Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Diplomasi Sunyi ASEAN dalam Penyelesaian Konflik Kamboja-Thailand

9 Agustus 2025   20:53 Diperbarui: 10 Agustus 2025   19:46 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PM Malaysia (tengah) berjabat tangan dengan PM Kamboja Hun Manet (kiri) dan PM interim Thailand Phumtham Wechayachai (kanan) ketika merundingkan gencatan senjata Thailand-Kamboja di Putrajaya, Malaysia, Senin (28/7/2025).(AFP/MOHD RASFAN)

Konflik perbatasan Kamboja-Thailand yang meletus pada Juli 2025 telah menjadi ujian nyata bagi relevansi dan efektivitas ASEAN sebagai organisasi regional. Ketika artileri bergema sepanjang perbatasan Kamboja-Thailand pada Juli, ASEAN bergerak cepat namun secara diam-diam di balik layar (behind the scene). 

Pendekatan quiet diplomacy atau diplomasi sunyi yang dipimpin Sekretaris Jenderal (Sekjen) ASEAN, Kao Kim Hourn, berhasil mencegah eskalasi lebih lanjut, namun juga mengangkat pertanyaan fundamental tentang evolusi diplomasi ASEAN dan kemampuannya menghadapi krisis intra-regional di masa depan.

Konflik yang berakhir dengan gencatan senjata tanpa syarat pada 28 Juli 2025 ini merupakan test case paling signifikan bagi ASEAN sejak krisis Myanmar. Perselisihan lima hari yang meninggalkan puluhan korban jiwa memaksa organisasi regional ini untuk membuktikan relevansinya dalam mengelola konflik antaranggota. 

Ketidakbertindakan terhadap konflik Thailand-Kamboja akan merusak raison d'être ASEAN dari hari ke hari. Yang menarik adalah bagaimana ASEAN memilih pendekatan yang berbeda dari respons konvensionalnya terhadap krisis regional selama ini. 

Alih-alih mengandalkan pernyataan diplomatik formal atau mekanisme institusional yang kaku, ASEAN di bawah kepemimpinan Sekjen Kao Kim Hourn mengadopsi strategi quiet diplomacy yang terbukti lebih pragmatis dan efektif dalam konteks ini.

Peran Sekretaris Jenderal ASEAN

Kepemimpinan Kao Kim Hourn dalam krisis ini menandai evolusi signifikan dalam peran Sekjen ASEAN. Sebagai diplomat Kamboja yang berpengalaman, Kao Kim Hourn berhasil menavigasi sensitivitas politik kedua negara yang berkonflik sambil mempertahankan netralitas institusional ASEAN. 

Pendekatan personalnya dalam diplomasi behind-the-scenes menunjukkan bahwa posisi Sekretaris Jenderal dapat menjadi lebih aktif dan operasional, bukan sekadar administratif.

Quiet diplomacy yang dipimpin Kao Kim Hourn berbeda dengan pendekatan tradisional ASEAN yang cenderung menghindari intervensi langsung dalam konflik bilateral antaranggota. 

Dalam kasus ini, ASEAN secara proaktif memfasilitasi dialog dan memberikan good offices untuk mencegah eskalasi, menunjukkan kematangan organisasi dalam menghadapi krisis regional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun