Mohon tunggu...
Lukas Danang Wibowo
Lukas Danang Wibowo Mohon Tunggu... Atlet - a runner :)

Om-om tanggung yang menolak tua dan mendedikasikan pagi harinya untuk berlari.

Selanjutnya

Tutup

Atletik

Mandiri Jogja Marathon 2019: Jogja, Padamu Aku akan Kembali!

21 Mei 2019   21:49 Diperbarui: 21 Mei 2019   22:17 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku mengenal kota ini dengan sangat baik, bukan karena aku lahir dan besar di sini, melainkan karena sering kesasar saat pertama mencoba jalur baru di tahun 2006 silam. Gunung Merapi yang selalu tampak megah saat aku berkendara dari asrama menuju kampus bertahun-tahun lalu, pantai yang tak pernah berhenti menarik wisatawan dengan pesona cantiknya, juga sudut alun-alun kidul dan utara yang menyimpan banyak cerita.

"Here we are!"

Teriakku pada kedua teman yang aku jemput di dua tempat berbeda. Satunya di bandara Adi Sucipto sedangkan lainnya di stasiun Lempuyangan. Awik baru saja mendarat dari Balikpapan setelah sebelumnya melakukan perjalanan darat dari Banjarmasin demi menghemat biaya. Dia belum berubah dalam hal ini. Sejak pertama aku mengenalnya. Sementara Herry yang sepertinya sudah lama tidak menggunakan transportasi kereta api, memilih untuk mengunjungi Jogjakarta dengan naik kereta api.

Kami berkumpul di kota yang penuh kenangan ini untuk mengikuti ajang bergengsi, Mandiri Jogja Marathon 2019. Persiapan kami bisa dikatakan cukup lama, berawal dari berburu tiket hingga persiapan fisik di tempat kerja masing-masaing dan tentunya persiapan mental. Kami bertiga adalah teman lama dari bangku kuliah. Perkenalan kami dimulai dari 2006 di sebuah kampus yang belum begitu terkenal di Jogja. Orang-orang menyebut kampus kami dengan "kampus kejuangan". Niatnya sih sebutan positif karena mahasiswanya penuh dengan perjuangan. Nyatanya, kami bertiga tidak pernah melakukan. Jangankan berjuang, olahraga saja tidak pernah! Biar begitu, kami masih bisa sombong buat ikut lari marathon.

Pada awalnya lari adalah hal asing bagi kami. Seingatku, dulu Awik tidak punya ketertarikan dalam hal olahraga, satu-satunya olahraga yang dia suka adalah sepak bola, itupun hanya sebagai penonton. Awik menyematkan diri sebagai fans garis keras salah satu klub bola dari kota Milan. Dalam beberapa kesempatan saat kuliah dulu, kami pernah melakukan pendakian gunung untuk sekadar mengisi waktu luang atau bahkan meluangkan waktu, tapi itu bisa dikatakan bukan olahraga karena hanya bermodalkan peta dan persiapan fisik seadanya.

Herry memiliki postur tubuh yang tinggi, dari zaman kuliah, pernah beberapa kali bermain basket denganku. Setahuku saat dia ambil kuliah di luar negeri, dia mempunyai kegemaran baru, yaitu jalan kaki dan bersepeda. Namaku Danang,  sebenarnya aku menggemari olahraga sejak dulu. Aku pernah bergabung dengan klub basket asrama daerah, klub futsal angkatan kuliah dan sangat menggemari olahraga bulutangkis. Hanya saja, dulu aku menganggap lari adalah sebuah kegiatan pemanasan sebagai pendukung hobby olahragaku.

Aku mengenal lari dari Awik, entah ada angin apa saat itu dia berhasil meracuniku dengan kegiatan barunya. Dan sedikit demi sedikit, akhirnya Herry juga tertarik dengan olahraga sederhana ini. Tahun 2018 lalu, kami bertiga bertolak ke Bali untuk mengikuti event lari pertama kami. Medali Half Marathon berhasil kami raih dengan penuh drama, mengingat kami telat di garis start.

Tahun 2019 ini kami berniat untuk upgrade kelas marathon. Persiapan demi persiapan kami lalui. Kami saling berbagi hasil latihan via grup yang kami buat, sampai di pertemuan kali ini; dua hari menjelang race day! Cerita mengalir mengenang jalan-jalan yang pernah kami lewati. Dengan mata berbinar, kami juga mampir ke warung-warung tempat kami sering makan dulu. Kali ini aku menjemput mereka dengan istriku, akhir tahun kemarin aku meminangnya. Awik dan Herry juga datang ke acara pernikahan kami. Herry menyumbangkan beberapa lagu, walaupun dia bernyanyi sambil baca lirik di ponselnya, tapi sepertinya tamu undangan cukup menikmati suaranya.

H-1 menjelang race day kami bergabung dalam pasadulurun, acara yg digagas teman-teman komunitas lari Jogja untuk menyambut komunitas lari dari berbagai kota. Ya, karena kami hanya tiga biji om-om tanggung yang mencoba melawan tua, kami tak punya komunitas lari. Entah karena kesibukan atau rutinitas, kami pun tak tergabung dalam komunitas lari mana pun. Sehingga pada saat perkenalan, kami tak bisa menyebutkan dari mana. Berulang kali aku dan Awik berteriak dengan nada yang lebih mirip orang menggumam, "Kompol! Komunitas om-om kuat gas pol!" Tapi hanya berakhir dengan gumaman dan tertawa saja. Tidak ada yang berani berteriak keras seperti peserta lain.

Kelas yang kami ikuti tak main-main. Kelas FM alias Full Marathon! Artinya kami harus menyelesaikan rute 42 km dalam waktu 7 jam 21 menit yang ditetapkan penyelenggara. Sekali lagi kami saling mengingatkan; bahwa ini bukan olahraga lucu-lucuan. Walaupun jantung debarnya tak karuan. Target kami sederhana, sampai atau tidak sampai ke garis finish, kami harus tetap  bernyawa!

Yang menarik dari race di Jogja adalah antusiasme masyarakat di sepanjang lintasan. Kita bisa melihat masyarakat begitu antusias menyambut para pelari dengan memberikan semangat. Itu sangat berarti bagiku. Teriakan dan senyuman mereka sungguh membuahkan endorfin dan andrenalin dalam sekali tatap. Padahal, matahari sudah mulai terik, tapi aku merasa seperti tokoh heroik yang ditunggu-tunggu di akhir film saat duduk di bioskop.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Atletik Selengkapnya
Lihat Atletik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun