuma orang biasa yang pengen tetep selalu kreatif.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Apa yang Terjadi Tanggal 22 Juli 2014?

13 Juli 2014   08:55 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:29 1460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14051693602110765225

Saya jadi teringat peristiwa 16 tahun silam yang acapkali disebut 'Annus Horriblis' (tahun yang mengerikan) dan ini jadi tragedi memilukan yang tak akan pernah terlupakan di sepanjang sejarah kelam Indonesia.

[caption id="attachment_315136" align="aligncenter" width="640" caption="Demonstrasi Mahasiswa Indonesia, Mei 1998 (Foto Iqbal S. Nugroho, merdeka.com)"][/caption]

Kerusuhan 1998

Hari Selasa, 10 Maret 1998, Sidang Umum MPR RI yang diketuai oleh Harmoko menetapkan Haji Muhammad Soeharto dan Baharuddin Jusuf Habibie sebagai pemimpin baru Indonesia periode 1998-2003. Tidak bisa dibilang pemimpin baru karena Pak Harto naik tahta kepresidenan untuk yang ketujuh kalinya bersama Pak Habibie, hal yang sudah diduga oleh rakyat Indonesia kebanyakan. Bukan hanya itu, saat Kabinet Pembangunan VII diumumkan, Pak Harto memasukkan anak kandungnya yang pertama sebagai Menteri Sosial.

Ini membuat mahasiswa marah, tudingan KKN, Kolusi Korupsi dan Nepotisme terhadap pemerintah makin menjadi. Krisis ekonomi global yang terjadi di seluruh dunia sejak pertengahan tahun 1997 dan imbasnya juga terjadi di Indonesia. Hal ini makin membuat rakyat Indonesia tambah menangis. Pemerintah tak mampu lagi menetapkan standar fix rate untuk mata uang asing, di mana sejak awal tahun 1998, ketika nilai tukar 1 dolar Amerika setara dengan Rp 17.000 dan masyarakat kebanyakan sudah tidak mampu lagi membeli kebutuhan pokok mereka pun daya beli masyarakat jadi tak terjangkau secara luas, apalagi dengan kondisi politik yang makin memanas, makin membuat rakyat menderita. Beberapa tokoh intelektual pun mahasiswa menganggap ini adalah bentuk ketidak pedulian pemerintah terhadap rakyatnya.

Amien Rais yang sudah lama meniup-niupkan wacana suksesi, Pak Harto akan jadi begawan Indonesia dan jadi orang yang sangat dihormati di negeri ini saat ia mampu menggulirkan tahta kepresidenannya pada orang yang mampu di negeri ini ternyata tidak dilakukan, Pak Harto tetap jadi presiden RI yang ketujuh kalinya. Tak ada hari tanpa demonstrasi di seluruh Indonesia, gelombang protes meminta Pak Harto turun makin merebak, tuntutan reformasi digulirkan. Sebaliknya Pak Harto malah berpidato meminta mahasiswa balik ke kampus untuk kembali belajar, reformasi baru bisa dijalankan tahun 2003 saat kepengurusan Kabinet Pembangunan VII selesai mengemban tugas.

Selasa sore, 12 Mei 1998, saat sekerumunan mahasiswa Universitas Trisakti berdemonstrasi di dalam kampus dan akan bergerak secara long march menuju gedung MPR/DPR RI, aparat keamanan yang berjaga-jaga di luar kampus Universitas Trisakti dengan senjata laras panjang dan gas air mata menghalau mahasiswa kembali ke kampus. Tak ayal terjadi baku hantam, lemparan batu ke arah aparat dibalas dengan pukulan popor senapan ke arah mahasiswa. Kondisi mulai rusuh, gas air mata dikeluarkan demi meredam kerusuhan tak juga membuat mahasiswa jadi anak manis dan menurut, mereka makin marah pada aparat yang tak mau mengerti perjuangan menuntut perbaikan. Hujan peluru pun menghiasi kampus Universitas Trisakti, entah peluru karet atau peluru betulan, yang pasti ada 4 orang mahasiswa Universitas Trisakti, Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan dan Hendriawan Sie meninggal dunia terkena peluru yang bukan terbuat dari karet. Aksi mahasiswa yang berlangsung cukup lama dan baru mereda ketika waktu maghrib tiba.

Saat itu saya yang masih berstatus sebagai mahasiswa namun menyambi bekerja di Bank BNI Cabang Rasuna Said, Jakarta, menonton dari televisi di kantor, terdiam dan terhenyak, apa yang terjadi pada negeri yang saya diami ini?

Berita penembakan aparat keamanan ke kampus Universitas Trisakti jadi pemicu kerusuhan lain yang lebih parah. Besoknya hari Rabu tanggal 13 Maret 1998, tidak lagi mahasiswa yang marah, namun rakyat Indonesia. Namun sayangnya kemarahan ini dilampiaskan pada etnis tertentu yang dianggap sebagai biang keladi ketimpangan ekonomi di Indonesia, bukannya pada pemerintah. Entah siapa yang memulai pertama kali, yang pasti di tanggal ini terjadi penjarahan besar-besaran di sentra-sentra ekonomi, toko, supermarket, tempat perbelanjaan, bank, habis dijarah oleh massa.

Saya hanya bisa melihatnya dengan sedih, inikah Indonesia kita yang katanya adalah manusia yang ramah dan berbudi? Nyatanya massa melampiaskannya pada etnis tertentu yang belum tentu semuanya salah. Kesalahan yang dilakukan oleh segelintir oknum Tionghoa, seperti yang dilakukan oleh Edi Tanzil dilampiaskan pada semua orang Tionghoa di Indonesia. Toko kelontong kecil yang dipunyai oleh etnis Tionghoa yang membantu menopang perekonomian rakyat sekitar, menyediakan berbagai kebutuhan pokok warga dijarah dan dibakar, pemiliknya dipukuli dan dihabisi, yang menyedihkannya lagi di beberapa tempat terjadi pemerkosaan pada perempuan Tionghoa dan itu dilakukan di dengan bangga.

Sungguh, saya hanya bisa sedih melihat kejadian itu dari lingkup yang terbatas, dunia saya hanya kampus tempat saya kuliah dan kantor tempat saya bekerja. Saya tak bisa berbuat apa-apa. Hingga tanggal 18 Mei 1998, ketika salah seorang kawan mengajak saya untuk long march bersama mahasiswa lain menuju gedung MPR/DPR RI untuk mengajukan tuntutan pada pemerintah atas kondisi yang makin kacau balau, saya makin berpikir, saya masih bekerja, meski mahasiswa saya punya tanggung jawab sebagai karyawan di Bank BNI Cabang Rasuna Said, Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun