Mohon tunggu...
Lukas SungkowoJoko Utomo
Lukas SungkowoJoko Utomo Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Penulis buku

Katekis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah Katolik, Akankah Bangkit bersama Yesus?

30 Maret 2024   22:15 Diperbarui: 30 Maret 2024   22:20 682
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kondisi sekolah Katolik yang mengantar dan menyempurnakan kesengsaraan yang telah ada adalah kurangnya kesadaran bahwa, hanya "kita" yang mampu mempertahankan kelangsungan sekolah katolik.  Saya sering mendengar keluhan teman-teman sesama guru dari sekolah Katolik bahwa ada suasana yang tidak enak di lingkungan kerja mereka.  Satu mendominasi yang lain, munculnya kelompok-kelompok yang menimbulkan persaingan yang tidak sehat.  Kelompok yang cenderung "gibah" tapi berat dalam melaksanakan tanggung jawab.  Seolah-olah, tanggung jawab ada pada "mereka", bukan di "kami atau kita".

Dan rasanya saya mengamini kecenderungan terbentuknya kondisi yang seperti ini.  Berkelompok dalam sebuah komunitas tidak salah jika memiliki tujuan positif yang sama.  Namun seperti yang menjadi kebiasaan, kelompok-kelompok biasanya ada untuk saling merendahkan yang lain dan membawa kehancuran bersama, secara pelan-pelan dan tanpa kita sadari.

7. Kebijakan yang "meninggalkan"

Sudah banyak kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan yang bertujuan untuk memajukan sekolah.  Tetapi tentu pertama-tama bukan untuk sekolah swasta.  Apakah kebijakan tersebut tidak menyentuh sekolah swasta? Jawabannya, pasti menyentuh, tapi nanti. Belakangan!

Hal yang seperti ini yang semakin membuat sekolah Katolik yang "kurang berdaya" menjadi semakin terpuruk dan terancam keberlangsungannya.  Namun pemerintah bukannya membiarkan keterpurukan ini terus berlanjut.  Minimal pernah ada pemikiran untuk menghentikan keterpurukan sekolah sekolah seperti ini.  Pada tahun 2017, Bapak Basuki Tjahaya, Gubernur Jakarta pada waktu itu, jika saya tidak salah pernah berbicara tentang hal ini, sekolah swasta yang kuirang berdaya ini dibeli dan di negerikan.  Secara pribadi saya mengapresiasi ide ini, tetapi saya juga prihatin jika hal tersebut terjadi pada sekolah Katolik, apalagi sekolah milik Gereja.  Bagi saya, ini sangat mengerikan.  Mungkin ini hanya ketakutan saya saja, mungkin keegoisan saya yang tidak rela sekolah Katolik menjadi sekolah umum, meskipun di sisi lain saya juga tidak mau bertindak maksimal dalam mempertahankan keberlangsungan hidup sekolah katolik.

B.    Menuju pada kematian

Setelah mengalami kesengsaraan yang luar biasa, mulai dari pengadilan yang tidak adil, penderitaan fisik yang tidak terkira selama proses pengadilan, hingga akhirnya munculnya keputusan "bersama" bahwa Yesus harus dihukum mati dengan proses yang begitu berat.  Memikul beban salib berat dan jatuh bangun karena perjalanan terjal dan mendaki agar bisa sampai di tempat penyaliban yaitu Golgota.  Ini adalah proses kematian yang begitu berat, yang menyadarkan manusia betapa dosa telah mengakibatkan kematian yang mengerikan.  Dalam proses menuju kematian-Nya ini banyak orang yang sedih, prihatin,dan menangis, tetapi ada juga sebagian yang puas, tertawa dan gembira.  Dua sisi yang selalu menyertai kehidupan manusia.

Saat ini sekolah kita sepertinya juga akan bermuara ke sana.  Pada kematian.  Yang membedakan adalah, Yesus dan orang-orang yang bersimpati (atau berempati) dengan kesengsaraan itu sungguh sadar bahwa beratnya beban yang Yesus pikul ini akan membawa pada kemuliaan.  Karena disana tersirat kerja keras juga kepasrahan, pengorbanan dan juga cinta, kesetiaan pada panggilan untuk meraih nilai tertinggi yang dicita-citakan, yaitu keselamatan manusia.  Sementara, kita sadar bahwa kesengsaraan yang kita alami akan mengantar dan bisa mengantar kita pada kematian, tetapi kita diam dan menyerah, seandainya kita melakukan sesuatu, kita melakukan sesuai kewajiban yang seharusnya, sangat standar, bukan dilandasi oleh keinginan meraih nilai dan cita-cita tertinggi yang mendorong kita untuk membangun semangat juang yang tinggi dalam mengungkapkan cinta, yang akan terwujud jika sekolah yang kita cintai maju dan menuju pada kejayaan, seperti kejayaan yang pernah kita alami dan rasakan, dulu kala!

Jika hal ini terjadi, maka kita akan mengalami kematian permanen, dan tidak akan pernah bangkit lagi seperti halnya Kristus, yang setelah kematianNya kemudian bangkit, pada hari ketiga.

C.    Belajar Bangkit dari Veronika

Kisah tentang Veronika yang mengusap wajah Yesus yang berlumuran darah saat dalam perjalanan Salib sangat menarik bagi saya. Dalam bayangan saya, waktu itu, Veronika berada dalam kumpulan para perempuan yang menyaksikan perjalanan salib Yesus. Sebagian perempuan tersebut menangisi kesengsaraan Yesus seperti yang sudah digambarkan di atas.  Sebagian lagi menyalahkan Yesus dan tidak peduli dengan kesengsaraan yang dialami oleh Yesus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun