Mengapa saya melakukannya? Saya hanya tidak suka membuat orang lain khawatir tentang keadaan saya.Â
Namun, saya bersyukur karena setidaknya saya masih dikelilingi oleh orang-orang baik, seperti keluarga dan sahabat-sahabat. Walaupun tetap ada kalanya juga saya dipertemukan dengan orang-orang berhati busuk yang menyebalkan.Â
Kasih sayang, perhatian dan kepedulian dari keluarga dan sahabat-sahabatlah yang membuat saya mampu bertahan sampai sekarang.Â
Terakhir, saya bersyukur karena menemukan wadah seperti Kompasiana yang memungkinkan saya untuk berkarya, walaupun masih sangat ala kadarnya.Â
Tapi setidaknya disini saya bisa bertemu, berinteraksi dan belajar banyak hal dari para penulis hebat dan berbakat, sehingga saya tidak lagi merasa kesepian atau tidak berguna seperti sebelumnya.Â
Jujur, awalnya saya merasa ragu dan minder untuk bergabung. Tapi, saya pikir, "kalau tidak sekarang, kapan lagi?" Dan Alhamdulillah, selama saya bergabung sejak 6 Juli 2019 lalu, saya menerima respon yang baik dari Kompasianers yang lain.Â
Maka, tidak berlebihan rasanya jika saya menganggap Kompasiana sebagai pelarian saya dari rasa sepi dan frustrasi.Â
Sekian tulisan receh saya hari ini. Mohon maaf kalau kesannya saya jadi curhat atau sambat disini (padahal emang iya sih~). Intinya, kalau pun ada hal baik yang bisa diambil, ambil yang baik dan buang yang buruk. Selamat Sabtu pagi.Â
Salam hormat.Â