Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Diplomasi Sunyi ASEAN dalam Penyelesaian Konflik Kamboja-Thailand

9 Agustus 2025   20:53 Diperbarui: 10 Agustus 2025   19:46 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PM Malaysia (tengah) berjabat tangan dengan PM Kamboja Hun Manet (kiri) dan PM interim Thailand Phumtham Wechayachai (kanan) ketika merundingkan gencatan senjata Thailand-Kamboja di Putrajaya, Malaysia, Senin (28/7/2025).(AFP/MOHD RASFAN)

Keberhasilan quiet diplomacy ASEAN tidak dapat dipisahkan dari peran Malaysia sebagai ketua ASEAN 2025. Malaysia bergerak cepat untuk menghost pembicaraan dan membantu memfasilitasi gencatan senjata ketika mekanisme formal ASEAN mengalami kesulitan merespons. 

Diplomasi sunyi Anwar Ibrahim berhasil menghentikan bentrokan mematikan Thailand-Kamboja, menunjukkan sinergi antara kepemimpinan rotational dan institusional ASEAN.

Pendekatan dual-track ini—kombinasi antara quiet diplomacy sekretariat ASEAN dan active mediation Malaysia sebagai ketua—menciptakan fleksibilitas diplomatik yang memungkinkan respons yang lebih cepat dan efektif. Malaysia dapat mengambil inisiatif politik yang bold, sementara sekretariat ASEAN menyediakan institutional backing dan continuity dalam proses mediasi.

Doktrin non-intervensi

Konflik Kamboja-Thailand ini memaksa ASEAN untuk merefleksikan ulang doktrin non-interference yang selama ini menjadi prinsip fundamental. ASEAN, yang lama dikritik karena doktrin non-intervensi, telah mmenunjukkan kedewasaan. 

Quiet diplomacy yang berhasil dalam kasus ini menunjukkan bahwa ASEAN dapat melakukan intervensi konstruktif tanpa melanggar prinsip kedaulatan negara anggota.

Pendekatan ini merepresentasikan evolusi kreatif dari doktrin non-intervensi menuju "constructive engagement" yang lebih proaktif. ASEAN tidak lagi pasif menghadapi konflik antaranggota, melainkan secara aktif memfasilitasi penyelesaian melalui jalur diplomatik yang sensitif terhadap isu kedaulatan kedua belah pihak.

Keberhasilan quiet diplomacy ASEAN dalam konflik Kamboja-Thailand juga harus dilihat dalam konteks kompetisi geopolitik yang lebih luas. China melalui Menteri Luar Negeri Wang Yi menyalahkan warisan kolonial Barat atas konflik tersebut dalam pembicaraan dengan Sekretaris Jenderal ASEAN Kao Kim Hourn. 

Hal ini menunjukkan bahwa major powers juga berupaya mempengaruhi narasi dan penyelesaian konflik regional. Dalam konteks ini, quiet diplomacy ASEAN menjadi assertion dari ASEAN centrality dalam mengelola isu-isu regional. 

Dengan berhasil memediasi konflik tanpa keterlibatan dominan dari major powers, ASEAN membuktikan bahwa mekanisme regional masih relevan dan efektif dalam era multipolar yang kompetitif.

Implikasi Jangka Panjang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun