Jika toxic positivity dialami oleh orang yang curhat, dia akan malu utnuk mengakui emosi negatifnya.Â
Sementara, jika yang mengidapnya adalah orang yang dicurhati, ia bisa merusak suasana karena komentarnya yang menyakitkan.Â
Kalau begini caranya, orang yang curhat bukannya merasa lebih tenang malah merasa tidak dihargai dan diperhatikan.Â
3. Menimbulkan gangguan kesehatan mental, seperti stres berkepanjangan dan depresiÂ
Seseorang yang terus-menerus berpura-pura bahagia dan mengabaikan emosi negatifnya suatu saat emosi tersebut akan meledak. Ia tidak akan kuat lagi menanggung beban tersebut.Â
Jadi, bagaimana seharusnya sikap kita dalam menanggapi curhatan mereka?Â
1. Pahami bahwa setiap orang memiliki toleransi yang berbeda-beda terhadap suatu masalahÂ
Masalah boleh sama, namun penerimaan dan respon seseorang menghadapinya bisa jadi berbeda.Â
Misalnya, patah hati. Saya yakin pasti banyak yang pernah mengalami hal ini. Termasuk saya (uhuk~) dan teman-teman K-ner sekalian.Â
Tapi toleransi saya terhadap rasa sakit akibat patah hati bisa jadi berbeda dengan mereka. Toleransi ini nantinya akan menentukan respon kita terhadap masalah tersebut.Â
Ada yang meresponnya dengan segera move on, cari yang baru, walaupun sempat sedih dan nangis-nangis juga. Ada yang malah bersyukur hubungannya bubar. Bisa jadi karena pacarnya emang nyebelin bahkan abusive.Â
Tapi ada juga yang gara-gara patah hati jadi sangat selektif bahkan takut untuk menjalin hubungan baru. Apalagi kalau punya pengalaman pernah diselingkuhi.Â
Jadi, jangan memaksakan agar cara Anda dalam menghadapi masalah yang sama diterima oleh mereka. Mereka bukan Anda. Dan Anda bukan mereka.Â