Mohon tunggu...
Luana Yunaneva
Luana Yunaneva Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Certified Public Speaker, Hypnotist and Hypnotherapist

Professional Hypnotherapist & Trainer BNSP email: Luanayunaneva@gmail.com youtube: www.youtube.com/@luanayunaneva

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berbagi dalam Kekurangan, Mengapa Tidak?

1 Oktober 2016   21:44 Diperbarui: 1 Oktober 2016   23:45 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi memberi (sumber: erudisi.com/wp-content/uploads/2015/05/memberi.jpg?fit=300%2C201)

Ketika mendengar kata “berbagi”, kemungkinan sebagian besar dari kita akan berpikir mengenai konteks memberi dalam kelebihan. Entah kelebihan materi duniawi maupun rohani. Materi duniawi, sebut saja makanan, uang, pakaian dan sebagainya. Sedangkan rohani, bisa berupa pengalaman spiritual.

Sebelumnya, mari kita melihat, apa definisi berbagi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), berbagi adalah membagi sesuatu bersama. Sementara, membagi artinya memberikan (sebagian) untuk orang lain.

Sejak awal September 2016 lalu, saya mendapatkan kesempatan untuk membantu mengajar di salah satu sekolah tinggi di Bandung. Awalnya, saya sempat ragu dengan penawaran tersebut, mengingat ijazah terakhir saya yang baru Strata 1 (S1) Ilmu Komunikasi. Sementara, syarat untuk mengajar di perguruan tinggi minimal adalah magister (S2). Namun ternyata, ketua atau rektor sekolah tinggi tersebut serius. Beliau meminta saya untuk membantu mengajar mata kuliah yang diampunya, dengan fokus bidang komunikasi yang saya miliki, yakni pendidikan formal serta pengalaman bekerja di radio sejak tahun 2009 dan di majalah sejak tahun 2015.

Singkat cerita, setelah menimbang-nimbang, saya pun mengambil kesempatan tersebut. Saya teringat, sebelum wisuda pada September 2012 lalu, dosen pembimbing skripsi sempat menawari saya untuk menjadi asisten dosen (asdos) di kampus cabang. Maaf, bukan maksud hati menolak penawaran menarik tersebut. Namun saat itu, saya berpikir untuk bekerja dulu di media selama beberapa tahun, lalu mengambil program magister, baru saya mau mengajar di kampus. Lantaran saya tidak ingin menjadi pengajar yang hanya matang di teori, tetapi juga pernah merasakan sensasi langsung sebagai pekerja media untuk bisa membagikan hal “lebih” kepada mahasiswa kelak.

Meski program magister belum diambil karena saya tengah mempertimbangkan kampus mana yang akan dimasuki, kesempatan mengajar itu datang juga. Saya berpikir, mungkin ini adalah jawaban atas doa saya beberapa tahun lalu.

Belum mengantongi ijazah magister atau master memang sempat membuat saya merasa agak canggung. Namun, berbekal pengalaman yang pernah digeluti, saya mencoba tetap optimitis. Bila dibandingkan dengan pengalaman para jurnalis dan redaktur senior yang saya kenal maupun tidak, termasuk Kompas, mungkin pengalaman ini tidak ada apa-apanya. Namun, saya yakin, ketika sebuah mimpi dibangun dan diproses dengan sungguh-sungguh, didukung adanya kesempatan mengajar di kota kembang, ini bukanlah sesuatu yang kebetulan. Ya, mungkin kesempatan inilah yang langka.

Latar belakang pendidikan yang berbeda antara saya dan mahasiswa memberikan tantangan tersendiri dalam mengajar. Satu di antaranya perihal bagaimana membuat materi mudah dipahami dan dikemas menarik karena kelak mereka juga akan menjadi pembicara.

Bagi saya, mengajar itu memberi. Itu artinya, membagikan sebagian pengalaman yang saya miliki selama ini. Bukan membagikan hal yang tidak saya punya.

Pengalaman membacakan berita di salah satu radio berita swasta di Kota Surabaya
Pengalaman membacakan berita di salah satu radio berita swasta di Kota Surabaya
Pengalaman siaran di salah satu radio di Kota Malang (dokpri)
Pengalaman siaran di salah satu radio di Kota Malang (dokpri)
Pengalaman saya siaran di salah satu radio komunitas di Kediri (dokpri)
Pengalaman saya siaran di salah satu radio komunitas di Kediri (dokpri)
Kedua orang tua saya mendidik, kalau berniat memberi, ya berilah hal yang baik. Kalau perlu, yang terbaik. Untuk dapat memberi hal yang baik dan terbaik, tentu ada proses yang arus dijalani, yakni belajar. Sebelumnya, saya hanya fokus pada materi, cara penyampaiannya dan kondisi pendengar ketika sedang siaran di radio maupun menjadi seorang master of ceremony MC). Namun kini, saya harus menyampaikan materi agar para mahasiswa mampu menjadi pembicara yang baik, meski mereka bukan mahasiswa jurusan ilmu komunikasi dan penyiar radio. Kalau sebelumnya, jumlah adik binaan untuk training radio hanya empat atau lima orang, kini menjadi sekelas yang terdiri dari 30-an mahasiswa. Dan proses belajar tak akan pernah berakhir sampai nafas ini berhenti. (Sebelumnya, proses belajar tersebut telah saya bagikan di link ini)

Pengalaman menjadi pemateri dalam workshop
Pengalaman menjadi pemateri dalam workshop
Bersama merekalah saya diajar dan mengajar tentang dunia penyiaran mulai nol. Setiap senior membimbing empat hingga lima adik binaan (dokpri)
Bersama merekalah saya diajar dan mengajar tentang dunia penyiaran mulai nol. Setiap senior membimbing empat hingga lima adik binaan (dokpri)
Hingga akhirnya saya mendapat kesempatan mengajar di salah satu sekolah tinggi di Kota Bandung, Selasa 27 September 2016. Maafkan foto yang nge-blur (dok. Yeremia, mahasiswa)
Hingga akhirnya saya mendapat kesempatan mengajar di salah satu sekolah tinggi di Kota Bandung, Selasa 27 September 2016. Maafkan foto yang nge-blur (dok. Yeremia, mahasiswa)
Memberi dalam kondisi yang berkelebihan atau berkelimpahan itu baik adanya. Kita dapat berusaha memberikan apa yang terbaik untuk orang lain, sebagai bukti kasih kepada mereka. 

Di sisi lain, memberi dalam kondisi kekurangan itu lebih baik. Caranya,coba lihat diri kita dan perhatikan, kira-kira apa yang dapat kita berikan kepada mereka? Jangan fokus pada apa yang tidak kita miliki, tetapi bersyukurlah dengan apa yang sudah kita punya, baik materi maupun nonmateri. Kemudian, bagikanlah kepada orang lain, terutama mereka yang membutuhkan. Ketika kita memberikannya kepada orang lain dengan sukacita dan tulus ikhlas, percayalah, orang lain akan merasakannya dan niscaya pemberian kita akan bermanfaat bagi mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun