Bentuk reaksi non-formal terhadap korupsi yang lebih berdimensi sosial, adalah berbagai bentuk tindakan yang dilakukan oleh warga masyarakat secara langsung terhadap pelaku kejahatan tanpa ada kaitannya dengan sistem peradilan pidana misalnya demonstrasi atau kampanye anti-korupsi yang dilakukan untuk menuntut sistem peradilan pidana, agar Pelaku Korupsi diproses sesuai hukum dan rasa keadilan masyarakat. Dan bersamaan dengan itu pemerintah melalui UU No. 31 tahun 1999 pada Bab 5 Pasal 41 yang memberikan ruang dan mengatur mengenai peran serta masyarakat dalam proses pemberantasan korupsi. Sehingga dasar inilah bagi organisasi non-pemerintah untuk melakukan dorongan dan pengawasan terhadap pemberantasan korupsi di Indonesia ,yaitu:Â
* Masyarakat dapat berperan serta membantu pencegahan dan pemberantasan tindak pidanakorupsi.
* Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diwujudkan dalambentuk: a. hak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi; b. hak untuk memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi kepada penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi; c. hak untuk menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada aparat penegak hukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi; d. hak untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada penegak hukum dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari; e. hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam hal; 1) melaksanakan haknya sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c; Â 2) diminta hadir dalam proses penyelidikan, penyidikan, dan disidang pengadilan sebagai saksi pelapor, saksi, atau saksi ahli, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yangberlaku;Â
* Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya mencegah pemberantasan tindak pidana korupsi;Â
* Hak dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan dengan berpegang teguh pada asas- asas atau ketentuan yangdiatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dengan menaati norma agama dan norma sosial lainnya;Â
* ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan peran serta masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam pasal ini, diatur lebih lanjut dengan PeraturanPemerintah. Â
Mengacu pada Undang-Undang Nomor. 31 Tahun 1999 pada Bab 5 pasal 41 mengenai tindak pidana korupsi yang mengatur peran serta masyarakat dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, maka organisasi non-pemerintah LSM dalam kapasitas sebagai masyarakat diberikan ruang untuk ikut mengawasi dan mendorong upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Dan hal ini menunjukkan peran LSM sebagai wujud reaksi sosial masyarakat yang bersifat non-formal terhadap kejahatan korupsi, dimana diberikan ruang di luar sistem yang telah dibentuk negara. Lalu wujud reaksi sosial non-formal LSM, dapat terlihat melalui implementasi aktivitas- aktivitas divisi dan program kerja organisasi non-pemerintah LSM dalam koridor agenda gerakan anti-korupsi.Â
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Fungsi Lembaga Swadaya Mayarakat (LSM) dalam upaya Pencegahan dan pemberantasan korupsi telah optimal dengan adanya laporan-laporan dari LSM mengenai dugaan kasus korupsi, dan juga dengan diadakannya pendidikan ataupun seminar anti korupsi kepada masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H