Belakangan ini, program Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) makin sering terdengar. Banyak perguruan tinggi negeri yang membuka jalur ini, termasuk jurusan hukum. Ide dasarnya sederhana: pengalaman dan pendidikan sebelumnya bisa diakui, sehingga mahasiswa tidak perlu mengulang mata kuliah yang sebenarnya sudah dikuasai.
Sekilas, konsep ini terdengar ideal. Cocok untuk mereka yang sudah bekerja, pernah kuliah di bidang lain, atau ingin menambah bekal pengetahuan di usia yang tidak lagi muda. Jalan pintas yang resmi, bukan sekadar kursus singkat.
Tapi di lapangan, ceritanya sering tidak semulus itu. Ada calon mahasiswa yang merasa keberatan karena biaya yang muncul lebih tinggi dari informasi awal—ternyata ada tambahan pajak. Belum lagi urusan administrasi: data perguruan tinggi asal ternyata tidak langsung muncul di sistem PDDIKTI. Walhasil, proses verifikasi bolak-balik, bahkan sampai lewat masa pendaftaran semester ganjil.
Padahal, ada kampus asal sudah resmi digabung dengan perguruan tinggi lain melalui keputusan presiden. Seharusnya, hal ini cukup jadi dasar. Ditambah lagi ada surat edaran Dirjen Dikti yang menegaskan bahwa pihak luar (termasuk kampus penerima) bisa langsung melakukan verifikasi ke kampus asal. Namun faktanya, yang diminta tetap si calon mahasiswa.
Dari situ muncul sejumlah catatan:
- Kampus sebaiknya menyediakan fitur cek data pendidikan sebelum pembayaran, agar calon mahasiswa tahu sejak awal;
- Proses verifikasi antarperguruan tinggi perlu diperkuat, jangan dibebankan sepenuhnya ke pendaftar;
- Biaya harus transparan, apalagi ini lembaga negeri. Jika ada pajak atau tambahan lain, sampaikan dari awal;
- Jika mahasiswa gagal mendaftar bukan karena kesalahannya, dana pendaftaran mestinya bisa kembali.
Program RPL sebenarnya bagus. Banyak orang berharap bisa melanjutkan kuliah tanpa terhambat urusan administrasi. Sayangnya, kalau sistemnya belum matang, niat baik itu justru berubah jadi pengalaman yang melelahkan.
Harapannya, perguruan tinggi negeri benar-benar serius membangun layanan yang ramah dan akuntabel. Kalau tidak, program yang seharusnya membuka pintu malah terasa seperti menambah pagar.
Lucky Permana, M.Si.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI