Kebangkrutan Sri Lanka menjadi pelajaran penting bagi banyak negara mengenai betapa dahsyatnya dampak perang antara Rusia dan Ukraina terhadap negara-negara lain. Perang itu tentu saja bukan merupakan penyebab utama krisis ekonomi dan politik di sebuah negara, seperti Sri Lanka.Â
Ada faktor-faktor ekonomi dan politik di tingkat domestik yang saling mempengaruhi. Kesalahan tata kelola ekonomi dapat mendorong krisis sosial. Krisis sosial ekonomj yang tidak segera diselesaikan melalui kebijakan yang prudent dan tepat, selanjutnya, mempengaruhi struktur politik.Â
Krisis politik berkepanjangan mendorong protes masyarakat kepada pemerintah. Kegagalan pemerintah merespon berbagai tuntutan masyarakat menyebabkan kekuasaan sebuah pemerintahan terpaksa disebut kelompok oposisi yang memobilisasi masyarakat.Â
Kasus Sri Lanka menunjukkan secara jelas bahwa krisis domestik yang berujung pada pergantian pemerintahan itu dipicu oleh faktor eksternal (perang Rusia-Ukraina). Faktor domestik memang penting, namun memerlukan faktor eksternal untuk menimbulkan pra-kondisi bagi reformasi politik.Â
Faktor eksternal itu merupakan dampak dari perang Rusia-Ukraina, yaitu terganggunya rantai pasok bahan pangan (gandum) dan minyak. Rusia memainkan peran signifikan untuk mengatur pasokan dari negara itu dan Rusia ke seluruh dunia. Pelabuhan Ukraina diawasi oleh kapal-kapal Rusia sehingga ekspor produk Ukraina ke berbagai negara juga terhambat, termasuk ke Sri Lanka.
Kebangkrutan Sri Lanka telah disampaikan oleh Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe di hadapan parlemen Sri Lanka pada Selasa (5/7/2022). Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa terpaksa melarikan diri hingga ke Singapura.Â
Istana Negara berada di tangan rakyat Sri Lanka yang berpesta menikmati kemenangan merebut kekuasaan dari tangan penguasa dan kelompoknya. Dalam pelariannya, Presiden Gotabaya menyampaikan pengunduran dirinya kepada Ketua Parlemen melalui email.
Sementara itu, negosiasi Sri Lanka dengan IMF belum menunjukkan hasil positif, walau sebenarnya telah dimulai beberapa bulan lalu. Namun demikian, Sri Lanka juga diharapkan mampu memastikan bahwa demokrasi mampu mendorong sirkulasi elite lebih merata, ekonomi yang sehat, dan penghapusan korupsi.Â
Krisis Ekonomi
Reformasi ekonomi tentu saja sangat diperlukan pemerintahan baru di Sri Lanka dengan dukungan lembaga keuangan internasional, seperti IMF. Namun demikian, probabilitas resesi ekonomi Sri Lanka telah mencapai 85%.Â