Mohon tunggu...
Lukman Yunus
Lukman Yunus Mohon Tunggu... Guru - Tinggal di pedesaan

Minat Kajian: Isu lingkungan, politik, agama dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hati-hati dengan Said Didu

15 Mei 2020   14:51 Diperbarui: 15 Mei 2020   16:54 655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok: Maulana Saputra/kumparan.

Nama Said Didu belakangan ramai dibicarakan, beliau adalah mantan Sekertaris Menteri BUMN. Di sosial media twitter, jika diperhatikan isi postingannya acap kali bernuansa kritis. Tentu saja ini biasa di negara yang menganut sistem demokrasi, dimana kebebasan berpendapat dijamin oleh konstitusi (baca: UUD 1945 Pasal 28).

Pada beberapa waktu lalu beliau menjadi narasumber di kanal youtube Hersubeno Arif. Disini mulanya persoalan hukum dimulai, bersumber dari pernyataannya yang dinilai oleh Luhut Binsar Panjaitan telah mencemari nama baiknya. Alhasil beliau kemudian di laporkan ke pihak kepolisian seperti yang dilansir oleh Kompas.com berikut.

Kuasa hukum Luhut melaporkan Said dengan dugaan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dan/atau menyebarkan berita bohong yang dapat menyebabkan keonaran di masyarakat.

Sebelum laporan tersebut, Menko Luhut memberi kesempatan waktu terbatas kepada Said Didu untuk meminta maaf. Namun rupanya sia-sia, kesempatan itu tidak diambil oleh Said Didu. Ini menjadi menarik, keputusan Said Didu bukan tanpa dasar. Dengan kata lain, beliau merasa bahwa pernyataannya sah-sah saja. Terlepas dari fakta bahwa pernyataannya kemudian dipersoalkan oleh Menko Luhut, silahkan itu diuji di depan hukum.

Dewasa ini jika melihat kasus-kasus yang ada, kebebasan berpendapat seolah dikekang dengan berbagai delik yang mencengangkan. Sebut saja; pencemaran nama baik dan sebagainya. Hemat saya ini bahaya di dalam negara demokrasi, kultur semacam ini memungkinkan hidupnya watak otoritarianisme. Jadi, nalar kritis masyarakat mesti diminimalisir atau bahkan dinonaktifkan sama sekali karena ketakutan pada delik yang akan membawa seseorang pada proses hukum.

Kritik terhadap pejabat publik artinya masyarakat ingin perubahan ke arah yang lebih baik. Maka tinggal cari jalan keluarnya bukan mempersoalkan kritik dengan mencari-cari delik. Terang saja, jika ini terus-menerus terjadi maka ada kemungkinan psikologi masyarakat akan takut untuk mengucapkan kritik. Seperti dalam kasus di atas, Rocky Gerung mengatakan bahwa Ia tidak membela Said Didu tapi yang Ia bela justru pikiran kritis seorang Said Didu. Jadi berbeda, yang esensinya adalah menjaga marwah amanat UUD 1945 Pasal 28.

Said Didu menjadi salah satu contoh bagaimana kebebasan berpendapat berada di titik nadirnya. Sebelumnya sudah ada beberapa nama dengan kasus yang hampir sama, akhirnya harus masuk penjara dengan delik pencemaran nama baik. Masyarakat dibuat dilematis khususnya masyarakat yang memiliki nalar kritis terhadap setiap hal kebijakan atau perilaku pejabat publik yang perlu mendapat perhatian. 

Kembali pada topik di atas; Hati-hati dengan Said Didu. Penulis tidak bermaksud bahwa Said Didu seorang yang kebal hukum, akan tetapi yang dikhawatirkan justru akan terjadi luapan emosi masa. Publik merasa bahwa upaya pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat harus segera dihentikan. Kekhawatiran kita adalah, kritikan yang substansinya untuk perbaikan ke arah yang lebih baik justru ditanggapi dengan membuat laporan ke kepolisian. 

Fakta menunjukkan bahwa Said Didu mendapat dukungan dari banyak pihak, tidak bisa dipungkiri bahwa ini merupakan satu sinyal bahwa hak berpendapat mesti dijaga marwahnya. Ia mesti tumbuh di tiap-tiap kepala rakyat, layaknya "senjata" yang siap sedia melawan agar negara ini tetap pada pendiriannya untuk memajukan kesejahteraan umum. Adapun dukungan tersebut adalah, seperti yang dilansir oleh laman Kompas.com (15/5/2020)

Kuasa hukum Said, Letkol CPM (Purn) Helvis, mengatakan kliennya didukung ratusan pengacara kondang.

Mereka mereka terdiri dari unsur ahli hukum, tokoh masyarakat, akademisi, ulama, tokoh lintas agama, juga purnawirawan TNI. Berbagai organisasi masyarakat juga mengirimkan perwakilannya di tim advokasi ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun