Mohon tunggu...
Lugas Wicaksono
Lugas Wicaksono Mohon Tunggu... Swasta -

Remah-remah roti

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Kisah Warung Tinuk Handayani yang Jadi Jujugan Wisatawan Muslim

23 Oktober 2017   01:01 Diperbarui: 23 Oktober 2017   03:05 1711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa waktu lalu saya berkesempatan bertemu Tinuk Handayani, pemilik Nasi Pecel Bu Tinuk di salah satu cabang warungnya yang berlokasi di Jalan Raya Tuban, Kuta, Badung, Bali. Warung tersebut hampir setiap saat ramai pembeli. Sementara di satu sudut etalasenya terpampang logo sertifikasi halal berikut nomor serinya.

Di sela kesibukannya memanajemen warungnyanya, Bu Tinuk menceritakan perjalanan usahanya berdagang kuliner yang ditekuninya sejak 2002 lalu. Awalnya perempuan asal Banyuwangi, Jawa Timur ini nekat merantau ke Bali dan berdagang nasi pecel kaki lima di emperan toko pinggir jalan kawasan Kuta. Perlahan warung kaki limanya ramai pembeli karena kelezatan nasi pecelnya dan konsistensinya menjaga cita rasanya yang tidak pernah berubah.

Selang dua tahun kemudian, tepatnya 2004 lalu Bu Tinuk tidak lagi berjualan di pinggir jalan karena telah sukses membuka warung di Jalan Raya Tuban Kuta, disusul kemudian di Jalan Teuku Umar Denpasar. Beberapa tahun kemudian dia mulai mengurus sertifikasi halal. Menurut dia, prosesnya tidak sulit, kurang dari dua pekan proses sertifikasi itu sudah selesai.

Bukan tanpa alasan, sertifikasi halal itu perlu baginya untuk memastikan kepada konsumen Muslim bahwa kuliner yang dijual di warungnya benar halal untuk dikonsumsi. Menu seperti nasi pecel, ayam panggang, ayam goreng, empal, sayur lodeh, rawon, bebek goreng sambal pencitan, sop buntut dan lainnya dipastikan halal karena telah melalui proses verifikasi dari lembaga resmi.

Konsumen Muslim memiliki standar sendiri mengenai makanan yang dikonsumsinya sesuai ajaran agamanya mengenai kewajiban mengkonsumsi makanan halal. Peluang inilah yang ditangkap Bu Tinuk untuk mempermudah wisatawan Muslim yang sedang berlibur ke Bali mendapatkan jaminan kuliner halal di warungnya. Mengingat selama ini wisatawan Muslim yang berkunjung ke Bali cukup besar, ditambah lagi banyaknya populasi umat Islam yang berdomisili di pulau ini.

Di rumah makan dua lantai itu dia juga menyediakan fasilitas lain bagi konsumen Muslim agar lebih nyaman seperti musola. Mengingat sebagian konsumennya wisatawan yang baru datang dari jauh sehingga tidak jarang membutuhkan tempat untuk beribadah di sela waktu liburannya.

Kebanyakan yang menyantap menu di warungnya wisatawan Muslim yang sedang berlibur ke Bali. Baik sekadar jalan-jalan menikmati panorama alam ataupun yang sedang ada urusan pekerjaan. Ketika musim liburan sekolah atau akhir tahun, dia sering kewalahan melayani pembeli yang begitu ramai.

Di kalangan wisatawan Muslim, warung Bu Tinuk dikenal dengan kehalalan kulinernya. Tentu saja itu karena sertifikasi halal yang diperolehnya. Seringkali pula pemandu wisata menyarankan wisatawan yang dipandunya makan di warung Bu Tinuk ketika diminta mengantar mencari kuliner halal. Dikenalnya warungnya sebagai penyedia kuliner halal di Bali menjadi berkah bagi Bu Tinuk.

Nasi Pecel Bu Tinuk
Nasi Pecel Bu Tinuk
Namun bukan berarti rumah makan yang dikelolanya eksklusif untuk konsumen Muslim saja. Ia melayani dengan baik setiap konsumen yang datang tanpa membedakan latar belakangnya. Tidak jarang pula wisatawan mancanegara yang ingin mencicipi kuliner Jawa di Bali datang ke warungnya. Bahkan karena kelezatan dan kepopulerannya seringkali media asing seperti beberapa waktu lalu stasiun televisi dari Jepang datang untuk meliput kulinernya.

Keuntungan Bu Tinuk dari bisnis kulinernya yang telah bersertifikasi halal berlipat. Warungnya sudah pasti menjadi jujugan pertama wisatawan yang sedang berburu kuliner halal. Di samping itu dia tidak harus melayani konsumen Muslim saja, wisatawan lain tetap bisa menikmati kuliner di warungnya. Dengan begitu tidak ada alasan wisatawan tidak masuk ke warungnya.

Sementara itu, kini proses sertifikasi halal beralih ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah Kementerian Agama RI mengacu pada Undang-undang nomor 33 Tahun 2014 tentang jaminan halal. Meski begitu fatwa ketetapan halal berada pada MUI yang kemudian disampaikan ke BPJPH sebagai awal untuk menerbitkan sertifikat halal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun