Industri fesyen merupakan salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca dan termasuk salah satu industri yang paling merusak lingkungan.Â
Setiap tahunnya, industri tekstil menghasilkan 1,2 miliar ton emisi gas rumah kaca. Jumlah ini diketahui lebih besar daripada gabungan semua pelayaran dan penerbangan internasional.
Masih banyak pula industri fesyen yang belum memiliki sistem pengolahan limbah yang memadai sehingga limbah produksi tekstil yang banyak mengandung bahan kimia berbahaya menjadi polutan  bagi perairan, seperti sungai, laut bahkan air tanah.
Industri fesyen juga banyak menghabiskan sumber daya, seperti air dan listrik, dalam jumlah yang sangat besar. Untuk membuat satu kaus berbahan katun, misalnya, menghabiskan setidaknya 2.700 liter air. Jumlah tersebut setara dengan kebutuhan minum untuk satu orang selama 900 hariÂ
Jika ditotal secara keseluruhan, industri ini mampu menghabiskan 79 miliar meter kubik air. Sedangkan di saat yang sama, sebanyak 2,7 miliar penduduk bumi mengalami kelangkaan air.
Pengetahuan dan kesadaran akan pentingnya menjaga bumi inilah yang mendorong para pelaku di industri fesyen untuk mulai berbenah dengan menciptakan produk fesyen yang lebih ramah lingkungan. Salah satunya adalah dengan menerapkan konsep circular fashion.
Apa itu circular fashion? Samakah antara circular fashion dengan sustainable fashion? Apa saja tantangan yang akan dihadapi oleh industri ini?
Mengenal Circular Fashion
Istilah circular fashion sebenarnya mengacu pada pakaian, sepatu dan aksesori yang dirancang untuk bisa digunakan dalam jangka waktu lama, dibuat dari bahan-bahan yang dapat terurai (biodegradable), tidak beracun dan yang pasti bisa didaur ulang. Ide ini diprakarsai oleh Anna Brismar, pendiri perusahaan konsultasi Green Strategy, yang dikembangkan pada tahun 2017.
Pada dasarnya circular fashion didasari oleh konsep circular economy yang bertujuan untuk meminimalkan dampak perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, limbah, polusi dan memanfaatkan sumber daya sebaik-baiknya.Â