Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

[Refleksi Hari Perempuan Internasional 2022]: Mendobrak Stigma Janda

8 Maret 2022   06:13 Diperbarui: 8 Maret 2022   08:33 7423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi stigma janda yang merugikan perempuan.| Sumber: unsplash.com/Denis Oliveira via pop.grid.id

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah 'janda' berarti perempuan yang tidak lagi bersuami, baik karena ditinggal mati maupun bercerai.

Kata ini sebenarnya bersifat netral. Namun, di masyarakat patriarki, status janda punya konotasi negatif sehingga tidak jarang merugikan para janda itu sendiri.

Kita kerap mendengar bahkan melontarkan istilah 'duda keren' kepada laki-laki yang tidak lagi beristri. Berbeda dengan para duda yang lebih sering dilekatkan dengan narasi-narasi positif, narasi-narasi yang melekat pada janda kebanyakan justru mendiskreditkan identitas mereka sebagai perempuan dan manusia yang utuh.

Janda seringkali distigma sebagai perempuan amoral, penggoda, dan perebut suami orang serta lebih rendah statusnya dari perempuan-perempuan bersuami. Parahnya lagi, stigma ini juga turut dilestarikan oleh sesama perempuan.

Perempuan-perempuan bersuami sering merasa takut kalau suaminya direbut sehingga melarang sang suami berinteraksi dengan janda. Bahkan sebatas melempar senyum dan bertegur sapa.


Jika janda tersebut masih muda dan menarik, ia sering dijadikan objek fantasi seksual oleh laki-laki. 

Janda sering dianggap sebagai perempuan kesepian dan lebih berpengalaman sehingga laki-laki berpikir bahwa janda lebih terbuka untuk berhubungan intim dengan laki-laki lain, baik dibayar maupun secara cuma-cuma. Kondisi ini membuat para janda rentan mengalami pelecehan seksual, baik secara fisik maupun verbal.

Stigma negatif terhadap janda turut dilanggengkan oleh media melalui berita, lagu, film, dan sebagainya. Istilah-istilah seperti 'Janda Kembang' atau judul berita bernada bombastis seperti "4 Alasan Mengapa Janda Lebih Menggoda. Fakta Nomor 3 Paling Mengejutkan" dan judul-judul serupa lainnya, menunjukkan bahwa status janda lebih sering diseksualisasi dan dijadikan bahan olok-olok.

ilustrasi mendobrak stigma janda-gambar diunduh dari beritaku.id
ilustrasi mendobrak stigma janda-gambar diunduh dari beritaku.id

Bagaimana Stigma Negatif Janda Berkembang di Masyarakat?

Konstruksi sosial masyarakat patriarki menempatkan janda sebagai antitesis dari perempuan atau ibu yang ideal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun